Membagi Warisan Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam

Photo by Andrea Piacquadio on Pexels

Pertanyaan

kakek-nenek saya memiliki warisan sejumlah rumah, hal tersebut menjadikan ayah saya dan saudara-saudarinya sebagai ahli waris. ada salah satu paman saya yang menjadi ahli waris namun dirinya pun kini telah tiada,lalu sebelum paman meninggal,beliau membuat surat wasiat yang mana surat tersebut mengangkat istrinya sebagai ahli waris untuk harta waris dari kakek-nenek ,dikarenakan paman tak memiliki anak dari hasil pernikahannya tersebut. bagaimana pandangan secara hukum negara maupun hukum syariat islam? mohon pencerahannya

Ulasan Lengkap

Berkaitan dengan pertanyaan Saudara terkait dengan hukum waris, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia, terdapat 3 (tiga) hukum waris yang dapat diterapkan yaitu Hukum Waris berdasarkan KUHPerdata/BW, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Adat. Dikarenakan dalam pertanyaan Saudara tidak menyebutkan mengenai hukum waris yang dianut baik oleh pewaris dan oleh ahli waris, maka dalam menjawab pertanyaan tersebut akan didasarkan pada Hukum Waris berdasar KUHPerdata/BW dan Hukum Waris Islam.

Hukum Waris Berdasarkan KUHPerdata/BW

Berdasar pada pertanyaan tersebut, maka yang bertindak sebagai pewaris (pihak yang meninggal dunia) adalah kakek dan nenek, dan ahli waris adalah ayah dan saudara-saudaranya yang salah satunya adalah paman Saudara. Hal tersebut adalah benar dan telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 832 KUH Perdata, dimana yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah. Dengan demikian, jika kakek dan nenek Saudara telah meninggal, maka ayah Saudara dan saudara-saudaranya (termasuk Paman) adalah pihak yang berhak untuk menjadi ahli waris.

Selanjutnya, berdasar pada pertanyaan tersebut, diasumsikan bahwa paman meninggal setelah kakek dan nenek meninggal, yang artinya tidak ada peristiwa ahli waris pengganti. Oleh karena itu, paman mewarisi harta yang ditinggalkan oleh kakek dan nenek sesuai dengan proporsi yang diperolehnya, dan perlu diingat bahwa hukum waris yang berdasar pada KUHPerdata/BW tidak membeda-bedakan proporsi yang diperoleh ahli waris, sehingga nilai harta waris harus dibagi sama dengan seluruh ahli waris.

Manakala paman Saudara meninggal, maka yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah anak-anak dan istrinya sebagaimana diatur dalam Pasal 832 KUH Perdata. Namun demikian, apabila ternyata paman Saudara tidak memiliki anak, maka yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah istri paman, sebagaimana Pasal 852 KUH Perdata. Dengan demikian, tanpa adanya wasiat pun, istri paman telah berhak atas segala hak waris dari paman yang telah meninggal.

Hukum Waris Islam

Berbeda halnya dengan Hukum Waris Islam yang berdasarkan Pada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Apabila kakek dan nenek meninggal dunia, maka anak-anaknya (ayah Saudara dan saudara-saudaranya) memiliki hak sebagai ahli waris, sesuai dengan proporsinya, dimana bagian perempuan dan laki-laki memiliki perbandingan 1:2.

Selanjutnya, apabila setelah mendapatkan waris ternyata paman meninggal dunia, maka yang berhak untuk menjadi ahli waris paman adalah istrinya dan saudara-saudara paman sesuai dengan proporsi yang ditentukan. Manakala Paman menghibahwasiatkan seluruh warisan yang dia peroleh kepada istrinya, maka hal tersebut adalah tidak sah karena melanggar ketentuan legitime portie sebagaimana diatur dalam pasal 201 KHI.

(Lebih lanjut, silahkan baca Pembagian Warisan Dalam KUHPerdata & KHI)

Demikian jawaban yang kami berikan, semoga dapat bermanfaat.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan