Balik Nama Sertifikat Hak Atas Tanah yang Merupakan Harta Waris

hibah

Pertanyaan

Saat ini nenek kami sudah meninggal dunia, beliau memiliki 2 orang anak. Anak pertama adalah laki dan sekarang juga sudah meninggal dunia. Anak kedua perempuan dan beliau masih hidup.Saya merupakan cucu dari anak pertama nenek saya. Sertifikat Harta Warisan peninggalan ayah saya nama hak miliknya masih atas nama nenek saya. Ketika kami ingin mengubah nama hak milik pada sertifikat tersebut dan ingin diganti dengan nama saya yang status sebagai cucu kandung dari nenek saya. Tidak di izinkan oleh pihak pertanahan karena dengan alasan SAUDARI kandung dari ayah saya masih hidup, yang berhak mengubah nama hak milik pada sertifikat atas nama nenek saya hanyalah Saudari kandung dari atah saya yang masih hidup. Padahal yang menguasai semua warisan yang tercantum dalam sertifikat tersebut adalah saya yang cucu kandung dari anak laki-laki nenek saya.Apa yang harus saya lakukan ketika saya ingin mengubah nama sertifikat tersebut dengan atas nama saya?

Ulasan Lengkap

Terima kasih atas pertanyaan Saudara,

Berkaitan dengan sertifikat hak atas tanah, pada dasarnya yang kepemilikan adalah sesuai dengan nama yang tercantum dalam sertifikat hak atas tanah tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Agraria (“UUPA”). Apabila mencermati pertanyaan Saudara, dikarenakan sertifikat hak atas tanah adalah atas nama nenek, maka kepemilikan hak atas tanah ada pada nenek.

Selanjutnya, dikarenakan nenek telah meninggal dunia, maka hak atas tanah tersebut menjadi harta waris sebagaimana diatur dalam Pasal 830 KUH Perdata dan Pasal 171 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (“KHI”). Pada dasarnya, di Indonesia terdapat beberapa ketentuan terkait hukum waris, yaitu Hukum Waris KUH Perdata, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Adat. Umumnya hukum waris yang digunakan adalah hukum waris KUH Perdata dan hukum waris Islam, adapun hukum waris adat digunakan sesuai dengan masyarakat adat yang masih menggunakannya. Baik dalam hukum waris KUH Perdata maupun hukum waris Islam, baik anak pertama maupun anak kedua, anak laki-laki maupun anak perempuan memiliki hak sebagai ahli waris kecuali terdapat pengecualian sehingga mengakibatkan Terhalangnya Ahli Waris. Dalam pertanyaan Saudara, tidak dijelaskan hukum waris yang digunakan, namun jika memang telah terdapat pembagian waris sehingga Saudara sebagai cucu dari nenek memperoleh hak waris, maka untuk itu ada baiknya bagi Saudara untuk mengajukan penetapan ahli waris kepada pengadilan setempat. Jika hukum waris yang digunakan adalah hukum waris adat atau KUH Perdata, maka pengajuan penetapan diajukan kepada pengadilan negeri, namun jika hukum waris yang digunakan adalah hukum waris Islam maka pengajuan penetapan ahli waris diajukan kepada pengadilan agama.

Selanjutnya, penetapan ahli waris tersebut menjadi dasar pengurusan segala hal terkait dengan harta waris baik itu balik nama atau penjualan. Adapun apabila ternyata Bibi Saudara (anak perempuan nenek) juga memiliki hak sebagai ahli waris, maka seluruh harta waris adalah hak Saudara dan Bibi Saudara, sehingga dalam hak atas tanah tersebut juga terdapat hak Bibi Saudara. Dalam hal ini, terdapat 2 (dua) cara yang dapat dilakukan agar balik nama sertifikat dapat dilakukan, yaitu:

  1. Melakukan pembagian harta waris, dimana pembagian dapat dilakukan dengan akta otentik (di hadapan Notaris setempat), yang mana membagi secara adil dan sesuai porsi masing masing. Pembagian dapat dilakukan dengan membagi nilai dan membagi barang. Pembagian nilai membuat semua barang harus dijual terlebih dahulu, namun pembagian barang dapat dilakukan dengan membagikan seluruh harta waris yang telah disepakati nilainya oleh para ahli waris dimana Saudara memperoleh barang-barang tertentu dan Bibi Saudara memperoleh barang-barang lainnya. Atas dasar akta pembagian waris tersebut, kemudian Saudara dapat membalik nama harta waris yang Saudara peroleh menjadi atas nama Saudara;
  2. Berdasarkan penetapan ahli waris tadi, dilakukan balik nama sertifikat hak atas tanah menjadi atas nama Saudara dan Bibi Saudara melalui akta PPAT setempat. Setelah balik nama atas nama Saudara dan Bibi Saudara, kemudian dibuat lagi Akta Pembagian Harta Bersama, dimana Bibi Saudara menyerahkan hak atas tanah yang dimilikinya kepada Saudara dan Saudara dapat membalik nama sertifikat hak atas tanah tersebut menjadi atas nama Saudara.

Pada dasarnya, Kantor Pertanahan setempat memang hanya dapat membalik nama sertifikat ha katas tanah apabila terdapat akta otentik yang membuktikan peralihan hak atas tanah dimaksud, baik itu peralihan karena jual beli, waris, maupun hibah. Hal tersebut dikarenakan harus ada bukti peralihan yang menjadi dasar balik nama bagi Kantor Pertanahan setempat.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan