Tata Cara Mengajukan Waris atas Harta Ayah yang Telah Meninggal Dunia dan Dalam Akta Lahir Hanya Tercantum Nama Ibu

Photo by Askar Abayev on Pexels

Pertanyaan

Kedua orang tua saya beragama Kristen-Tionghoa, menikah pada tahun 1950-an. Saya tiga bersaudara. Ayah saya mempunyai adik laku-laki dan Ibu saya mempunyai adik perempuan. Kedua orang tua saya menikah secara agama, namun belum di daftarkan dalam catatan sipil. Ayah saya sudah meninggal, sedangkan Akta lahir saya dan saudara-saudara saya hanya mencantumkan nama Ibu. Ayah saya mempunyai aset peninggalan yaitu berupa rumah. Dalam hal ini apakah saya bisa mendapatkan waris atas rumah tersebut?

Ulasan Lengkap

Pertama, kami akan meluruskan mengenai aset rumah yang ditinggalkan oleh Ayah. Kami menganggap bahwa aset rumah tersebut adalah milik Ayah bukan milik Ibu. Perlu diketahui pula jenis kelamin anak-anaknya, karena hal ini berpengaruh terhadap pembagian harta warisan tersebut. Sebelum menjawab pertanyaan, berikut akan kami jelaskan terlebih dahulu bagaimana pembagian waris terhadap orang Tionghoa di Indonesia.

Pengaturan mengenai waris di Indonesia hingga saat ini masih pluralistis, yang dibagi menjadi 3 (tiga) macam hukum waris, yaitu :

    1. Hukum Waris Islam yang berlaku bagi orang-orang Islam di Indonesia;
    2. Hukum Waris Barat yang berlaku bagi orang-orang non muslim di Indonesia, yaitu warga negara Indonesia keturunan Tionghoa maupun Eropa;
    3. Hukum Waris Adat berlaku bagi masyarakat adat, yaitu warga negara Indonesia yang masih memegang teguh adat setempat.

Jika menelisik sebuah persoalan yang ditanyakan, maka dalam hal ini pembagian hukum waris dalam kasus tersebut seharusnya berdasarkan atas Hukum Waris Barat dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer) sebagai dasar hukumnya. Namun, masyarakat Tionghoa juga memiliki sistem adat Tionghoa tersendiri yang sedikit berbeda dengan sistem pembagian harta warisan dalam KUHPer. Hal yang membedakan diantara pembagian waris melalui Hukum Adat Tionghoa dengan melalui KUHPer yaitu terletak pada kedudukan anak laki-laki dan perempuan. Dalam KUHPer tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dengan anak perempuan, sedangkan dalam pembagian waris melalui Hukum Adat Tionghoa anak laki-laki memiliki kedudukan lebih tinggi daripada anak perempuan, dimana dalam pembagian warisnya yang berhak menjadi ahli waris hanya anak laki-laki sedangkan anak perempuan hanya berhak atas pembagian warisan berupa harta perhiasan saja.[1]

Berdasarkan hal tersebut, maka pembagian warisan dalam kasus tersebut dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu berdasarkan atas KUHPer atau berdasarkan Hukum Adat Tionghoa. Namun, diantara keduanya memiliki konsekuensi atau akibat hukum tersendiri. Apabila menggunakan KUHPer, maka pembagian waris dari Ayah terhadap anak harus didasarkan atas perkawinan yang sah dan tercatat dalam catatan sipil. Pasal 100 KUHPer menyatakan bahwa :

“Adanya suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan cara lain dari pada dengan akta pelaksanaan perkawinan itu yang didaftarkan dalam daftar-daftar Catatan Sipil, kecuali dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal berikut.”

Pasal-pasal berikut yang dimaksud dalam Pasal 100 KUHPer, yaitu ketentuan dalam Pasal 101 dan Pasal 102 yang menyatakan sebagai berikut :

Pasal 101

Bila ternyata bahwa daftar-daftar itu tidak pernah ada, atau telah hilang, atau akta perkawinan itu tidak terdapat di dalamnya, maka penilaian tentang cukup tidaknya bukti-bukti tentang adanya perkawinan diserahkan kepada Hakim, asalkan kelihatan jelas adanya hubungan selaku suami isteri.

            Pasal 102

Keabsahan seorang anak yang tidak dapat memperlihatkan akta perkawinan orang tuanya yang sudah meninggal, tidak dapat dibantah, bila dia telah memperlihatkan kedudukannya sebagai anak sesuai dengan akta kelahirannya, dan orang tuanya telah hidup secara jelas sebagai suami-isteri.

Dalam kasus ini dinyatakan bahwa anak-anak dari Ayahnya tidak memiliki Akta kelahiran yang menyatakan adanya hubungan darah antara anak dengan ayahnya, kemudian juga tidak ada bukti pencatatan nikah pada catatan sipil. Secara agama, pernikahan tersebut sah dengan dikeluarkannya akta nikah dari gereja. Walaupun demikian, apabila pernikahan tidak terdaftar dalam pencatatan sipil, maka akta yang dikeluarkan oleh gereja tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Terlebih lagi sang ayah telah meninggal, sehingga berdasarkan hal tersebut pembuktian bahwa anak-anaknya tersebut memiliki hubungan darah dengan Ayahnya sangat sulit untuk dibuktikan di hadapan Pengadilan.

Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Pengesahan terhadap anak dilaporkan kepada instansi pelaksana, yaitu satuan kerja tingkat kecamatan yang melaksanakan pencatatan sipil sebagaimana ketentuan dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut UU Adminduk). Anak yang dilahirkan tanpa adanya Akta Nikah kedua orang tuanya dianggap sebagai anak luar kawin. Anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah dianggap sebagai anak yang tidak sah, dimana anak tersebut hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga Ibunya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 43 UU Perkawinan.

Walaupun dalam proses pembuktiannya cukup sulit, namun ketentuan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010 menyatakan bahwa :

“Anak yang dilahirkan diluar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”

Berdasarkan hal tersebut, maka anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak dicatatkan berhak mendapatkan warisan dari ayahnya sepanjang dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah. Oleh karena itu, apabila anda beserta saudara-saudara anda dapat membuktikan hubungan anak dengan Ayah, maka anda beserta saudara-saudara anda berhak mendapatkan warisan dari Ayah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 832 KUHPer. Pembuktian terhadap hal tersebut, dapat dilakukan Dokter ahli dalam bidang tersebut melalui tes DNA. Namun, apabila anda tidak dapat membuktikan hubungan darah dengan Ayah, maka aset rumah peninggalan Ayah akan jatuh kepada saudara laki-lakinya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 856 KUHPer.

Kemudian apabila pembagian warisan dilakukan dengan cara Hukum Adat Tionghoa, maka hanya anak laki-laki yang dianggap sebagai penerus garis keturunan yang sah, sedangkan anak perempuan dianggap bukan sebagai penerus garis keturunan karena suatu saat ia akan ikut suaminya. Kepada anak perempuan, orangtua hanya memberikan apa yang disebut “dowry” berupa perabot pakaian, perhiasan, sejumlah uang ketika ia menikah,tetapi tidak pernah dalam bentuk tanah maupun rumah.[2] Oleh karena itu, diawal pembahasan telah kami pertegas bahwa jenis kelamin anda dan saudara-saudara anda mempengaruhi pembagian warisan tersebut. Hukum waris adat Tionghoa juga diakui di Indonesia sehingga apabila terjadi suatu sengketa warisan yang terjadi pada warga negara Indonesia keturunan Tionghoa dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri serta diputus oleh Hakim sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU Kekuasaan Kehakiman) yang menyatakan bahwa :

“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

Berdasarkan hal tersebut, maka apabila terjadi suatu sengketa warisan maka yang berperan dalam penyelesaiannya adalah orang-orang yang di tuakan bisa juga paman ataupun tokoh masyarakat.[3]

[1] Melisa Ongkowijoyo, Pembagian Harta Warisan Bagi Ahli Waris Keturunan Tionghoa, Jurnal Spirit Pro Patria, Vo. IV, No. 2, September 2018, hal. 103.

[2] Ibid, hal. 100

[3] https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfh/article/view/6283

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan