Diancam Ganti Rugi 2juta, Anak Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas Haruskah Dipenjara?

Pertanyaan
Maaf kak saya ingin bertanya, jadi teman saya dia umurnya masih 16 tahun kak jadi ada sedikit masalah katanya dia habis menabrak mobil dan mobil nya itu hanya lecet saja di bagian bumper, tapi pemilik mobil bilang harus ganti rugi sebesar dua juta, dan kalau tidak mau ganti akan dilaporkan ke polisi, apakah teman saya bisa masuk penjara atau hanya dikenakan sanksi saja? Saya takut dia masuk penjaraUlasan Lengkap
Terima kasih atas pertanyaannya ..
Berdasarkan pertanyaan Saudara, kami belum mendapatkan kronologis lengkap bagaimana kecelakaan tersebut terjadi. Namun, pernyataan Saudara “hanya lecet saja” kami simpulkan bahwa kecelakaan tersebut termasuk dalam kecelakaan ringan. Dimana kecelakaan lalu lintas berdasarkan Pasal 108 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) sendiri terbagi dalam 3 kategori:
- Kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang;
- Kecelakaan lalu lintas sedang, yaitu mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang;
- Kecelakaan lalu lintas berat, kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
Simak juga:Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Ganti Rugi Kecelakaan Lalu Lintas Ringan
Dengan adanya kecelakaan lalu lintas, penabrak bertanggungjawab atas kerugian yang diderita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ:
“Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.”
Namun, ketentuan tersebut di atas tidak berlaku jika:
- adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
- disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau
- disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.[1]
Oleh karena ada pengecualian tersebut, maka untuk mengganti kerugian harus dilihat dahulu apakah penabrak memang benar-benar bersalah atau tidak. Permintaan ganti rugi pada dasarnya didasarkan pada putusan hakim, sehingga tidak bisa langsung diminta di tempat, melainkan harus diputuskan dulu di pengadilan guna menghindari adanya permintaan ganti rugi yang berlebihan.
Meski demikian, jika para pihak tidak keberatan, ganti rugi dapat dilakukan saat itu juga. Tentunya ganti rugi tersebut tidak merugikan pihak manapun. Biasanya ganti kerugian oleh pihak satu kepada pihak lain didasarkan pada nota pengeluaran. Dengan demikian, apabila teman Saudara ingin menyelesaikan dengan memberikan ganti rugi tanpa putusan, maka teman Saudara dapat meminta nota pengeluaran tersebut kepada pemilik mobil, sebagai bukti kerugian yang dialami oleh Pemilik Mobil.
Pidana Anak
Perlu diketahui terlebih dahulu, mengingat teman Saudara masih berumur 16 tahun maka termasuk dalam usia anak-anak sebagaimana dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU PA), menyebutkan bahwa:
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Dalam hal anak terlibat dalam proses pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SSPA) terbagi dalam beberapa kategori. Teman Saudara dimana diduga menjadi pelaku atas kecelakaan tersebut maka termasuk dalam kategori anak yang berkonflik dengan hukum, dimana teman Saudara yang berusia lebih dari 12 tahun tetapi belum mencapai usia 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.[2]
Jika seorang anak melakukan suatu tindak pidana maka penyelesaiannya diselesaikan dengan mengacu pada ketentuan dalam UU SPPA. UU SPPA menekankan penyelesaian secara keadilan restoratif yang dimuat dalam ketentuan Pasal 5 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.
(2) Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
- persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
(3) pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
(4) Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi.
Sehingga Saudara bisa mengajukan proses diversi anak dan penyelesaian secara kekeluargaan tanpa adanya ancaman dan/atau paksaan. Saudara dan teman Saudarapun juga bisa dilindungi oleh hukum dan permasalahan dapat diselesaikan dengan solusi terbaik untuk kedua belah pihak.
Proses penyelesaian perkara pidana anak dengan diversi dilakukan berdasarkan UU SPPA, namun apabila tidak menemukan kesepakatan dengan proses diversi maka proses peradilan dilanjutkan sebagaimana Pasal 13 UU SPPA, proses peradilan pidana anak dilanjutkan dalam hal:
- Proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau
- Kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.
Jadi selayaknya perjanjian biasa, kesepakatan diversi bisa dituntut pembatalan atau batal demi hukum jika kesepakatan tersebut melanggar syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, termasuk jika hanya melanggar unsur sepakat (misalnya jika korban tidak menyetujui hasil kesepakatan diversi). Akibat batalnya kesepakatan tersebut, perkara pidana Anak tersebut akan dilanjutkan ke dalam proses peradilan pidana Anak dan berkas dioper kepada Penuntut Umum sesuai ketentuan UU SPPA.
Namun, melihat kronologi kejadian yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas ringan dan berdasar pada Pasal 234 UU LLAJ, permasalahan teman Saudara bisa diselesaikan pada tingkat kepolisian atau penyidikan mengingat tidak adanya unsur tindak pidana berat pada akibat dari kecelakaan tersebut.
Dugaan Pelanggaran Oleh Teman Saudara
Disamping kecelakaan tersebut, perlu diingat bahwa teman Saudara yang baru berusia 16 tahun berarti belum memiliki Surat Izin Mengemudi. Hal tersebut dikarenakan UU LLAJ telah mengatur bahwa seseorang memiliki Surat Izin Mengemudi apabila telah berumur 17 tahun, serta mengingat bahwa untuk membuat Surat Izin Mengemudi harus menggunakan Kartu Tanda Penduduk.
Oleh karenanya, kesalahan teman Saudara tidak hanya diduga telah menabrak, melainkan juga mengemudi tanpa izin. Secara aturan hukum, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan. Hal tersebut berdasarkan Pasal 77 ayat (1) UU LLAJ.
Dalam hal teman Saudara masih berusia 16 tahun sebagaimana Saudara sampaikan, maka pastinya teman Saudara mengendarai sepeda motor tanpa memiliki SIM, ia dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 281 UU LLAJ yang berbunyi: “setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp1 juta”.
Lebih lengkapnya baca juga: Diversi dalam Sistem Peradilan Anak
[1] Pasal 234 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 20009
[2] Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan