Pembagian Waris Kepada Anak Angkat Dan Saudara-Saudara Pewaris

nama ibu tiri dalam akta kelahiran pembagian waris kepada anak angkat nama ayah tiri anak

Pertanyaan

 
  1. Perihal Wasiat :
 A dan B suami isteri sah dan selama pernikahannya mengangkat C sebagai anak angkat dan menjadi satu-satunya anak A dan B (A dan B menikah tanpa anak/A dan B tidak punya anak kandung). Sebelum A dan B meninggal mereka memberikan wasiat berupa harta kekayaan mereka diberikan kepada anak angkatnya C. Saat ini keluarga dari almarhum A dan B meminta bagian atas harta waris yang telah diwasiatkan kepada C. Pertanyaan:
  1. Bagaimanakah ketentuan pemberian wasiat menurut hukum Islam atau perdata barat?
  2. Apakah anak angkat C dapat menerima seluruh harta yang diwasiatkan oleh A dan B setelah A dan B wafat?
  3. Apakah saudara A atau B dapat menuntut harta waris dari harta peninggalan A dan B yang telah wafat?
  
  1. Perihal Pembagian Harta Waris :
 A dan B menikah sah secara Islam dan meninggalkan 6 (enam) orang anak, yaitu C, D, E, F, G, H. A dan B wafat serta menyusul kemudian D, G dan H juga wafat sehingga yang masih hidup hingga saat ini, yaitu : C, E dan F dengan keterangan sebagai berikut: 
No.Anak KandungLaki/PerempuanStatusSuami/Isteri & Anak KandungJumlah Bagian Waris
1.CLaki-lakiHidupIsteri & 5 org anak perempuan
2.DPerempuanMeninggalSuami & tanpa anak
3.ELaki-LakiHidupIsteri & 1 org anak perempuan
4.FLaki-LakiHidupIsteri & 2 org anak
5.GPerempuanMeninggalSuami & 2 org anak perempuan
6.HLaki-LakiMeninggalIsteri & 2 org anak perempuan
 Saat ini A dan B (kedua orang tua anak kandung di atas) meninggalkan harta berupa tanah berikut rumah tinggal yang berada di atasnya senilai + Rp.2 Milyar. Pertanyaan:
  1. Bagaimana norma perhitungan pembagian waris yang berlaku untuk masing-masing: C, D, E, F, G dan H menurut hukum Islam?
  2. Bagaimana pula pembagian waris menurut KUHPerdata (sebagai pembanding saja)?
  Demikian, atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan terimakasih.

Ulasan Lengkap

Terima kasih atas pertanyaan Saudara,

Pembagian Waris Kepada Anak Angkat

Dalam pertanyataan Saudara, tidak disebutkan kapan pengangkatan anak itu terjadi. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap jawaban yang akan diberikan, sebab pengangkatan anak sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut “UU Adminduk”) berbeda dengan pengangkatan anak setelah berlakunya UU Adminduk.

Sebelum berlakunya UU Adminduk pengangkatan anak dilakukan dengan memasukkan orang tua angkat sebagai orang tua kandung di dalam Akta Kelahiran anak tersebut. Oleh karena itu, anak angkat akan tercatat sebagai anak kandung dari orang tua angkatnya.

Berbeda dengan pengangkatan anak setelah berlakunya UU Adminduk, dimana pengangkatan anak dilakukan dengan penetapan pengadilan dan nama orang tua angkat akan dicatat dalam catatan pinggir. Hal tersebut diatur dalam Pasal 47 UU Adminduk. Berdasar ketentuan tersebut, maka hubungan orang tua angkat dengan anak angkatnya tidak akan tercatat sebagai hubungan orang tua dengan anak kandung.

Manakala pengangkatan anak terjadi sebelum berlakunya UU Adminduk, maka kedudukan anak angkat dalam hukum waris didasarkan pada Akta Kelahirannya. Selama akta kelahiran anak tersebut menyatakan bahwa orang tua kandungnya adalah A dan B, maka anak tersebut memiliki hak sebagai ahli waris dari A dan B.

Pemberian Wasiat Menurut Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Wasiat dalam Hukum Islam diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut “KHI”), dimana Pasal 171 huruf f KHI mengatur:

Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.”

Sedangkan ketentuan wasiat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut “KUH Perdata”) terdapat dalam Pasal 875 KUH Perdata yang menyatakan:

Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.

Dalam Pasal 195 ayat (1) KHI diatur bahwa wasiat harus dilakukan di hadapan 2 (dua) orang saksi atau dibuat secara notariil. Saat ini Wasiat harus dibuat dengan akta notariil yang kemudian didaftarkan kepada Kementerian Hukum dan HAM. Oleh karena itu, ketika Pewaris meninggal dunia, pembagian harta waris dilakukan dengan terlebih dahulu memeriksa apakah pernah ada wasiat dari Pewaris saat yang bersangkutan masih hidup.

Lebih lanjut, terdapat batasan terhadap harta yang diwasiatkan. Batasan tersebut disebut dengan legitime portie. Batasan harta yang dapat diwasiatkan dalam KHI diatur dalam Pasal 195 ayat (2), yaitu paling banyak 1/3 bagian dari seluruh harta waris.

Di sisi lain, legitime portie dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 913 KUH Perdata. Legitime portie yang berlaku dalam KUH Perdata disesuaikan dengan kondisi saat hukum waris berlaku.

 

Hak Waris Anak Angkat

Sebagaimana telah disampaikan dalam penjelasan di atas, bahwasanya untuk menjawab pertanyaan Saudara, harus jelas lebih dahulu kapan dan bagaimana pengangkatan anak tersebut dilakukan. Apabila pengangkatan anak membuat Akta Kelahiran anak tersebut menyebutkan bahwa orangtua kandungnya adalah A dan B, maka hak waris anak tersebut adalah layaknya hak waris anak kandung, kecuali Saudara dapat membuktikan bahwa Akta Kelahiran tersebut tidak benar.

Dikarenakan anak tersebut tercatat sebagai anak kandung, maka anak tersebut memiliki hak penuh sebagai ahli waris sebagaimana hukum waris yang berlaku. Manakala hukum waris yang digunakan adalah hukum waris Islam, maka harus diperhatikan dahulu apakah orang tua dari A dan B masih ada atau tidak saat hukum waris tersebut terbuka (Pewaris meninggal dunia). Apabila orang tua A dan B sudah tidak ada, maka C sebagai anak memiliki hak waris sepenuhnya.

Sebaliknya, jika Saudara dapat membuktikan bahwa anak tersebut adalah anak angkat dan dapat membuktikan bahwa akta kelahiran tersebut tidak sah, maka yang dapat diperoleh anak tersebut adalah wasiat wajbah. Besaran wasiat wajibah kepada anak angkat adalah 1/3 dari seluruh harta waris.

Berbeda dengan hukum waris berdasar KUH Perdata. Apabila Saudara tidak dapat membuktikan bahwa anak tersebut merupakan anak angkat, atau dengan kata lain Saudara tidak dapat membuktikan bahwa anak tersebut bukan anak kandung dari A dan B, maka anak tersebut memiliki hak penuh terhadap seluruh harta waris. Dengan demikian pembagian waris kepada anak angkat tersebut adalah sah.

 

Hak Saudara-Saudara Dari Orangtua Angkat

Pada dasarnya setiap orang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan, sebab hakim memang tidak dapat menolak perkara, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 14 jo Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Namun demikian, apakah gugatan itu dikabulkan atau tidak, tentunya bergantung pada bukti-bukti yang diajukan di muka persidangan dan pertimbangan Majelis Hakim

Apabila anak tersebut tercatat sebagai anak kandung dan Saudara tidak dapat membuktikan sebaliknya, maka anak tersebut merupakan ahli waris yang sah, sehingga gugatan Saudara pasti akan ditolak. Namun demikian, jika terbukti bahwa Saudara memiliki hak waris atas harta-harta yang ditinggalkan Pewaris dan anak Pewaris tidak memiliki niat untuk membaginya, maka Saudara dapat mengajukan gugatan.

 

Pembagian Waris Kepada Saudara-Saudara Pewaris

Pada dasarnya, hukum waris terbuka pada saat Pewaris meninggal dunia. Artinya, ketika A dan B telah meninggal dunia, maka pembagiannya disesuaikan dengan kondisi saat itu. Apabila seluruh anak A dan B masih hidup ketika A dan B meninggal dunia, maka seluruh anak berhak untuk menjadi ahli waris. Berbeda halnya jika salah satu atau beberapa anak A dan B meninggal lebih dahulu, yang oleh karena itu akan terjadi pembagian terhadap ahli waris pengganti.

Dikarenakan seluruh anak A dan B masih hidup, maka berdasar hukum waris Islam, seluruh anak A dan B memperoleh hak waris dengan perbandingan anak Perempuan dan anak laki-laki 1:2. Dalam pertanyaan Saudara tidak disebutkan apakah ada orang tua atau saudara dari A dan B yang masih hidup saat keduanya meninggal dunia, yang oleh karena itu kami asumsikan tidak ada ahli waris lain yang berhak. Oleh karena itu, C, E, F, dan H masing-masing memperoleh 2/10, sedangkan D dan G masing-masing memperoleh 1/10

Berbeda halnya ketika hukum waris yang digunakan adalah Hukum Waris KUH Perdata, dimana pembagian laki-laki dan Perempuan tidak dibedakan. Oleh karena itu, seluruh anak memperoleh 1/6 bagian.

 

Demikian jawaban atas pertanyaan Saudara, semoga bermanfaat.

 

Baca juga:

Waris dan Wasiat

Wasiat Wajibah

Hak Waris Salah Satu Anak Lebih Besar Karena Wasiat? Ini Aturan Berdasar Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

Wasiat yang Melanggar Legitime Portie Berdasar Instruki Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

Waris dan Wasiat Serta Legitieme Portie; Ketika Ayah Angkat Meminta Pembagian Waris Ibu Angkat

 

Tonton juga:

Pembagian waris kepada anak angkat| Pembagian waris kepada anak angkat|Pembagian waris kepada anak angkat| Pembagian waris kepada anak angkat| Pembagian waris kepada anak angkat| Pembagian waris kepada anak angkat| Pembagian waris kepada anak angkat| Pembagian waris kepada anak angkat| Pembagian waris kepada anak angkat| Pembagian waris kepada anak angkat| Pembagian waris kepada anak angkat| Pembagian waris kepada anak angkat|Pembagian waris kepada anak angkat|Pembagian waris kepada anak angkat|Pembagian waris kepada anak angkat|Pembagian waris kepada anak angkat|Pembagian waris kepada anak angkat|Pembagian waris kepada anak angkat|Pembagian waris kepada anak angkat|Pembagian waris kepada anak angkat|Pembagian waris kepada anak angkat|

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan