Penggantian Dalam Mewaris
Pertanyaan
Ibu saya memiliki sertifikat tanah. Ibu saya memiliki 2 anak kandung, kakak laki laki saya dan saya sendiri perempuan. Yang menjadi pertanyaan ibu saya adalah bila ibu saya meninggal saat saya sudah meninggal terlebih dahulu apakah warisan akan jatuh ke suami saya atau jatuh ke anak anak saya yaitu cucu beliau. Lalu pertanyaan yang kedua bila ibu saya meninggal lalu setelah itu saya meninggal. Yang berhak memperoleh hak waris atas bagian saya itu suami saya atau anak anak saya. TerimakasihUlasan Lengkap
Berkaitan dengan pertanyaan Saudara tentang hukum waris, di Indonesia terdapat tiga pilihan hukum waris yang dapat diterapkan oleh masing-masing keluarga. Pertama adalah hukum waris Islam, kedua adalah hukum waris berdasar KUHPerdata, dan yang ketiga adalah hukum waris adat. Dalam hal ini, dikarenakan terdapat berbagai macam hukum adat di Indonesia, maka kami akan memberikan jawaban melalui sudut pandang hukum waris Islam yang dapat dianut oleh pemeluk agama Islam dan hukum waris berdasar KUHPerdata yang dapat dianut oleh pemeluk agama di luar Islam. Sebagai informasi, dalam memberikan jawaban akan digunakan istilah pewaris sebagai (almarhum) orang yang meninggalkan harta waris dan ahli waris, dan istilah ahli waris sebagai orang yang ditinggalkan oleh pewaris dan berhak atas harta waris.
Apabila mencermati pertanyaan Saudara, maka yang ditanyakan adalah terkait satu harta yaitu sertifikat hak atas tanah milik Ibu Saudara yang saat ini masih hidup dan dalam pertanyaan tersebut juga didapati dua pertanyaan, yaitu:
- Apabila Saudara meninggal lebih dahulu sebelum Ibu Saudara, maka siapa yang dapat menjadi ahli waris dari sertifikat hak atas tanah. Atas pertanyaan tersebut, maka dapat dijawab bahwa yang dapat menjadi ahli waris adalah kakak laki-laki Saudara dan anak-anak Saudara. Dalam hal ini anak-anak Saudara disebut sebagai ahli waris pengganti sebagaimana diatur dalam Pasal 841 dan 842 KUHPerdata yang mengatur sebagai berikut:
Pasal 841Â KUH Perdata
Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya.
Pasal 842Â KUH Perdata
Penggantian yang terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus tanpa akhir. Penggantian itu diizinkan dalam segala hak, baik bila anak-anak dan orang yang meninggal menjadi ahli waris bersama-sama dengan keturunan-keturunan dan anak yang meninggal lebih dahulu, maupun bila semua keturunan mereka mewaris bersama-sama, seorang dengan yang lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya.
Selanjutnya, dengan menggunakan dasar hukum Islam, maka sebagaimana diatur dalam Pasal 185 KHI yang berbunyi:
- Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
- Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.”
Berdasar kedua ketentuan tersebut, maka yang dapat menggantikan Saudara untuk menjadi ahli waris dari Ibu Saudara, hanyalah anak-anak Saudara, dan suami Saudara tidak berhak atas harta waris dari ibu Saudara tersebut. Adapun bagian yang diperoleh oleh anak-anak Saudara adalah sama dengan bagian yang Saudara terima sesuai dengan ketentuan hukum waris yang dianut, lebih lanjut dapat dibaca (Lihat: Penggantian Hak Waris dan Bagiannya) Sehingga jika Saudara memiliki bagian 50 maka jika anak Saudara hanya ada satu maka anak Saudara tersebut mendapatkan bagian 50 dan jika anak Saudara ada dua maka jumlah yang diperoleh keduanya secara bersama-sama tidak boleh lebih dari 50.
- Apabila Ibu Saudara meninggal dunia dan kemudian Saudara meninggal dunia, maka siapa yang dapat menjadi ahli waris. Atas pertanyaan tersebut, maka artinya Saudara terlebih dahulu menjadi ahli waris dari harta waris berupa sertifikat hak atas tanah tersebut bersama-sama kakak laki-laki Saudara dan ahli waris lainnya apabila masih ada (seperti ayah Saudara atau nenek dan kakek Saudara) sesuai dengan porsi pembagian yang diatur dalam hukum waris yang dikehendaki. Selanjutnya, apabila Saudara meninggal dunia maka harta yang Saudara miliki (termasuk bagian dari hak atas tanah tersebut) dibagi kepada ahli waris Saudara. Manakala hukum waris yang Saudara anut adalah hukum waris berdasar KUHPerdata, maka yang dapat menjadi ahli waris Saudara hanyalah suami dan anak-anak Saudara (jika mereka itu masih ada). Sedangkan jika hukum waris yang Saudara anut adalah hukum waris Islam, maka ahli waris Saudara adalah suami dan anak, serta apabila masih ada maka ayah Saudara juga masuk sebagai ahli waris. Dengan demikian suami Saudara masih berhak atas harta waris dari Saudara. Berbeda halnya apabila Saudara membuat wasiat yang mana Saudara mewasiatkan agar hak atas tanah tersebut hanya jatuh kepada anak-anak Saudara.
Meski demikian, perlu pula diperhatikan bahwa terdapat ketentuan yang menghalangi seseorang untuk menjadi ahli waris, yaitu diatur dalam Pasal 838 KUHPerdata
Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah:
- dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu;
- dia yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi;
- dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya;
- dia yang telah menggelapkan. memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu.
Serta ketentuan dalam Pasal 173 KHI yang menyatakan sebagai berikut:
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
- dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;
- dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
Adapun dikarenakan harta yang dimaksud adalah hak atas tanah, maka hak atas tanah tidak dapat diserahkan kepada warga negara Asing, yang dengan demikian apabila salah satu ahli waris atau ahli waris pengganti adalah Warga Negara Asing, maka yang bersangkutan tidak boleh menjadi pemilik hak atas tanah tersebut, dan biasanya ahli waris lainnya akan menggantinya dengan harta waris lainnya atau menggantinya dengan uang.
Sumber :
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan