Sewa Menyewa Tanah Secara Lisan Berujung Penyerobotan Tanah, Begini Pasal 1571 KUH Perdata Mengaturnya

izin pemanfaatan air tanah hak atas tanah sewa yang dialihkan waris tanah petok pencatatan tanah girik sewa menyewa tanah penjualan tanah milik orang lain wasiat yang melanggar legitime portie penyerobotan lahan Hukum Agraria Photo by Robi Putri J

Pertanyaan

Bagaimana cara mengusir orang yang meminta izin melakukan bisnis di tanah kita tapi sebelumnya tidak ada hitam diatas putih hanya ada saksi pada saat dilakukan transaksi sewa. Kemudian malah tidak ingin pergi setelah masa sewa habis ketika ditemui karena masa sewa habis secara baik² malah melaporkan kepada polisi. Setelah itu dri pihak kami melaporkan kembali kepada polisi karena penyerobotan tetapi polisi tidak memproses dengan baik dan malah memperlambat dan harus ke persidangan padahal kita tidak perlu ke persidangan karena secara bukti nyata sdh ada saksi dan surat tanah dalam bentuk notaris dan diakui oleh kelurahan setempat. Sebelumnya juga sudah dipanggil oleh lurah untuk dapat di meditasi tetapi penyerobot tidak datang kemudian setelah ditemui kembali masih dengan secara baik² tetapi malah memagar tanah dan juga meminta bantuan adat sekitar. Dari pihak kami sudah melaporkan ke polisi tapi hasilnya nihil dan ke kelurahan tapi kepala lurah sibuk sedangkan penyerobot makin menjadi². Apa yang harus kami lakukan? Bagaimana cara agar si penyerobot setidaknya pergi karena sebenarnya kami itu mau damai tapi si penyerobot yang tidak mau damai?

Ulasan Lengkap

Terima kasih atas pertanyaan Saudara,

Perjanjian Sewa Menyewa Tanah

Hak Atas Tanah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut “UUPA”). Dalam UUPA tersebut terdapat beberapa jenis hak atas tanah, diantaranya Hak Milik yang merupakan hak tertinggi dan termutlak yang dimiliki seseorang. Disamping itu, ada pula Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan lain-lain. Dalam pertanyaan Saudara, tidak dsebutkan jenis hak atas tanah yang Saudara miliki, sehingga dalam hal ini kami mengasumsikan bahwa hak atas tanah yang Saudara miliki adalah Hak Milik.

Bukti kepemilikan hak atas tanah adalah Sertipikat Hak Atas Tanah. Terhadap hak atas tanah yang dimiliki, seseorang juga memiliki hak untuk melakukan sewa menyewa dengan pihak lain. Hak Sewa pun merupakan Hak Atas Tanah yang diatur dalam Pasal 44 UUPA yang menyatakan:

(1) Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah-milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.

(2) Pembayaran uang sewa dapat dilakukan

  1. satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
  2. sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.

(3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

Untuk perjanjian sewa menyewa sendiri diatur dalam Buku 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut “KUH Perdata”). Pasal 1320 KUH Perdata mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, yaitu kesepakatan, kecakapan, obyek tertentu, dan sebab yang tidak dilarang. Adapun Pasal 1338 KUH Perdata mengatur bahwa para pihak harus menjalankan perjanjian dengan itikad baik.

Tidak ada ketentuan yang mengharuskan sewa menyewa dilakukan secara tertulis, oleh karena itu berdasar asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian lisan pun juga dapat mengikat para pihak. Guna membuktikan perjanjian lisan tersebut di suatu waktu nanti, perjanjian lisan harus dilakukan dengan disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi. Namun demikian, sangat disarankan agar perjanjian dilakukan secara tertulis guna menghindari adanya multiinterpretasi atau potensi ingkar janji serta sulitnya pembuktian jika terjadi permasalahan.

Pasal 1548 KUH Perdata memberikan pengertian sewa menyewa sebagai:

Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.

Selanjutnya, Pasal 1571 KUH Perdata mengatur:

Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan setelah salah satu pihak memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.”

Dengan demikian, karena perjanjian sewa menyewa tanah antara Saudara selaku pemberi sewa dengan penyewa dilakukan secara lisan, maka berakhirnya waktu sewa adalah saat Saudara memberitahukan kepada yang bersangkutan bahwa jangka waktu sewa tersebut telah berakhir. Meski demikian, pemberitahuan tersebut sebaiknya juga dilakukan dengan memperhatikan waktu yang dibutuhkan bagi penerima sewa untuk keluar dari tempat tersebut.

 

Penyerobotan Tanah

Sebagaimana Saudara sampaikan dalam pertanyaan Saudara, bahwa perjanjian sewa menyewa telah berakhir. Berdasar uraian sebelumnya, telah disampaikan bahwa karena perjanjian sewa menyewa tersebut dilakukan seccara lisan, maka dengan adanya pemberitahuan dari Saudara bahwa jangka waktu sewa berakhir, maka sewa menyewa tersebut pun telah berakhir.

Lebih lanjut, ketika Saudara sudah memberitahukan berakhirnya jangka waktu sewa, namun penyewa masih menempati tanah tersebut setelah berakhirnya jangka waktu sewa, maka tindakan tersebut adalah tindakan melanggar hukum yang dapat diproses secara perdata dan tindakan melawan hukum yang dapat ditindak melalui pidana.

Merujuk pada pertanyaan Saudara, Saudara telah melakukan tindakan laporan polisi dengan melaporkannya sebagai tindakan penyerobotan tanah. Tindak Pidana penyerobotan tanah diatur dalam Pasal 167 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut “KUHP”), yang menyatakan:

“Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan me- lawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lema sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Oleh karena itu, tindakan laporan pidana Saudara sudah tepat.

Di sisi lain, jika Saudara bermaksud melakukan pengosongan terhadap tanah tersebut, Saudara dapat mengajukan gugatan perdata kepada pengadilan. Gugatan tersebut didasarkan pada perbuatan melanggar hukum, dengan petitum yang para pokoknya meminta penyewa atau tergugat untuk mengosongkan seluruh tanah tersebut. Dalam proses gugatan tersebut nantinya juga akan ada tahap mediasi yang harus Saudara lakukan bersama penyewa (jika penyewa hadir) dengan mediator yang ditunjuk oleh para pihak atau ditunjuk oleh pengadilan. Manakala gugatan Saudara dikabulkan dan penyewa tetap tidak berkenan keluar, Saudara dapat mengajukan permohonan eksekusi pengosongan yang nantinya pengosongan akan dibantu oleh aparat pengadilan.

Meski Saudara adalah pemilik tanah tersebut, namun dikarenakan di dalam tanah tersebut masih ada pihak lain dan barang-barangnya, maka Saudara tidak dapat melakukan pengosongan secara sepihak. Hal tersebut dapat berpotensi menimbulkan permasalahan hukum nantinya, baik dikarenakan dugaan adanya pemutusan perjanjian yang tidak berdasar hukum atau dugaan perusakan barang.

 

Proses Hukum Acara Pidana Penyerobotan Tanah

Merujuk pertanyaan Saudara, laporan pidana tersebut sedang disidangkan dimana Saudara tidak membutuhkan hal tersebut. Sayangnya, sistem hukum acara pidana telah memiliki aturannya sendiri. Laporan pidana tentunya akan ditindaklanjuti dengan penyelidikan, yang apabila telah ditemukan tindak pidananya maka akan dilanjutkan dengan penyidikan. Setelah penyidikan selesai, maka akan dilanjutkan oleh penuntut umum untuk diperiksa oleh hakim dalam persidangan.

Hukum Pidana mengenal Asas Praduga Tidak Bersalah atau presumption of innocent. Asas tersebut mengatur bahwa seseorang tidak dapat dinyatakan bersalah atau dinyatakan melakukan tindak pidana sebelum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, jika Saudara akan membuktikan adanya tindak pidana penyerobotan tanah oleh penyewa, maka tentu harus ada persidangan dahulu atas perkara tersebut.

Lebih lanjut, dalam Hukum Acara Pidana saat ini juga mengenal Restorative Justice, dimana pelapor dan terlapor dapat melakukan perdamaian dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Restorative Justice dapat dilakukan baik di tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. Namun demikian, perdamaian baik secara Restorative Justice maupun perdamaian secara perdata tidak dapat dilakukan tanpa adanya kesepakatan kedua belah pihak.

 

Demikian jawaban atas pertanyaan Saudara. Semoga bermanfaat.

Terima kasih.

 

Baca juga:

Perjanjian Sewa Menyewa Rumah atau Tanah, 3 Hal yang Harus Masuk Dalam Perjanjian

Hak Menumpang Atau Hak Sewa? Saat Orang Tinggal Di Rumah Orang Lain

Menyewakan Rumah yang Diurusnya

Penyelesaian Sengketa Penyerobotan Tanah, Bisakah Langsung Diusir Paksa?

Macam-macam Penyerobotan Tanah yang dapat dikenakan Pidana

 

Tonton juga:

sewa menyewa tanah| sewa menyewa tanah|sewa menyewa tanah|sewa menyewa tanah|sewa menyewa tanah|sewa menyewa tanah|sewa menyewa tanah|sewa menyewa tanah|sewa menyewa tanah|sewa menyewa tanah|sewa menyewa tanah|sewa menyewa tanah|

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan