Akta Kelahiran yang Mencantumkan Nama Paman dan Bibi Sebagai Orangtua Kandung dan Ancaman Pidananya
Pertanyaan
Saudara saya melahirkan anak dan diberikan kepada kakak kandungnya. Kemudian kakak kandungnya menginginkan semua data anak termasuk akte kelahirannya mencantumkan nama dy (bukan orang tua kandung si anak) apa ini termasuk kedalam pelanggaran dan ada apa ada hukum pidananya? . Dan bagaimana baiknya. TerimaksihUlasan Lengkap
Akta Kelahiran yang Mencantumkan Nama Paman dan Bibi Sebagai Orangtua Kandung
Terima kasih atas pertanyaan Saudara,
Kelahiran merupakan suatu peristiwa penting yang menjadi obyek pencatatan dinas kependudukan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut “UU Adminduk”). Akta Kelahiran sendiri merupakan hak setiap anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut “UU Perlindungan Anak”) yang menyatakan:
“Identitas diri setiap Anak harus diberikan sejak kelahirannya.”
Pencatatan tersebut kemudian dilakukan dalam akta kelahiran, dan masyarakat memperoleh Salinan akta kelahiran. Adapun untuk melakukan pencatatan kelahiran dan memperoleh akta kelahiran tersebut, terdapat syarat yang harus diserahkan, yaitu:[1]
- Mengisi Formulir Pelaporan Pencatatan Sipil ( F-2.01 )
- Surat Keterangan Kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran asli. Jika sudah tidak memiliki menggunakan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) Kebenaran data Kelahiran
- Buku Nikah/ kutipan akta perkawinan atau SPTJM Kebenaran sebagai pasangan suami istri apabila dalam KK orang tua sudah menunjukkan sebagai pasangan suami istri.
- KK orang tua
- KTP –el orang tua
- KTP –el 2 (dua ) orang saksi
- Pasport bagi WNI bukan penduduk dan orang asing jika WNA
Apabila anak dimaksud adalah anak seorang ibu atau dengan kata lain tidak ada catatan pernikahan orangtuanya, maka berikut syarat-syarat yang harus diberikan:[2]
- Mengisi Formulir
- Surat keterangan Kelahiran dari dokter/ bidan/ penolong kelahiran
- KK dan KTP Orang gtua
- KTP –el 2 ( dua ) orang saksi
- Pasport bagi WNI bukan penduduk dan Orang asing ( Jika WNA )
Dengan demikian, pada dasarnya harus ada surat keterangan lahir yang dibuat oleh dokter/bidan/penolong kelahiran dan/atau SPTJM atas lahirnya seorang anak tersebut, yang mana juga diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU Perlindungan anak yang menyatakan:
“Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.”
Baik surat keterangan lahir maupun SPTJM harus menuliskan nama orangtua kandung anak dimaksud.
Hak Anak Mengetahui Identitasnya
Sebagaimana diuraikan di atas, anak memiliki ha katas identitas dirinya yang pertama kali diberikan melalui Akta Kelahiran. Identitas dimaksud bukan hanya identitas yang melekat pada dirinya saja, melainkan juga asal-usul anak dimaksud, termasuk tentang orangtuanya. Pasal 7 ayat (1) UU Perlindungan Anak mengatur:
“Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seorang anak pada dasarnya memiliki hak untuk dibesarkan dan diasuh oleh orangtuanya sendiri. Hak mana harus dipenuhi oleh orangtuanya.
Meski demikian, tidak jarang karena faktor ekonomi atau faktor-faktor lainnya, orangtua kandung merasa tidak sanggup untuk mengasuh atau merawat anak yang dilahirkannya. Atas hal tersebut, peraturan perundang-undangan telah memberikan keleluasaan untuk melindungi hak anak dengan mengalihkan hak asuh kepada pihak lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU Perlindungan Anak yang mengatur:
“Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Namun demikian, sekali lagi, anak tetap memiliki hak untuk mengetahui asal-usulnya, termasuk nama orang tua kandungnya. Hal mana juga dijamin dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perlindungan Anak yang mengatur:
“Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya.”
Tujuan penjaminan hak anak atas asal-usulnya terutama orangtua kandungnya tersebut dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU Perlindungan Anak yang menyatakan:
“Ketentuan mengenai hak anak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dalam arti asal-usulnya (termasuk ibu susunya), dimaksudkan untuk menghindari terputusnya silsilah dan hubungan darah antara anak dengan orang tua kandungnya, sedangkan hak untuk dibesarkan dan diasuh orang tuanya, dimaksudkan agar anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya.”
Pada dasarnya penjelasan tersebut menunjukkan bahwa penting bagi seorang anak untuk mengetahui asal-usulnya guna masa depannya, terlebih untuk mengetahui siapa yang menjadi keluarganya, siapa yang tidak boleh dinikahinya dan lain sebagainya. Oleh karena itu, adalah suatu keharusan untuk menuliskan nama orang tua kandung di dalam Akta kelahiran, kecuali anak dimaksud tidak diketahui asal-usulnya.
Ancaman Pencantuman Nama Paman dan Bibi Sebagai Orangtua Kandung Dalam Akta Kelahiran
Secara umum, mencantumkan keterangan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya dalam Akta Otentik adalah suatu tindak pidana pemalsuan keterangan dalam Akta Otentik. Apabila pemalsuan dalam akta otentik tersebut di kemudian hari merugikan, maka tindakan tersebut dapat diancam Pasal 266 KUH Pidana yang mengatur:
“barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam surat akta autentik mengenai suatu hal yang kebenaranya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksut untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.”
Namun demikian, secara khusus, UU Adminduk telah mengatur ketentuan pidana terkait mengubah elemen dalam pendaftaran kependudukan sebagai berikut:
“Setiap orang yang tanpa hak dengan sengaja mengubah, menambah, atau mengurangi isi elemen data pada Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).”
Pasal 77 UU Adminduk sendiri mengatur:
“Setiap orang dilarang mengubah, menambah atau mengurangi tanpa hak, isi elemen data pada Dokumen Kependudukan.”
Lebih lanjut, dengan diasuhnya anak tersebut oleh paman dan bibinya, maka pada dasarnya pengasuhan tersebut berdasar pada pengangkatan anak. Pasal 39 UU Perlindungan Anak telah mengatur tentang pengangkatan anak yang harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana salah satunya adalah tidak menghilangkan nama orangtua kandung di dalam Akta Kelahiran. Pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 79 UU Perlindungan Anak yang menyatakan:
“Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
Dengan demikian, Akta Kelahiran yang mencantumkan nama Paman dan Bibi sebagai orangtua kandung tidak seharusnya dilakukan. Hal tersebut dikarenakan tindakan merubah asal-usul anak dalam pencatatan kependudukan adalah tindakan yang melanggar hak anak dan bahkan berpotensi diancam pidana baik berdasarkan UU Perlindungan Anak, UU Adminduk maupun berdasar KUHP.
[1] https://disdukcapil.purworejokab.go.id/persyaratan-pembuatan-akte-kelahiran/
[2] Ibid
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan