Penerapan Teori Stufenbau di Indonesia
Pertanyaan
Contoh konkrit Teori Stufenbau di dalam norma hukum indonesia?Ulasan Lengkap
Mengenai Teori Stufenbau (stufenbautheorie) sebelumnya pernah dijelaskan dalam Artikel dengan Judul “Teori Hukum Stufenbau”. Secara umum, Teori Stufenbau (stufenbautheorie) yang digagas oleh Hans Kelsen mengibaratkan bahwa sistem hukum memiliki sifat berjenjang dan berlapis-lapis. Adapun, Maria Farida Indarti menggambarkan Teori Stufenbau seperti di bawah ini:[1]
Gambar 1 – Teori Stufenbau
Gambar tersebut memberikan arti bahwa norma hukum (norm) yang lebih rendah bersumber dan berdasar pada norma hukum di atasnya (norm) dan norma hukum yang lebih tinggi (norm) tersebut harus berpegang pada norma hukum yang paling mendasar. Norma hukum yang paling mendasar inilah yang disebut sebagai Grundnorm/Basic Norm oleh Hans Kelsen. Norma hukum yang paling mendasar tersebut berupa konstitusi, tetapi konstitusi dimaksud adalah dalam pengertian materiel, bukan konstitusi formil sebagaimana dikemukakan Hans Kelsen dan dikutip oleh Muhtadi.[2]
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 12 Tahun 2011) mengatur bahwa: “Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden;
- Peraturan Daerah Provinsi; dan
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”
Dalam konteks hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, wujud Grundnorm/Basic Norm yang merupakan dasar dan hukum tertinggi adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).[3] Sebab, di dalamnya terdapat cita hukum (rechtsidee) yang menjadikan negara Indonesia didirikan sekaligus merupakan norma hukum yang menjadi tolak ukur validitas bagi materi muatan (materiel) peraturan perundang-undangan apabila dilakukan yudisial review melalui lembaga yang berwenang.[4] Sementara itu, norma hukum seperti Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah merupakan norm (vide Gambar 1) yang berada di bawah Grundnorm/Basic Norm. Dengan demikian, norma hukum yang dimaksud bersumber dan berdasar pada UUD NRI 1945.
Sebagai contoh penerapan Teori Stufenbau dapat dilihat dari Pasal 73 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 yang pada pokoknya mengatur bahwa dalam hal Rancangan Undang-Undang (RUU) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak RUU disetujui bersama, maka RUU tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan. Di mana, ketentuan tersebut mengatur materi muatan yang sama dengan Pasal 20 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi: “Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan”. Ditambah lagi, pada Dasar Hukum Mengingat UU No. 12 Tahun 2011 juga mengacu pada UUD NRI Tahun 1945. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa UU No. 12 Tahun 2011 bersumber dan berdasar pada UUD NRI Tahun 1945, salah satunya adalah Pasal 73 ayat (2) No. 12 Tahun 2011 yang mengacu pada Pasal 20 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945.
Contoh penerapan lain dari Teori Stufenbau juga dapat dilihat dari Pasal 6 ayat (2) KUHAP yang mengatur bahwa syarat kepangkatan Penyidik diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Kemudian, Pasal 2A Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (PP No. 58 Tahun 2010) mengatur mengenai syarat kepangkatan Penyidik sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 6 ayat (2) KUHAP. Dengan demikian, dapat dikatakan PP No. 58 Tahun 2010 sebagai peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang bersumber dan berdasar pada KUHAP sebagai peraturan perundang-undangan di atasnya.
[1] Maria Farida Indrati Soeprapto, 2000, Ilmu Perundang-undangan; Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, hal. 38.
[2] Muhtadi, “Penerapan Teori Hans Kelsen dalam Tertib Hukum Indonesia”, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 5, No. 2, September-Desember 2012, hlm. 294.
[3] Muhtadi, Op.cit., hlm. 300.
[4] Ibid.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan