SIUP Dalam Industri Pengolahan Kayu

Pertanyaan

Dari: astawa Subject: Pertanyaan baru dari pengguna Hukum ExpertPertanyaan: apakah setiap usaha pengolahan kayu wajib memiliki SIUP dan izin lainnya?-- Email ini dikirim dari formulir kontak pada Hukum Expert

Ulasan Lengkap

Industri pengolahan memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Beberapa sektor industri merupakan sumber utama pendapatan negara, salah satunya adalah industri kayu. Terdapat beberapa cara pemanfaatan hasil kayu, diantaranya usaha penjualan kayu, usaha industri kayu, usaha ekspor kayu, usaha kerajinan kayu, sampai usaha pengolahan limbah kayu. Namun, dibalik semua usaha yang memanfaatkan kayu terdapat bahaya yang mengancam seperti bencana alam. Jika pengolahan kayu tidak disertai dokumen-dokumen resmi sebagai tanda legalitas usaha tersebut, usaha-usaha yang memanfaatkan bahan kayu bukan hanya dapat merugikan ekonomi negara tetapi juga dapat mengganggu keseimbangan lingkungan.

Industri berbasis kayu dalam melaksanakan produksinya, kini tidak lagi bebas menggunakan bahan baku kayu. Sebagai pengolah kayu, para pengusaha industri disektor tersebut perlu mencermati dan memahami perubahan terkait adanya regulasi dibidang bahan baku dan hasil hutan. Terbitnya peraturan tentang persyaratan pengadaan dan perdagangan kayu tersebut secara langsung maupun tidak  langsung berpengaruh pada industri berbasis kayu dan hasil hutan.

Perkembangan regulasi terkait hasil hutan di bidang kayu di Indonesia, kini telah memasuki tahap pemberlakuan SVLK. Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dikembangkan sebagai wujud implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia yakni Peraturan Menteri No. 38/ Menhut-II/2009 jo. Permenhut P.42/ Menhut-II/ 2013 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak.

Kemudian, izin apa saja yang diperlukan ?

SVLK tidak hanya berlaku untuk para pelaku ekspor saja, tetapi mulai dari hulu sampai hilir, produk tersebut harus memiliki dokumentasi legal. Hulu berarti bahan baku kayu yang didapat harus legal atau bukan dari penebangan liar. Penebang harus memiliki dokumen resmi atau izin penebangan yang didapatkan dari dinas kehutanan atau pemerintah daerah setingkat kepala desa, tergantung dari jenis hutan yang ditebang, apakah hutan rakyat atau hutan milik pemerintah. Selain itu, harus memiliki izin distribusi bahan baku ke tempat penggergajian (saw mill). Perusahaan atau orang yang menggergaji juga harus bersertifikat SVLK. Kemudian, kayu dikirim ke perusahaan yang telah mendapat Izin Usaha Industri dari Dinas Perindustrian, dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup. Semua kegiatan tersebut harus memiliki dokumen resmi agar produksi kayu menjadi legal.

Dalam hal ini SIUP tentu diperlukan yaitu sebagai legalitas industri. Misalnya pada perusahaan legalitas SVLK terbagi menjadi 4 tahapan. Pertama, legalitas perusahaan artinya perusahaan memiliki izin resmi menjalankan industri. Contohnya Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), akta pendirian perusahaan dan aspek perizinan lainnya. Kedua, legalitas bahan baku seperti dokumen jual beli atau kontrak bahan baku, berita acara serah terima bahan baku, nota angkutan. Ketiga, legalitas ekspor, dengan disertai dokumen penjualan yang mencakup invoice, packing list dan aspek lain. Keempat, legalitas ketenagakerjaan yaitu industri harus mengutamakan prinsip Kesehatan, Keselamatane, dan Ketersediaan peralatan kerja.

Selain itu, latar belakang penerapan SVLK diantaranya :

  1. Komitmen Pemerintah dalam memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu illegal.
  2. Perwujudan good forest governance menuju pengelolaan hutan lestari.
  3. Permintaan atas jaminan legalitas kayu dalam bentuk sertifikasi dari pasar internasional, khususnya dari Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan Australia.
  4. “National Insentive” untuk mengantisipasi semakin maraknya permintaan skema sertifikasi legalitas kayu dari negara asing, seperti skema FSC, PEFC, dsb.

Adapun para pihak yang harus menerapkan VLK antara lain:

  1. Pemegang izin usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam (HA), Hutan Tanaman Industri (HTI), Rehabilitasi Ekologi (RE),
  2. Hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa, hutan tanaman rakyat (HTR),
  3. Pemilik hutan hak (hutan rakyat),
  4. Pemilik ijin pemanfaatan kayu (IPK),
  5. Pemegang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) dan Industri Usaha Lanjutan (IUI) dan Tanda Daftar Industri (TDI).

Audit verifiasi legalitas kayu (VLK) dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan ditetapkan oleh SK Menteri Kehutanan sebagai Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LV-LK) yakni PT. SUCOFINDO (PERSERO) telah diakreditasi KAN berdasarkan hasil rapat KAN COUNCIL pada tanggal 4 Juni 2010. Adapun ruang lingkup akreditasi meliputi :

  1. VLK yang berasal dari Hutan Negara pada IUPHHK-HA/HPH, IUPHHK-HTI/HPHTI, IUPHHK-RE.
  2. VLK yang berasal dari Hutan Negara yang dikelola masyarakat pada IUPHHK-HTR/HKm.
  3. VLK pada IUIPHHK dan IUI Lanjutan.
  4. VLK yang berasal dari Hutan Hak.
  5. VLK pada pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.8/VIBPPHH/2012 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu, SVLK memiliki delapan standar legalitas kayu, yaitu :

  1. Standar verifikasi legalitas kayu pada hutan negara yang dikelola oleh pemegang izin dan pemegang hak pengelolaan,
  2. Standar verifikasi legalitas kayu pada hutan negara yang dikelola oleh masyarakat (HTR, HKm, HD),
  3. Standar verifikasi legalitas kayu pada hutan hak,
  4. Standar verifikasi legalitas kayu pada pemegang IPK,
  5. Standar verifikasi legalitas kayu pada pemegang IUIPHHK dan IUI,
  6. Standar verifikasi legalitas kayu pada TDI (Tanda Daftar Industri),
  7. Standar verifikasi legalitas kayu pada industri rumah tangga dan pengrajin,
  8. Standar verifikasi legalitas kayu pada TPT

Unit Manajemen dinyatakan lulus dalam audit VLK dan diberikan Sertifikat Legalitas Kayu jika semua norma penilaian untuk setiap verifier pada Standar Verifikasi Legalitas Kayu “Memenuhi”. Dalam hal hasil verifikasi “Tidak Memenuhi”, maka PT. SUCOFINDO akan menyampaikan laporan hasil verifikasi kepada Unit Manajemen dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki verifier yang “Tidak Memenuhi” dengan batas waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak Unit Manajemen menerima laporan hasil verifikasi. Pengambilan keputusan hasil verifikasi “Memenuhi” atau “Tidak Memenuhi” dilakukan oleh Pengambil Keputusan (Panel Review) yang didasarkan oleh laporan auditor. Kemudian lembaga LV-LK akan menerbitkan :

  1. Laporan Hasil Verifikasi Legalitas Kayu (LH-VLK) yang berisi analisa pemenuhan setiap kriteria standar legalitas kayu bagi setiap Unit Manajemen yang diverifikasi.
  2. Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) bagi Unit Manajemen yang memenuhi semua kriteria standar legalitas kayu.

SVLK diterapkan secara wajib untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan hutan dan menjaga kredibilitas legalitas kayu dari Indonesia sebagaimana Peraturan Menteri Perdagangan No 64 Tahun 2012 bahwa terdapat 40 jenis produk berbasis kayu 16 diantaranya per 1 Januari 2013 wajib memiliki sertifikat SVLK sedangkan 14 yang lainnya per 1 Januari 2012. Kegiatan pelaksanaan verifikasi legalitas kayu terdiri dari :

  1. Permohonan verifikasi,
  2. Perencanaan verifikasi,
  3. Pelaksanaan verifikasi,
  4. Penerbitan sertifikat legalitas dan sertifikasi ulang,
  5. Penilikan,
  6. Audit khusus.

Selanjutnya, berapa lama sertifikat legalitas kayu berlaku?

  1. Sertifikat VLK bagi pemegang IUPHHK-HA/HT/RE/Pemegang hak pengelolaan, IUPHHK-HTR/HKM/HD/HTHR/IPK, IUIPHHK, IUI dengan modal investasi lebih dari Rp500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) di luar tanah dan bangunan, dan TPT berlaku selama 3 tahun sejak diterbitkan dan dilakukan penilikan (surveillance) sekurangnya 12 bulan sekali.
  2. Sertifikat LK bagi IUI dengan investasi sampai dengan Rp500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) di luar tanah dan bangunan, TDI dan industri rumah tangga/pengrajin dan pedagang ekspor berlaku selama 6 tahun sejak diterbitkan dan dilakukan penilikan (surveillance) sekurangnya 24 bulan sekali.

Pada dasarnya kayu disebut legal jika kebenaran asal kayu, ijin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, administrasi dan dokumentasi angkutan, pengelohan, dan perdagangan atau pemindahtangannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan