Penjualan Tanah Milik Orang Lain yang Hasilnya Digunakan Tanpa Izin Pemilik

izin pemanfaatan air tanah hak atas tanah sewa yang dialihkan waris tanah petok pencatatan tanah girik sewa menyewa tanah penjualan tanah milik orang lain wasiat yang melanggar legitime portie penyerobotan lahan Hukum Agraria Photo by Robi Putri J

Pertanyaan

kami adalah 7 bersaudara dari seorang ibu selaku pemilik tanah, dan salah 1 anak di percaya oleh ibu untuk menjual tanah tsb, tetapi setelah Tanah tsb laku di jual , anak tsb menyalah gunakan kepercayaan dari ibu, dengan menggunakan uang hasil penjualan tanah tsb untuk kepentingan nya sendiri, apakah anak tsb bisa dikenakan hukum pidana?

Ulasan Lengkap

Terima kasih atas pertanyaan Saudara,

Penjualan Tanah Milik Orang Lain

Tanah merupakan benda tidak bergerak yang pembuktian kepemilikannya didasarkan pada pendaftaran. Ketentuan tentang pendaftaran hak atas tanah sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Agraria (selanjutnya disebut “UUPA”).

Dalam pertanyaan Saudara, tidak disebutkan jenis hak atas tanah yang dimiliki Ibu Saudara tersebut. Namun demikian, penjualan atas benda tidak bergerak berupa tanah harus dilaksanakan dengan Akta Jual Beli yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut “PPAT”), dan penjualan oleh kakak/adik Saudara tersebut harus dilakukan berdasarkan surat kuasa dari Ibu Saudara.

Pasal 1797 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut “KUH Perdata”) mengatur:

Penerima kuasa tidak boleh melakukan apa pun yang melampaui kuasanya, kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan suatu perkara secara damai, tidak mengandung hak untuk menggantungkan penyelesaian perkara pada keputusan wasit.

Oleh karena itu, perlu dilihat apakah yang menjadi isi dari surat kuasa tersebut. Apabila surat kuasa hanya sampai pada perbuatan penjualan tanah milik orang lain atau pemberi kuasa dan tidak menerima uang, maka yang berhak untuk menerima uang tetap Ibu Saudara. Namun jika dalam surat kuasa juga disebutkan mencakup hingga penerimaan uang, maka penerima kuasa juga berhak untuk menerima uang dari pembeli.

Meski demikian, Saudara harus terlebih dahulu memeriksa apakah tanah tersebut telah benar-benar dijual dan telah dibalik nama. Disamping itu, Saudara harus pula memastikan bahwa pembeli telah membayarkan uangnya dan tidak menggunakan cek atau giro yang belum dicairkan oleh pihak Ibu Saudara atau penerima kuasanya.

 

Tindak Pidana Pengglapan Karena Hasil Penjualan yang Digunakan Tanpa Izin Pemilik

Lebih lanjut, jika penerima kuasa berdasar surat kuasa yang ada berhak untuk menerima uang dari pembeli, maka ia dapat menerima uang tersebut untuk kemudian diberikan kepada pemberi kuasa. Hal tersebut berdasarkan Pasal 1792 KUH Perdata yang menyatakan:

Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.

Berdasar ketentuan tersebut, kuasa hanya memberikan hak kepada penerima kuasa untuk melakukan suatu tindakan, dan bukan untuk menerima sesuatu untuk dirinya sendiri.

Adapun kuasa dapat diberikan dengan cuma-cuma atau dengan imbalan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1794 KUH Perdata. Imbalan atau upah itupun juga harus terlebih dahulu diperjanjikan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa. Apabila kakak/adik Saudara berhak memperoleh imbalan/upah, maka tentunya tidak sejumlah seluruh hasil jual beli.

Di sisi lain, jika kakak/adik Saudara tidak berhak memperoleh imbalan/upah, sedangkan ia mengambil seluruh dari uang hasil jual beli tersebut, atau justru kakak/adik Saudara tidak memiliki hak untuk memperoleh imbalan/upah namun menggunakan sebagian atau seluruh uang hasil penjualan tersebut, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan. Ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana penggelapan adalah Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut “KUHP”) yang mengatur:

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Unsur-unsur dari tindak pidana penggelapan berdasar Pasal 372 KUHP tersebut adalah:

  1. “Barang siapa”. Pengertian dari unsur ini adalah menunjuk pada subyek hukum individu atau naturlijk persoon yang cakap dan dapat melakukan pertanggungjawaban hukum;
  2. “Dengan sengaja dan melawan hukum”. Pengertian dari unsur ini adalah suatu tindakan yang disadari olehnya bahwa perbuatan tersebut tidak benar, serta perbuatan tersebut melanggar peraturan yang berlaku;
  3. “Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain”. Pengertian dari unsur ini adalah barang yang diakui sebagai miliknya atau digunakan olehnya adalah barang yang sebenar-benarnya bukan miliknya. Dalam hal ini, perlu diperhatikan apakah kakak/adik Saudara memiliki hak untuk memperoleh imbalan/upah dalam penerimaan kuasa tersebut, dan apakah nilai uang yang digunakan untuk kepentingan pribadinya tersebut melebihi dari hak yang seharusnya dia peroleh atau tidak. Atau jika memang kakak/adik Saudara tidak memiliki hak untuk memperoleh imbalan/upah, dan uang yang digunakan oleh kakak/adik Saudara tersebut benar adalah uang hasil penjualan tanah milik Ibu Suadara, maka kakak/adik Saudara tersebut telah memenuhi unsur ini; dan
  4. “Tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan”. Pengertian dari unsur ini adalah bahwa benda yang diakui miliknya atau digunakan olehnya tersebut adalah milik orang lain, namun diterima olehnya dengan berdasar kekuasaan yang dimilikinya dan bukan karena kejahatan seperti pencurian atau perampokan. Unsur ini terpenuhi manakala kakak/adik Saudara memperoleh kuasa dari Ibu Saudara untuk menerima hasil penjualan.

Tindak Pidana Pencurian dan Penipuan

Dalam hal kakak/adik Saudara tidak memiliki kuasa untuk menerima uang, maka kakak/adik Saudara dapat diduga telah melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan:

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Kakak/adik Saudara juga dapat diduga melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP yang mengatur:

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Namun demikian, pasal penipuan tersebut juga dapat diduga dilakukan oleh pembeli manakala terbukti bahwa pembeli tidak membayarkan uang kepada penjual.

 

Demikian jawaban atas pertanyaan Saudara, semoga bermanfaat.

Terima kasih.

 

Baca juga:

Perbedaan Korupsi dan Penggelapan: 1 Perbedaan Signifikat yang Harus Diketahui

Perbedaan antara Penipuan dengan Penggelapan

Perbedaan Penipuan dan Wanprestasi yang Dimulai dari Perjanjian

Modus Penipuan Dengan Menggunakan Cek & Bilyet Giro

 

Tonton juga:

penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain| penjualan tanah milik orang lain|

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan