Kedudukan Janda Sebagai Ahli Waris Saat Suami Meninggal

Hukum waris bagi cicit Harta Waris Setelah Kakek dan nenek meninggal

Pertanyaan

Bila ayah telah meninggal dan ibu tidak mau membagikan hak dari warisan ayahnya, dengan alasan ibu masih hidup. Dan ada sebagian warisan ayah dijual dan hasil dari jual tanah tersebut tidak dibagikan ke anak dengan perhitungan hak waris dengan alasan semua yang ditinggalkan ayah menjadi milik ibu selama ibu masih hidup. Ibu merasa menjadi pewaris pengganti (alm. Ayah) dan bukan sebagai ahli waris. Sedangkan uang dari jual beli tanah tersebut sudah sebagian habis dan ibu tidak transparan. Apa yang harus anak lakukan agar ibu mengerti dan menerima bahwa anak mempunyai hak dari apa yang ditinggalkan alm. Ayahnya. Terima kasih

Ulasan Lengkap

Terima kasih atas pertanyaan Saudara.

Pengaturan hukum waris di Indonesia terdiri atas 3 (tiga) yaitu Hukum Waris KUH Perdata, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Adat. Dalam pertanyaan Saudara, tidak dijelaksan hukum waris apa yang digunakan, sehingga dalam menjawab pertanyaan Saudara tersebut kami akan menggunakan penjelasan melalui sudut pandang Hukum Waris KUH Perdata dan Hukum Waris Islam.

Pada dasarnya pada saat seorang suami meninggal dunia, maka istri memiliki hak sebagai Ahli Waris dan bukan sebagai Pewaris Pengganti. Namun demikian, dalam pembagian waris, setengah harta Almarhum suami harus terlebih dahulu di bagi 2 (dua) menjadi istri 50% dan Almarhum Suami 50%, kecuali terhadap harta bawaan dan terdapat perjanjian nikah, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 jo Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Selanjutnya, harta yang menjadi harta waris adalah harta bawaan Almarhum Suami dan 50% dari harta bersama yang menjadi bagian suami. Harta waris kemudian dibagi kepada ahli waris. Apabila hukum waris yang digunakan adalah Hukum Waris KUH Perdata, maka yang berhak menjadi Ahli Waris dalam persoalan Saudara tersebut adalah istri dan anak-anak Almarhum.

Di sisi lain, apabila hukum waris yang digunakan adalah Hukum Waris Islam, maka harus terlebih dahulu dilihat apakah Almarhum masih meninggalkan orang tua atau saudara. Apabila orang tua dan Saudara sudah tidak ada, maka harta waris tersebut terlebih dahulu diberikan kepada istri sebesar 1/8 bagian, sedangkan sisanya baru diberikan kepada anak-anak dengan perbandingan anak laki laki dengan anak perempuan adalah 1:2.

Adapun jika Almarhum meninggalkan wasiat yang menyerahkan semuanya kepada istri, maka pada dasarnya wasiat tersebut dapat dibatalkan dengan alasan tidak terpenuhinya ketentuan legitime portie, dimana nilai maksimal harta yang dapat diwasiatkan adalah 1/3 dari nilai seluruh harta waris. Dengan demikian, jika berpedoman kepada Hukum Waris Islam maupun Hukum Waris KUH Perdata, tidak satupun yang memberikan alasan hukum untuk menyerahkan semua harta waris kepada istri Almarhum.

Berkaitan dengan penjualan harta waris yang dilakukan sendiri oleh Istri Almarhum tanpa ijin dari Ahli Waris lainnya, maka dapat diajukan tuntutan pidana penggelapan dan/atau penipuan serta gugatan waris.Tuntutan dan gugatan tersebut dapat diajukan oleh ahli waris lainnya yang tidak memperoleh harta waris. Bahkan perjanjian jual beli tersebut dapat dibatalkan karena tidak memenuhi Syarat Sah Perjanjian.

Meski demikian, ada baiknya bagi keluarga untuk terlebih dahulu mengajukan permohonan penetapan ahli waris, yang apabila hukum waris yang digunakan adalah Hukum Waris KUH Perdata, maka pengajuan permohonan kepada Pengadilan Negeri, dan jika hukum waris yang digunakan adalah Hukum Waris Islam, maka diajukan kepada Pengadilan Agama. Setelah adanya penetapan ahli waris tersebut, ahli waris lainnya dapat melakukan negosiasi atau mediasi dengan istri Almarhum dan memberikan pengertian.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan