Penafsiran Terhadap Klausul Dalam Perjanjian

Pajak Hadiah Photo by Pexels

Pertanyaan

Pada tahun 2010 PT. X telah mengikat perjanjian asuransi kebakaran dengan PT. Asuransi Y dengan objek pertanggungan berupa pabrik pengolahan kelapa sawit dan stok minyak kelapa sawit yang terdapat di Provinsi Lampung, kemudian pada akhir tahun 2012 pabrik yang dipertanggungkan tersebut dijarah (dicuri) serta dibakar oleh sekelompok orang tak dikenal yang menyebabkan seluruh pabrik musnah terbakar seluruhnya (total loose) berikut stok minyak kelapa sawit yang juga merupakan objek pertanggungan. PT. X mengajukan klaim atas kejadian tersebut tetapi PT. Asuransi Y menolak klaim tersebut dengan alasan peristiwa yang menyebabkan pabrik dan stok kelapa sawit yang berada di dalamnya musnah terbakar adalah merupakan peristiwa ”pencurian dengan tindak kekerasan” yang tidak termaksud kedalam penyebab yang dipertanggungkan dalam polis yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan menurut PT. X penyebab musnahnya pabrik beserta stok minyak kelapa sawit yang ada didalamnya merupakan penyebab yang juga dipertanggungkan di dalam polis asuransi yang terdapat dalam kalusa perluasan jaminan yaitu klausula”perbuatan jahat” yang merupakan bagian dari polis asuransi tersebut. Perbedaan penafsiran inilah yang menimbulkan ambiguitas yang berujung pada timbulnya sengketa di kedua belah pihak. a. Berdasarkan kasus diatas, menurut pendapat saudara bagaimana penerapan mengenai penafsiran isi perjanjian antara PT.X dengan PT.Asuransi Y ? b. Bagaimana penerapan doktrin contra proferentem bila terjadinya perbedaan penafsiran terhadap klausul dalam perjanjian asuransi ?

Ulasan Lengkap

Terima kasih atas pertanyaan Saudara,

Atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka berikut jawaban yang dapat kami berikan:

  1. Melihat kasus posisi dalam pertanyaan Saudara, pada dasarnya frasa yang menyebutkan “perbuatan jahat” harus terlebih dahulu kami ketahui isi sepenuhnya dari klausula tersebut. Apabila frasa tersebut adalah salah satu kondisi yang dapat menjadi alasan klaim, maka kembali kepada alasan PT Asuransi Y yang menyebutkan “pencurian dengan tindak kekerasan” pada dasarnya telah diatur dalam Pasal 365 KUH Pidana yang merupakan salah satu bentuk tindak kejahatan. Oleh karena itu, pada dasarnya “pencurian dengan tindak kekerasan” adalah salah satu bentuk “perbuatan jahat” yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia.
  2. Doktrin Kontra Proferentem memiliki pengertian bahwa isi kontrak yang tidak jelas harus diartikan oleh orang yang yang membuat kontrak tersebut. Hal tersebut pada dasarnya sesuai dengan Bagian 4 Bab II Buku 3 KUH Perdata, yaitu Pasal 1343 dan Pasal 1351 KUH Perdata. Perlu diingat bahwa Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata mengharuskan pelaksanaan perjanjian dilakukan dengan itikad baik. Pasal 1349 KUH Perdata juga menyatakan bahwa “Jika ada keragu-raguan, suatu persetujuan harus ditafsirkan atas kerugian orang yang diminta diadakan perjanjian dan atas keuntungan orang yang mengikatakan dirinya dalam perjanjian itu.”.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan