Wasiat Kepada Anak Angkat
Pertanyaan
Kak mau tanya mertua saya itu adalah anak angkat satu-satunya dan dikeluarga itu memang tidak mempunyai anak tetapi masih ada ponakan.tapi Akta kelahiran mertua saya sudah nama dari keluarga itu apakah warisannya akan sepenuhnya menjadi milik mertua saya? Pada wasiat keluarga itu memang mengatakan bahwa yg mengurusi keluarga itu akan mempinyai hak sepenuhnya atas tanah dan rumah tetapi sayangnya wasiat itu hanya disaksikan beberapa orang bukan tertulis.Ulasan Lengkap
Terima kasih atas pertanyaan Saudara.
Akta Kelahiran yang di dalamnya menuliskan orang tua angkat sebagai orang tua kandung, adalah Akta Kelahiran karena adanya pengangkatan anak sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”). Pada dasarnya, pengangkatan anak yang terjadi sebelum berlakunya UU Adminduk memposisikan anak tersebut sebagai anak kandung dan memperoleh hak-hak layaknya anak kandung. Oleh karena itu, mertua Saudara memiliki hak untuk menjadi ahli waris.
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 1870 jo. Pasal 1872 KUH Perdata, suatu bukti otentik memiliki kekuatan pembuktian yang kuat kecuali dapat dibuktikan lain. Berdasarkan hal tersebut, maka hak mertua Saudara untuk menjadi ahli waris hanya akan hilang apabila dapat dibuktikan bahwa Akta Kelahiran tersebut palsu.
Adapun berkaitan dengan wasiat, pada dasarnya telah diatur dalam Bab XIII Buku 2 KUH Perdata. Pasal 875 KUH Perdata menyatakan:
“Surat wasiat atau testament adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya”
Adapun wasiat dibuat dalam Akta Notariil dan disimpan di Notaris untuk didaftarkan kepada Administrasi Hukum Umum. Wasiat tersebut akan dibuka manakala pemberi wasiat meninggal dunia.
Berkaitan dengan wasiat yang dibuat secara lisan, tentunya harus dapat dibuktikan baik dengan saksi atau bukti-bukti lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata. Pasal 1866 jo Pasal 1905 KUH Perdata menyatakan:
“Keterangan seorang saksi saja tanpa alat pembuktian lain, dalam Pengadilan tidak boleh dipercaya”
Ketentuan tersebut juga dikenal dengan asas unus testis nullus testis. Oleh karena itu, guna membuktikannya, Saudara harus memiliki lebih dari 1 (satu) saksi.
Selanjutnya, dikarenakan harta yang diwasiatkan adalah harta peninggalan, maka tentu saat pemilik harta meninggal dunia terjadi peristiwa pewarisan. Pemilik harta yang meninggal dunia disebut dengan Pewaris, dan yang ditinggalkan serta berhak atas harta warisnya disebut Ahli Waris. Dalam pertanyaan tersebut hanya disampaikan bahwa Pewaris tidak memiliki anak selain anak angkatnya, namun tidak disebutkan apakah saat meninggal masih ada saudara atau orangtua Pewaris. Hal tersebut dikarenakan baik dalam Hukum Waris Islam maupun Hukum Waris KUH Perdata, saudara dan orang tua memiliki hak sebagai Ahli Waris ketika Pewaris tidak memiliki anak. Apabila ternyata terdapat pihak yang dapat menjadi ahli waris, maka harta Pewaris jatuh kepada Ahli Waris yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 874 KUH Perdata yang menyatakan:
“Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia,a dalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang, sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, selama tidak ada wasiat maka seluruh harta jatuh kepada Ahli Waris yang sah.
Adapun jika wasiat memang ada, maka besaran nilai/bagian wasiat tersebut tidak boleh melebihi ketentuan, yang umumnya disebut sebagai legitieme portie. Pasal 913 KUH Perdata menyatakan:
“Legitieme portie atau bagian warisan menurut undang-undang ialah bagian dan harta benda yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu, baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat.”
Besaran legitieme portie diatur dalam Pasal 914 s/d Pasal 917 KUH Perdata.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan