Sanksi Penyerobotan Tanah dalam Bentuk Bangunan

Pertanyaan
Apa sanksi Hukum nyrobot tanah cuma 1meter wujud bangunan?Ulasan Lengkap
Sebelum menjawab pertanyaan, ada baiknya kita telaah terlebih dahulu arti kata “penyerobotan”. Penyerobotan dapat diartikan sebagai perbuatan mengambil hak atau harta dengan sewenang-wenang atau dengan tidak mengindahkan hukum dan aturan, seperti menempati tanah atau rumah orang lain, yang bukan merupakan haknya. Tindakan penyerobotan tanah secara tidak sah merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana[1]. Contoh tindakan lain yang membuktikan penyerobotan tanah antara lain mencuri, merampas, menduduki, menempati tanah, atau rumah milik orang lain.
Berkaitan dengan penyerobotan tanah berkaitan dengan memasuki lahan orang lain, diatur dalam Pasal 167 KUHP yang menyatakan sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan melawan hak orang lain masuk dengan memaksa kedalam rumah atau ruangan yang tertutup atau pekarangan, yang dipakai oleh orang lain, atau sedang ada disitu dengan tidak ada haknya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyak Rp. 4.500”
Penyerobotan yang dimaksud di atas adalah memasuki pekarangan atau rumah orang lain. Adapun unsur-unsur dari ketentuan pidana tersebut diantaranya:
- Barang siapa
Artinya adalah subyek hukum orang perorangan (natuurlijk persoon), yang memenuhi unsur-unsur lebih lanjut.
- Melawan hak orang lain masuk dengan memaksa
Artinya dengan sengaja melanggar hak orang lain dengan cara memaksa atau tanpa dikehendaki oleh orang yang memiliki hak tersebut.
- Rumah atau ruangan yang tertutup atau pekarangan yang dipakai orang lain, atau sedang disitu dengan tidak tida ada haknya
Artinya suatu bangunan baik itu untuk rumah, lumbung, atau apapun, atau suatu lahan yang sedang digunakan oleh orang lain.
- Tidak segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berak
Artinya meski telah diminta oleh orang yang berhak, namun orang yang dimaksud tetap tidak meninggalkan rumah tersebut.
Sebagai contoh dari tindak pidana tersebut di atas adalah:
- A sedang meninggalkan rumahnya untuk bertugas di luar kota selama 4 (empat) bulan dan menitipkannya kepada salah seorang tetangga bernama B. Saat A kembali, ternyata B sudah membawa keluarganya dan tinggal dengan nyaman di rumah A. A telah meminta kepada B dan keluarganya untuk meninggalkan rumah tersebut namun B tetap tidak pergi.
- A yang tinggal di Kota Surabaya memiliki pekarangan di Kota Malang. A sehari-hari hidup di Kota Surabaya. Suatu ketika A menjenguk tanah pekarangannya di Kota Malang dan ternyata di atas tanah tersebut sudah ada bangunan gubuk yang ditinggali oleh B. B tidak memiliki alas hak apapun di atas tanah pekarangan tersebut. Saat A meminta B untuk pergi meninggalkan pekarangan, B tidak juga pergi dari tanah pekarangan tersebut.
Agar seseorang dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 167 KUHP, maka tindakan seseorang tersebut harus memenuhi seluruh unsur di atas.
Lebih lanjut, apabila, “penyerobotan” yang dimaksud adalah memakai/menguasai lahan tanpa izin yang berhak atau kuasanya, maka berlaku Pasal 6 ayat 1 huruf (a) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Prp) No. 51 tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya yang berbunyi :
“Barangsiapa memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, dengan ketentuan, bahwa jika mengenai tanah-tanah perkebunan dan hutan dikecualikan mereka yang akan diselesaikan menurut pasal 5 ayat (1), dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam pasal-pasal 3, 4 ,5 maka dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama lamanya 3 tahun dan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) (telah disesuaikan dengan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP)”
Adapun unsur-unsur dari ketentuan pidana tersebut diantaranya:
- Barang siapa
Artinya adalah subyek hukum orang perorangan (natuurlijk persoon), yang memenuhi unsur-unsur lebih lanjut.
- Memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah
Artinya dengan sengaja memakai atau menguasai tanah orang lain tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah.
- Bahwa jika mengenai tanah-tanah perkebunan dan hutan dikecualikan mereka yang akan diselesaikan menurut pasal 5 ayat (1)
Artinya mengnai tanah-tanah perkebunan dan hutan dikecualikan mereka yang akan diselesaikan menurut pasal 5 ayat 1 Prp No 51 tahun 1960.
Adapun contoh kasus terkait pasal 6 ayat 1 adalah sebagai berikut:
Dalam perkara Tipiring yang diajukan oleh Penyidik tertanggal 1 Maret 2018, Nomor: B/37/III/2018/Sek.Langgudu
“Pada tanggal 22 April 2002 terdakwa mulai menggarap dan menanam bibit kacang di lahan pertanian yang beralamat di desa Karumbu, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima. Terdakwa melakukan semua hal tersebut di atas karena Terdakwa merasa tanah tersebut masih milik orang tua Terdakwa yang bernama Safrudin als Ama Tai dengan alasan tanah tersebut adalah merupakan dari orang tuanya dan tidak merasa menjual kepada saksi Ibrahim M. Saleh. Bahwa oleh karena terdakwa tidak juga mengembalikan tanah tersebut, maka korban yang bernama Ibrahim M. Saleh menunjukkan bukti-bukti kepemilikan atas tanah dimana Sertifikat atas nama Ibrahim M. Saleh sebagaimana terlampir dalam berkas perkara berupa, Fotocopy Sertifikat Hak milik 338 atas nama Ibrahim M. Saleh. Menurut Hakim, semua tindakan Terdakwa sebagaimana tersebut di atas adalah tanpa hak dan melawan hukum menguasai tanah tanpa seizin pemiliknya yang sah.”
Dengan demikian unsur dalam pasal 6 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Prp) Nomor 51 tahun 1960 telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan maka terdakwa haruslah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak dan melawan hukum menguasai tanah tanpa seizin pemiliknya yang sah.
Adapun jika yang dimaksud oleh Saudara adalah penyerobotan tanah terkait dengan penjualan tanah, maka yang berlaku adalah Pasal 385 KUHP, salah satunya pada pasal 1 yang berbunyi:
“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan creditverband sesuatu hak tanah yang telah bersetifikat, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang belum bersetifikat, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atas tanahnya adalah orang lain diancam paling lama empat tahun”
Unsur-unsur pasal diatas adalah sebagai berikut :
- Barang siapa
Artinya adalah subyek hukum orang perorangan (natuurlijk persoon), yang memenuhi unsur-unsur lebih lanjut.
- Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
Artinya memperoleh aspek materiil dengan adanya pertambahan nilai kekayaan atau harta benda bagi diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
- Menjual, menukarkan atau membebani dengan creditverband sesuatu hak tanah yang telah bersertifikat
- Sesuatu Gedung, bangungan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang belum bersitifkat
- Padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atas tanahnya adalah orang lain
Adapun contoh kasus terkait pasal 385 KUHP adalah sebagai berikut :
Dalam Putusan Nomor 21/Pid.B/2013/PN.Lmj tertanggal 6 Mei 2013 yang berkekuatan hukum tetap. Terdakwa terbukti bersalah dengan kronologi :
“Terdakwa atas nama ATNADI al. P. SLAMI Bin BUNAREN P. BUJAH dan Sdr. BUKAMIN als. KARANGANOM, tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan saksi BUGINAH (pemilik), terdakwa bersama-sama dengan Sdr. BUKAMIN als. KARANGANOM menyewakan tanah sawah milik saksi BUGINAH tersebut kepada saksi BUSONO Bin SAIMIN Als. P. MAT BUSONO selama 5 (lima tahun) terhitung sejak bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Desember 2015 seharga Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)”.
Sesuai dengan unsur pasal tersebut, dalam kasus diatas terdakwa menyewakan tanah sawah yang bukan hak nya, maka sudah sesuai dengan pasal yang didakwakan.
Dalam ketentuan-ketentuan tersebut, tidak diatur minimal/maksimal jarak dari penyerobotan yang dimaksud, maka dari itu penulis menganggap walaupun penyerobotan dilakukan hanya terhadap tanah seluas 1 (satu) meter, maka tetap akan dikenakan hukuman pidana karena telah merampas HAK atas tanah milik orang lain. Namun demikian, dalam melaporkan pidana tersebut Saudara harus terlebih dahulu dapat membuktikan bahwa tanah seluas 1 (satu) meter tersebut adalah benar milik Saudara. Apabila Saudara masih belum dapat membuktikannya, maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengajukan permohonan pengukuran ulang kepada BPN.
[1] Ivor Ignasio Pasaribu, SH. (2013). Penyerobotan Tanah Secara Tidak Sah Dalam Perspektif Pidana
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan