Harta Waris Bisakah Menjadi Harta Perkawinan?

harta waris

Pertanyaan

Jika seorang ayah memberikan setumpuk tanah kepada anak kandungnya, dan tanah tersebut dibuat surat atas nama anak kandungnya. Kemudian anak kandungnya menikah dan punya anak. Apakah anak dan isteri nya punya hak atas warisan tersebut? Sedangkan tanah tersebut dijual tanpa persetujuan anak dan isterinya.

Ulasan Lengkap

Terima kasih atas pertanyaanya,

Hukum pembagian waris sejatinya bergantung pada kesepakatan ahli waris untuk menggunakan ketentuan pembagian dalam sudut hukum yang mana. Pembagian harta waris dapat dilakukan berdasarkan Hukum Perdata, Hukum Waris Islam, maupun Hukum Adat. Dimana nantinya masing-masing pembagian waris berdasarkan hukum yang dipilih memiliki perhitungan dan konsekuensi tersendiri.

Berdasarkan pertanyaan Saudara kami simpulkan bahwa yang dimaksud anak dan istri adalah anak dan istri dari ‘anak kandung’ dalam pertanyaan Saudara. Untuk itu lebih dulu kami akan menjelaskan kedudukan waris antara ayah dan anak kandungnya sebagai poin pertama dalam pertanyaan yang Saudara sampaikan.

Ketentuan Waris Orang Tua Kepada Anak

Anak menjadi ahli waris terhadap orang tua dalam hal ini ayahnya tercantum baik dalam Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) maupun pembagian waris dalam Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sehingga pemberian tanah dari ayah kepada anaknya adalah sah dan dapat dilakukan proses balik nama sertifikat tanah menjadi atas nama anaknya. Namun pernyataan saudara bahwa ayah memberikan setumpuk tanah maka dapat juga diartikan bahwa tanah dimiliki oleh anak kandung melalui proses hibah (pemberian) atau bahkan wasiat.

Hibah berarti pemberian saat pihak yang memiliki harta tersebut masih hidup kepada orang yang hidup pula. Sedangkan Wasiat adalah keinginan orang yang memiliki harta untuk memberikan hartanya kepada seseorang, dan wasiat baru berlaku ketika orang yang memiliki harta tersebut telah meninggal dunia.

Hibah/Wasiat dan waris memiliki perbedaan dalam konsekuensi dan besaran nilainya. Dimana hibah dapat diberikan kepada siapapun dengan maksimal tidak lebih dari ⅓ harta peninggalan, sedangkan waris diberikan kepada ahli waris yang sah dengan bagian-bagian tertentu. Dalam hal ini anak kandung laki-laki mendapat bagian ‘ashobah (sisa) setelah bagian ibu dan ahli waris selain ibu dan anak telah diberikan.[1] Sehingga perlu diketahui terlebih dahulu pemberian dari ayah kepada anak kandung tersebut berdasarkan pembagian waris atau hibah.

Selanjutnya, dalam pertanyaan saudara, anak yang mendapatkan pemberian tanah tersebut telah menikah dan mempunyai istri serta anak, sehingga hubungan kewarisan dan kepemilikan harta benda berpindah dalam susunan keluarga yang baru dimana ‘anak kandung’ menjadi ayah dan/atau suami dari anak dan istrinya.

Harta Dalam Perkawinan

Dalam harta bersama dalam perkawinan sendiri terbagi dalam 3 golongan, antara lain:

  1. Harta bawaan, yaitu harta suami istri yang telah dimiliki sebelum mereka terikat dalam perkawinan. Harta tersebut bisa berasal dari warisan, hibah, atau usaha suami istri sendiri sebelum terjadinya perkawinan;
  2. Harta masing-masing suami istri setelah perkawinan, yaitu harta masing-masing suami atau istri yang dapat diperoleh dari warisan, wasiat, atau hibah untuk diri masing-masing suami istri dan bukan atas usaha mereka;
  3. Harta pencaharian, yaitu harta yang didapatkan setelah adanya ikatan perkawinan dan atas usaha dari suami istri atau salah satu dari mereka.[2]

Setiap harta dalam perkawinan menjadi hak milik bersama antara suami dan istri, namun apabila salah satu dari suami/istri meninggal dunia maka harta tersebut dapat dibagi kepada ahli waris yang sah yang didalamnya termasuk anak-anak dari perkawinan tersebut.

Kami juga kurang bisa memahami pertanyaan saudara terkait hak istri dan anak dalam harta warisan tersebut. Dalam pertanyaan Saudara juga tidak ada keterangan apakah penerima tanah tersebut (ayah) telah meninggal dunia atau belum. Namun terkait tanah hasil pemberian orang tua tersebut telah dijual atas kehendak penerima tanah, penjualan tersebut sah secara hukum mengingat tanah tersebut sudah berganti sertifikat atas nama penerima tanah.

Apabila tanah objek dalam pertanyaan ini sudah dijual, maka secara kepemilikan sudah berpindah tangan kepada orang lain. Sehingga tidak diperhitungkan dalam pembagian waris kepada ahli waris yang didalamnya termasuk istri dan anak (jika ayah telah meninggal). Begitu juga tanah yang sudah berpindah kepemilikan tidak dapat dijadikan harta yang dapat dihibahkan kepada anak atau istri (jika ayah masih hidup).

Baca selengkapnya tentang Ketentuan Waris Anak atau Kedudukan Harta Hibah dalam Perkawinan

[1] Kemenag RI. Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, 90

[2] Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2014, 83

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan