KTP dan KK Anak Hasil Pernikahan Siri

Pertanyaan

Apakah KTP dan KK orang tua anak yg lahir hasil nikah siri dan telah cerai menggunakan identitas ibunya saja? Jadi dstu tertulis binti???

Ulasan Lengkap

Terima kasih atas pertanyaan Saudara.

Sebelum menjawab terkait dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) Anak Hasil Pernikahan Siri, maka terlebih dahulu kami menjelaskan pengertian dari nikah siri. Pernikahan siri, pada dasarnya adalah pernikahan yang hanya dilakukan secara agama namun belum dicatatkan dalam data kependudukan. Padahal Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU 1/1974) telah mengatur bahwa setiap perkawinan dicatat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, perkawinan yang belum dicatat dalam data kependudukan tersebut tidak dianggap sah oleh negara.

Pengesahan pernikahan siri dapat dilakukan dengan itsbat nikah bagi penduduk yang tunduk pada hukum Islam, atau permohonan kepada pengadilan negeri bagi penduduk. Pengesahan tersebut tentunya harus dengan mengajukan bukti-bukti baik berupa bukti akta maupun saksi. Pengajuan pengesahan perkawinan dapat diajukan kapanpun, bahkan itsbat nikah dapat diajukan oleh anak-anak dari pasangan yang menikah siri namun telah meninggal dunia.

Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) memberikan pengertian KK sebagai:

“Kartu Keluarga, selanjutnya disingkat KK, adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga.”

KK merupakan salah satu dasar penerbitan KTP, dimana KTP dijelaskan dalam Pasal 1 butir 14 UU Adminduk yang menyatakan:

“Kartu Tanda Penduduk, selanjutnya disingkat KTP, adalah identitas resmi Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Berdasar Pasal 59 ayat (1) UU Adminduk, baik KK maupun KTP adalah salah satu bentuk dokumen kependudukan. Di samping itu, dokumen kependudukan juga dapat berupa Surat Keterangan kependudukan yang salah satunya adalah Surat Keterangan Kelahiran, yang menjadi salah satu dasar perubahan KK.

Surat Keterangan Kelahiran atau yang umumnya juga disebut sebagai Akta Kelahiran diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU Adminduk yang menerangkan Akta Kelahiran sebagai:

“Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran”

Dengan demikian, Akta Kelahiran juga merupakan salah satu bukti pencatatan identitas seseorang.

Pencatatan tersebut didasarkan pada laporan peristiwa kelahiran. Pelaporan tersebut juga harus dilengkapi dengan syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 96/2018”) yaitu:

  1. surat keterangan kelahiran;
  2. buku nikah/kutipan akta perkawinan atau bukti lain yang sah;
  3. KK; dan
  4. KTP-e1

Tanpa adanya buku nikah atau kutipan akta perkawinan, maka ketentuan dalam Pasal 34 Perpres 96/2018 dapat digunakan, yaitu:

“Penduduk dapat membuat surat pernyataan tanggung jawab mutlak atas kebenaran data dengan diketahui oleh 2 (dua) orang saksi dalam hal

  1. tidak memiliki surat keterangan kelahiran; dan/ atau
  2. tidak memiliki buku nikah/kutipan akta perkawinan atau bukti lain yang sah tetapi status hubungan dalam KK menunjukan sebagai suami istri.”

Namun demikian, apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka Akta Kelahiran hanya mencantumkan nama ibu saja sebagaimana telah diputus dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Register Nomor Nomor 46/PUU-VIII/2010.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka tanpa adanya buku atau akta nikah orang tua, anak hanya dapat memiliki hubungan perdata dengan ibunya, sehingga baik dalam Akta Kelahiran maupun dalam Kartu Keluarga tidak menyebutkan nama ayah. Adapun penyebutan “binti” hanya tertuang dalam Buku Nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA).

Meski demikian, nama ayah dapat dituangkan dalam catatan pinggir Akta Kelahiran apabila telah terdapat pengakuan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) UU Adminduk. Pengakuan tersebut dapat dilakukan baik sebelum atau sesudah adanya itsbat nikah, dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan