Ahli Waris Pengganti Dalam Pembagian Waris
Pada dasarnya baik hukum waris Islam maupun hukum waris KUH Perdata, mengenal yang namanya ahli waris pengganti. Ahli waris pengganti tersebut muncul manakala ahli waris ternyata telah meninggal lebih dahulu daripada Pewaris
Ahli Waris Pengganti
Cucu Pewaris mendapatkan hak sebagai ahli waris dikarenakan ahli waris Pewaris meninggal dunia. Bagian dari ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari total hak waris yang digantikan olehnya, sehingga jika satu anak laki-laki bernama A mendapatkan 1/5, maka anak-anak dari A secara bersama-sama memperoleh 1/5 dan tidak boleh lebih. Berbeda halnya dengan KUH Perdata yang menutup hak orang tua sebagai ahli waris manakala Pewaris telah memiliki anak, Hukum Waris Islam masih memberikan hak kepada orangtua Pewaris untuk menjadi Ahli Waris. Adapun jika anak-anak Pewaris telah meninggal dunia terlebih dahulu dari Pewaris, dan anak-anak tersebut telah memiliki anak lagi (cucu Pewaris), maka cucu Pewaris tersebut dapat disebut sebagai Ahli Waris Pengganti.
Pajak Peralihan Hak Atas Tanah Karena Pewarisan
Hal yang terpenting dilakukan apabila telah menerima tanah warisan, perlu melakukan pendaftaran tanah kepada Kantor Pertanahan yang berada di sekitar wilayah hukum tanah itu berada. Terkait dengan kepemilikan tanah yang berasal dari pewarisan diatur dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Kemudian, Ahli Waris mendaftarkan ke kantor Badan Pertanahan Nasional dengan membawa dokumen yang diperlukan. Demikianlah pelaksanaan peralihan hak milik atas tanah karena pewarisan yang seharusnya dilakukan oleh para ahli waris, apabila mendaftarkan tanah miliknya tersebut berdasarkan UU PA dan PP 24/1997.
Hak Waris Nenek
Dilihat dari 2 (dua) ketentuan yang mengatur mengenai warisan di Indonesia, maka nenek dapat mendapatkan warisan dengan mekanisme yang diatur dalam 2 (dua) ketentuan tersebut. Sehingga diketahui nenek tetap mendapatkan bagian atau memiliki hak untuk mendapatkan warisan dari pewaris. Dalam KHI, pewarisan kepada nenek yang berasal dari golongan Ibu dan dapat dilakukan secara langsung ataupun sebagai ahli waris pengganti. Sementara dalam KUHPerdata nenek masuk dalam golongan III mendapatkan separuh dari bagiannya sebagai ahli waris.
Pengangkatan Anak Dalam Staatsblad 1917 Nomor 129
Berdasar asas lex posterior derogat legi priori, maka PP 54/2007 menggantikan keberlakuan Staatsblad 1917 No. 129. Oleh karena itu  PP 54/2007 merupakan pedoman dalam pelaksanaan pengangkatan anak yang bertujuan agar pengangkatan anak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan yang pada akhirnya dapat melindungi dan meningkatkan kesejahteraan anak demi masa depan dan kepentingan terbaik bagi anak. Sehingga tidak mengatur secara spesifik terkait dengan hak anak angkat untuk mendapatkan warisan.
Penghitungan Waris: Apabila Ayah Meninggalkan Anak dan Istri
Adapun penghitungan apabila orang tua ayah masih hidup, adalah hak waris orang tua ayah dan istri ayah diperhitungkan lebih dahulu dengan nilai porsi masing-masing. Selanjutnya, sisanya dihitung dan dibagikan kepada anak-anak yang juga menjadi ahli waris dengan perbandingan perempuan dan laki-laki sebesar 1:2
Hak Waris Anak
Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan mengatur yang pada intinya bahwa akta kelahiran merupakan suatu catatan peristiwa kelahiran seseorang. Di dalam suatu catatan kelahiran, tertulis tanggal dan nama orang tua anak yang lahir tersebut, dan Akta Kelahiran diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, sehingga merupakan akta otentik.
Pembagian Berdasarkan Golongan Dalam Hukum Perdata
Adanya golongan I dan Golongan II menghalangi golongan selanjutnya untuk memperoleh hak waris. Oleh karena itu, dikarenakan paman berada pada golongan IV, yaitu garis ke samping, maka Paman tidak memperoleh hak waris dari ayah Saudara.
Membagi Warisan Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
Manakala paman Saudara meninggal, maka yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah anak-anak dan istrinya sebagaimana diatur dalam Pasal 832 KUH Perdata. Namun demikian, apabila ternyata paman Saudara tidak memiliki anak, maka yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah istri paman, sebagaimana Pasal 852 KUH Perdata. Dengan demikian, tanpa adanya wasiat pun, istri paman telah berhak atas segala hak waris dari paman yang telah meninggal.
Penggantian Dalam Mewaris
Berdasar kedua ketentuan tersebut, maka yang dapat menggantikan Saudara untuk menjadi ahli waris dari Ibu Saudara, hanyalah anak-anak Saudara, dan suami Saudara tidak berhak atas harta waris dari ibu Saudara tersebut. Adapun bagian yang diperoleh oleh anak-anak Saudara adalah sama dengan bagian yang Saudara terima sesuai dengan ketentuan hukum waris yang dianut.