Langkah Hukum yang Bisa Dilakukan Untuk Ayah yang Menelantarkan Anaknya
Pertanyaan
Pertanyaan:Saya ingin bertanya apakah saya bisa melakukan penghapusan nama ayah kandung di akte kelahiran putri saya. Saya menikah di bulan juli th 2012. Putri saya lahir di desember 2014 setelah saya resmi bercerai (putusan bln Mei 2013) dengan ayah kandungnya (saya beragama islam dan kami rujuk tanpa nikah ulang di kua), saat membuat akte putri saya, saya menggunakan copy buku nikah yg masih saya simpan sehingga di akte tercantum nama ayah kandungnya. Saat itu saya tidak mengerti mengenai akta yg tercantum atas nama ibu kandung saja, apalagi konsekwensinya. 8th yg lalu saya sudah berpisah dengan ayahnya dan membawa putri kami bersama saya. Saat ini putri saya menginjak usia 9th. Sejak berpisah, ayahnya tidak pernah sekalipun menanyakan kabar putrinya, apalagi menafkahi. Saat ini saya hanya ingin menghapus nama ayahnya di akte kelahirannya karena saya tidak ingin suatu hari nanti mantan suami saya (mungkin) akan berusaha merebut putri saya dari saya. Mohon pencerahannya, tindakan apa dan syarat2 apa saja yg harus saya penuhi untuk melakukan proses perubahan akte tersebut. Dan bisakah saya mewakili kehadiran saya melalui kuasa hukum saya saja.Ulasan Lengkap
Terima kasih atas pertanyaan saudari,
Pada artikel sebelumnya telah dijelaskan bahwa terkait Akta Kelahiran anak diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018[1] Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil lebih lanjut silahkan cek link berikut ini Penghapusan Nama Ayah
Melalui Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tersebut menjelaskan bahwa persyaratan pendaftaran akta kelahiran anak salah satunya adalan surat akta perkawinan kedua orang tua yang membuktikan asal usul anak yang dilahirkan. Untuk itu pencantuman nama orang tua kandung di dalam akta kelahiran membuktikan bahwa anak tersebut jelas asal usul dan identitas kedua orangtuanya. Selanjutnya, tidak terdapat ketentuan yang mengatur terkait cara menghapus nama ayah di Akta Kelahiran. Akan tetapi, apabila dalam hal ini memang bersikukuh menghapus nama ayah dari Akta Kelahiran, karena adanya kesalahan data atau identitas maka saudari dapat mengajukan permohonan penetapan pembatalan akta kelahiran terlebih dahulu melalui Pengadilan Negeri di tempat saudari. Hal ini diatur dalam Pasal 60 Perpres 96/2018 yang berbunyi:
Pencatatan pembatalan akta Pencatatan Sipil bagi Penduduk harus memenuhi persyaratan:
- salinan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
- kutipan akta Pencatatan Sipil yang dibatalkan;
- Kartu Keluarga; dan
- Kartu Tanda Penduduk-elektronik.
Akta kelahiran menjadi bukti bahwa anak yang dilahirkan memiliki asal usul yang jelas. Anak dari perkawinan yang sah dan anak di luar perkawinan yang sah pun berhak mengajukan permohonan akta kelahiran sehingga memiliki hak dan perlakuan hukum yang sama rata. Dengan tercantumnya nama kedua orang tua anak, maka pengasuhan anak yang belum baligh menjadi hak ibunya berdasarkan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam[2] sedangkan biaya pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab seorang ayah.
Berdasarkan pertanyaan Saudari, dikarenakan anak tersebut lahir dalam kurun waktu lebih dari 12 bulan sejak perceraian Saudara, maka kami asumsikan bahwa anak dimaksud adalah anak di luar kawin, karena pernikahan tersebut berdasarkan rujuk yang tidak dicatatkan ke Kantor Urusan Agama. Oleh karena itu, anak tersebut hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya[3].
Berdasarkan Pasal 118 Kompilasi Hukum Islam perceraian yang bukan merupakan talak ketiga atau masih dalam kategori talak raj’i dapat dilakukan rujuk. Juga perceraian yang telah terdapat putusan pengadilan selama bukan disebabkan karena perzinahan dapat dilakukan rujuk selama masih dalam masa iddah. Hal tersebut didasarkan pada Pasal 150 KHI yang mengatur bahwa bekas suami berhak melakukan rujuk kepada bekas istrinya yang masih dalam masa iddah. Pasal 167 KHI menjelaskan bahwa suami yang hendak rujuk dengan istrinya datang bersama-sama ke pegawai pencatat nikah atau pembantu pegawai pencatat nikah berdasarkan domisili dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan. Selain itu rujuk juga dilakukan atas persetujuan istri di hadapan pegawai pencatat nikah[4]. Dengan demikian maka rujuk dianggap sah secara hukum dan anak yang dihasilkan setelah masa rujuk menjadi anak sah perkawinan dan bernasab kepada ayahnya. Apabila saudari mengandung anak tersebut setelah rujuk tidak tercatat di KUA status anak tersebut menjadi anak di luar perkawinan. Sehingga anak tersebut hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya[5] yang mana dapat dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan penetapan pembatalan akta kelahiran anak terlebih dahulu melalui Pengadilan Negeri sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.
Untuk dapat mengajukan permohonan penetapan pembatalan akta kelahiran tersebut, maka bukti-bukti yang dapat Saudara persiapkan adalah sebagai berikut:
- Akta lahir anak yang hendak dibatalkan;
- Putusan perceraian antara Saudara dan mantan suami;
- Surat keterangan lahir anak; dan
- Saksi-saksi yang dapat memberikan keterangan bahwa belum pernah dilakukan persyaratan rujuk secara formal di KUA.
Apabila pengadilan mengabulkan permohonan tersebut, barulah kemudian Saudara dapat mengajukan permohonan penetapan pembatalan akta kelahiran dan penerbitan akta kelahiran baru yang hanya tercantum nama ibu kandung pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat. Dengan demikian, penghapusan nama ayah kandung dalam Akta Kelahiran hanya dapat dilakukan dengan membatalkan akta tersebut
Berkaitan dengan keinginan saudari untuk mewakilkan pada seseorang terkait penyelesaian permasalahan tersebut, maka dapat dilakukan dengan adanya surat kuasa yang menjelaskan penerima kuasa dapat mewakili pemberi kuasa untuk melakukan proses hukum hal ini berdasarkan Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata[6]. Tentunya penerima kuasa adalah seseorang yang cakap hukum untuk mewakilkan proses penyelesaian baik dalam lingkup Lembaga peradilan maupun kepolisian. Sehingga saudari bisa menghubungi advokat sebagai penerima kuasa untuk penyelesaian permasalahan saudari.
Selanjutnya, terkait ketakutan Saudara bahwa suami akan merebut putri Saudara, maka terlebih dahulu dijelaskan terkait permasalahan perceraian orang tua dimana anak Saudara saat ini telah memasuki usia 9 (sembilan) tahun. Dikarenakan usia tersebut termasuk usia yang belum baligh, maka hak asuh/hadhanah menjadi hak ibunya berdasarkan Pasal 105 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam[7] (selanjutnya disebut “KHI”), sedangkan biaya pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab seorang ayah.
Sebagaimana pertanyaan yang sudah saudari sampaikan, bahwa tidak pernah ada biaya pemeliharaan anak yang diberikan dari ayah, maka dapat dikategorikan juga bahwa ayah tersebut melakukan tindak kelalaian kewajiban terhadap anak berdasarkan Pasal 49 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), ancaman pidana bagi tindakan kelalaian ayah terhadap kewajiban nafkah anak pasca perceraian atau disebut dengan penelantaran sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang tersebut adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah)[8]. Perbuatan ayah tersebut juga termasuk pengingkaran terhadap ketentuan pada huruf b Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menjelaskan bahwa ayah bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan oleh anak.
Melalui pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dan huruf b Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di atas, menjadi landasan utama apabila sang ayah ingin merebut paksa hak asuh anak yang selama ini sudah ditelantarkan. Langkah selanjutnya apabila benar terjadi perebutan secara sepihak hak asuk anak maka saudari dapat mengajukan permohonan penetapan hak asuh anak kepada Pengadilan Negeri setempat.
[1] Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil
[2] Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam
[3] Pasal 101 Kompilasi Hukum Islam
[4] Pasal 167 Kompilasi Hukum Islam
[5] Pasal 101 Kompilasi Hukum Islam
[6] Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
[7] Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam
[8] Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan