Mengusir Orang Yang Menumpang di Tanah Warisan

image by designer491 on istockphoto.com

Pertanyaan

Dulu semasa almarhum ayah saya masih hidup beliau mengizin kan tanah tersebut di tempati seseorang dengan kata lain menumpang… Setelah ayah saya meninggal,tanah tersebut mau saya tempati dan mendirikan bangunan.. Sedangkan ibu saya masih mengizinkan orang tersebut menetap di tanah itu… Apakan saya sebagai ahliwaris berhak mengusir orang tersebut ?

Ulasan Lengkap

Terima kasih atas pertanyaan Saudara.

Sebelumnya dalam pertanyaan Saudara, tidak menjelaskan secara rinci terkait yang dimaksud menumpang. Selain itu, Saudara tidak menjelaskan mengenai tanah tersebut apakah sebelumnya telah berdiri suatu bangunan di atasnya lalu ditempati atau sebaliknya. Berkaitan dengan hal tersebut, kami akan menjelaskan mengenai hak dari ahli waris terhadap harta peninggalan dari pewaris sebagaimana yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 

Hukum perdata mengatur beberapa hak ahli waris terhadap harta peninggalan harta warisan antara lain sebagai berikut:

  1. Hak saisine, diatur dalam Pasal 833 Ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa “Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.” Beralihnya segala hak dan kewajiban pewaris secara sendiri atau otomatis, tanpa dibutuhkan tindakan tertentu dari ahli waris tersebut yang disebut dengan hak saisine.
  2. Hak hereditatis petitio, diatur dalam Pasal 834-835 KUH Perdata, yaitu setiap ahli waris berhak melakukan penuntutan hukum untuk memperjuangkan hak warisnya. Hak penuntutan ini menyerupai hak penuntutan seorang pemilik suatu benda, dan menurut maksudnya penuntutan itu harus ditujukan kepada orang yang menguasai satu benda warisan dengan maksud untuk memilikinya.
  3. Hak untuk menuntut pembagian warisan atau pemisahan harta warisan sebagaimana diatur dalam Pasal 1066 KUH Perdata
  4. Hak untuk menolak harta warisan, yang diatur dalam Pasal 1057-1060 KUH Perdata, bahwa tak seorang pun diwajibkan untuk menerima suatu warisan yang jatuh kepadanya, sehingga menolak warisan merupakan suatu hak yang dapat digunakan atau tidak digunakan.
  5. Hak untuk berpikir yang diatur dalam Pasal 1023 KUH Perdata, bahwa hak tersebut diberikan dengan jangka waktu 4 (empat) bulan sejak warisan jatuh dan segera harus menentukan sikap untuk menerima warisan dengan murni, menolak warisan atau menerima dengan catatan.

Kompilasi Hukum Islam 

Selain hak-hak ahli waris yang diatur dalam KUH Perdata, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga mengatur beberapa hak ahli waris terhadap harta peninggalan pewaris, antara lain sebagai berikut:

  1. Berhak menerima besaran bagian dari harta warisan si pewaris sebagaimana diatur dalam 176-182 KHI.
  2. Berhak menuntut pembagian harta warisan si pewaris sebagaimana diatur dalam Pasal 183 dan 188 KHI
  3. Berhak digantikan apabila ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris sebagaimana disebutkan dalam Pasal 185 KHI.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dalam hal ini Saudara sebagai ahli waris dari Ayah Saudara memiliki hak untuk memperjuangkan bagian Saudara dari harta warisan Ayah Saudara.

Adapun dari pertanyaan Saudara, kami mengasumsikan adanya perbedaan kebijakan dari Saudara dengan Ibu Saudara. Sebagaimana telah disampaikan di atas, baik Saudara maupun Ibu Saudara adalah ahli waris dari ayah Saudara, sehingga Ibu Saudara juga memiliki hak atas harta waris yang ditinggalkan oleh Ayah Saudara, bahkan jika tanah tersebut diperoleh setelah pernikahan, maka Ibu Saudara juga berhak setengah dari bidang/nilai tanah tersebut.

Berkaitan dengan ‘mengusir orang yang menumpang’, apabila memang belum ada pembagian waris sehingga bidang tanah tersebut masih belum diserahkan kepada salah satu ahli waris, maka kami menyarankan untuk dibicarakan terlebih dahulu kepada setiap ahli waris dari Ayah Saudara sebelum ‘mengusir’ orang tersebut. Apabila seluruh ahli waris telah bersepakat untuk ‘mengusir orang tersebut’, selanjutnya Saudara dapat membicarakan hasil kesepakatan tersebut secara baik-baik dengan cara musyawarah atau bila perlu minta bantuan pihak ketiga untuk dimediasikan.

Sebaliknya, apabila seluruh ahli waris yang memiliki hak atas bidang tanah tersebut sepakat untuk membangun dan meminta orang tersebut keluar, dan ternyata orang yang menempati tanah warisan tersebut tidak ingin pergi meskipun telah dibicarakan secara baik-baik, Saudara dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke pengadilan negeri setempat atau melaporkan hal tersebut kepada pihak Kepolisian atas dugaan tindak pidana memasuki pekarangan orang lain tanpa izin sebagaimana diatur dalam Pasal 167 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Meski demikian, untuk mengusir orang yang menumpang di tanah warisan, maka harus dilihat terlebih dahulu terkait bangunan yang ada di atas tanah tersebut. Apabila ternyata bidang tanah tersebut awalnya diberikan hak menumpang oleh ayah Saudara kepada orang dimaksud, dan orang dimaksudlah yang membangun, maka Saudara dapat meminta orang tersebut untuk membongkar bangunannya. Adapun jika Saudara meminta bangunan tidak dibongkar, maka Saudara dapat memberikan uang pengganti sebagai pengganti nilai bangunan tersebut.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan