Dasar Hukum untuk Melakukan Negosiasi dengan Tempat Kerja yang Membuat Keputusan Sepihak Terkait Pemberian Gaji

Pertanyaan
Selamat Siang,Saya karyawan di sebuah perusahaan kontraktor swasta di Jakarta. Karena pandemi corona ini kantor saya sudah menunggak 5 bulan gaji dan tiba2 hari ini diberitahukan bahwa gaji 5 bulan tersebut tidak akan dibayarkan secara full melainkan 50%.Padahal jika tidak PPKM, kantor tetap masuk normal Senin – Jumat.Saya merasa keputusan ini sepihak tanpa adanya negosiasi / pemberitahuan sebelumnya dan tidak adil karena beberapa bulan kami masuk normal Senin – Jumat.Apakah saya masih bisa bernegosiasi dengan kantor? Kalau iya, apakah dasar hukumnya ?Terima kasih.Ulasan Lengkap
Salah satu hak pekerja adalah menerima gaji atas kewajiban yang telah dilakukannya yaitu melaksanakan pekerjaan sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian kerja oleh dan diantara pemberi kerja/pengusaha dengan pekerja itu sendiri.
Mencermati pertanyaan tersebut, tidak disebutkan secara eksplisit mengenai kapan pemberlakuan tunggakan gaji tersebut. Oleh karena itu, kami mengasumsikan bahwa perusahaan telah menunggak gaji sejak Februari atau Maret 2021. Di dalam pertanyaan juga tidak disebutkan apakah tunggakan gaji tersebut memang telah disepakati untuk tidak dibayar selama 5 (lima) bulan atau lebih atau memang keputusan sepihak dari perusahaan. Perlu diingat bahwa Pasal 185 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan:
“Barangsiapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)“
Adapun isi dari Pasal 88A ayat (3) adalah:
“Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kesepakatan“
Dengan demikian, pengusaha/perusahaan harus membayar pekerja/buruh sesuai dengan kesepakatan yang ada.
Lebih lanjut, mengingat masa pandemi yang juga berkemungkinan besar berpengaruh terhadap pengusaha, maka ada baiknya penyelesaian tidak begitu saja dilakukan dengan pidana, sebab pidana pun juga bersifat sebagai penyelesaian terakhir (ultimum remidium). Atas hal tersebut, maka ketentuan yang berlaku adalah Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 (selanjutnya disebut SE Menaker 3/2020). Dalam hal melaksanakan perlindungan pengupahan bagi pekerja/buruh Angka Romawi II nomor 4 SE Menaker 3/2020 menerbitkan kebijakan sebagai berikut :
“Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pada Bulan Februari atau Maret 2021 seharusnya perusahaan sudah membuat kesepakatan dengan pekerja terkait cara pembayaran dan besaran upah yang dibayarkan. Sebagai contoh, perusahan dan pekerja pada Bulan Februari atau Maret 2021 telah membuat kesepakatan bahwa gaji akan diberikan pada setiap 5 (lima) bulan sekali dengan nilai 50% (lima puluh persen) dari nilai gaji normal. Di dalam pertanyaan tidak disebutkan terkait tata cara pembayaran gaji yang tertunggak yang telah disepakati oleh Pekerja dan Pengusaha pada Bulan Februari atau Maret 2021. Dengan demikian, apabila adanya tunggakan gaji tersebut tidak pernah menjadi kesepakatan antara perusahaan dan pekerja, serta apabila besaran upah yang akan dibayarkan atas nilai gaji yang tertunggak baru disampaikan setelah gaji pekerja tertunggak selama 5 (lima) bulan, maka tentu hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Atas hal tersebut, maka pekerja dalam melakukan negosiasi dengan pengusaha dan berhak meminta pembayaran atas gaji tersebut secara sekaligus serta dengan nilai normal, mengingat atas gaji yang telah tertunggak selama 5 (lima) bulan tersebut belum pernah ada kesepakatan pemotongan nilai gaji menjadi 50% (lima puluh persen) dari nilai gaji normal.
Lebih lanjut, dalam pertanyaan tersebut tidak disebutkan apakah pekerja melakukan WFH atau dalam status dirumahkan. Pada tanggal 13 Agustus 2021 telah terbit Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19), dimana dalam Huruf B angka 1 butir a telah diatur bahwa:
“Bagi pekerja/buruh yang melaksanakan WFO atau WFH maupun kombinasi keduanya, maka pekerja/buruh tersebut tetap berhak atas upah“
Dengan demikian meski pekerja tidak bekerja di kantor karena adanya masa PPKM yang memaksa pengusaha untuk memperkerjakan pekerjanya di rumah masing-masing, maka pekerja tersebut masih tetap memiliki hak atas upah. Namun demikian, terkait upah tersebut juga diatur dalam Huruf B Angka 1 butir b, yaitu:
“Bagi pengusaha yang secara finansial tidak mampu membayar upah yang biasa diterima pekerja/buruh karena terdampak pandemi Covid-l9 maka pengusaha dapat melakukan penyesuaian upah. Penyesuaian upah tersebut didasarkan pada kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan dilakukan secara adil dan proporsional dengan memperhatikan kelangsungan hidup pekerja/buruh dan kelangsungan berusaha. Ketentuan ini, berlaku juga bagi perusahaan yang melaksanakan kerja shift.”
Oleh karena itu sekali lagi, apabila perusahaan tidak mampu untuk membayar pekerjanya, maka sudah seharusnya perusahaan dan pekerja membuat kesepakatan terkait penyesuaian upah, baik besaran maupun tata cara pembayarannya.
Hal tersebut juga berlaku bagi pekerja yang dirumahkan. Namun demikian, apabila telah terdapat Pejanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Atau Peraturan Kerja Bersama yang mengatur mengenai upah bagi pekerja yang dirumahkan, maka yang berlaku adalah ketentuan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Atau Peraturan Kerja Bersama tersebut.
Kesepakatan tersebut pun juga harus dilakukan secara tertulis dengan menuliskan secara rinci terkait besaran upah yang akan dibayarkan dan tata cara pembayaran upah. Hal tersebut sebagaimana Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) Huruf B angka 4. Kesepakatan secara tertulis tersebut juga selayaknya wajib guna melindungi baik kepentingan pengusaha maupun kepentingan pekerja. Kesepakatan tersebut pun juga harus dilaporkan kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan