Upaya Hukum Menuntut Nafkah Anak Apabila Terjadi Kelalaian Pembiayaan Nafkah Anak
Pertanyaan
Assalamualaikum wr wb, selamat sore Mohon maaf saya sudah cerai dengan suami selama 4tahun, usia anak 4tahun, mantan suami tidak pernah memberikan nafkah lahir batin ke anak yang sesuai tertulis di kutipan akte cerai, apakah itu bisa saya tuntut di pengadilan agama? Terimakasih atas jawabannya Wassalamu'alaikum wr wbUlasan Lengkap
Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara berikan. Terlebih dahulu kami jelaskan mengenai perceraian dalam ketentuan perundang-undangan dan dikaitkan dengan kewajiban Suami untuk menafkahi pasca adanya putusan hakim.
Perlu diketahui bahwa dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan) menyatakan bahwa putusnya perkawinan disebabkan karena Kematian, Perceraian dan atas keputusan Pengadilan. Dalam UU Perkawinan, mengatur terkait dengan proses perceraian yang dimuat dalam Pasal 39 dan Pasal 40 UU Perkawinan yang berbunyi:
Pasal 39 UU Perkawinan
- Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
- Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri.
- Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersebut.
Pasal 40 UU Perkawinan
- Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
- Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Dari ketentuan di atas, prosedur perceraian haruslah berdasarkan putusan pengadilan. Dalam pertanyaan Saudara, tidak menjelaskan terkait ada atau tidaknya putusan pengadilan tersebut, namun kami asumsikan hal tersebut telah ada karena sudah terdapat kutipan Akta Cerai. Adapun berkaitan dengan kewajiban menafkahi seorang anak, menurut Pasal 41 UU Perkawinan, menerangkan sebagai berikut:
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
- Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.
- Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.
- Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Menurut ketentuan di atas, kedua belah pihak menanggung setiap kebutuhan anak seperti misalnya biaya penghidupan dan pendidikan anak. Ketentuan di atas juga menunjukkan bahwa bapak yang memiliki beban tanggung jawab terhadap kehidupan anak. Hal ini juga sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UUPA).
Berkaitan dengan pertanyaan Saudara, pada dasarnya Akta Cerai tidak mencantumkan kewajiban ayah untuk menafkahi anak, sebab hal tersebut hanya dicantumkan dalam Salinan Putusan Cerai yang juga memuat hak asuh anak. Adapun jika Mantan Suami Saudara tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana telah tertuang dalam Salinan Putusan Cerai, maka Saudara dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Adapun berdasar Pasal 54 Undang-Undang Peradilan Agama, hukum acara yang berlaku di Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku di Pengadilan Agama dalam lingkungan Peradilan Umum. Adapun eksekusi diatur dalam Pasal 196 Het Herziene Indonesich Reglement (HIR) yang berbunyi:
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
Mengingat bahwa putusan pengadilan itu mempunyai kekuatan mengikat, putusan pengadilan juga mempunyai kekuatan eksekutorial sehingga untuk mengatasi permasalahan pelaksanaan eksekusi putusan dapat dilakukan dengan mengajukan permohonana pelaksanaan eksekusi. Selain itu, merujuk ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berbunyi:
Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan debitur itu.
Putusan pengadilan yang menghukum suami untuk menanggung atau membayar nafkah anak merupakan suatu perintah hakim atau pengadilan yang harus dilaksanakan sesuai waktu yang diperintahkan, demi kelangsungan hidup anak tersebut dan pemenuhan kesejahteraannya. Oleh karena itu apabila suami atau ayah anak tersebut tidak melaksanakan putusan hakim itu, maka dapat dianggap memiliki hutang kepada mantan istrinya (ibu yang memelihara) anaknya tersebut.
Namun demikian, apabila ternyata belum ada putusan terkait nafkah anak, maka Saudara juga dapat mengajukan gugatan nafkah anak ke Pengadilan Agama menurut ketentuan Pasal 66 ayat (5) dan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UU Peradilan Agama) menyatakan bahwa:
Pasal 66 Ayat (5) UU Peradilan Agama
(5) Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.
Pasal 86 Ayat (1) UU Peradilan Agama
(1) Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dari 2 (dua) ketentuan di atas dapat diketahui bahwa para pihak dapat mengajukan tuntutan nafkah anak kepada Pengadilan Negeri Agama sebelum atau sesudah adanya putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.
Demikian jawaban yang kami berikan, semoga dapat bermanfaat dan membatu menjawab permasalahan yang Saudara alami.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan