Pewaris Melarang Memasuki Areal Warisan Terhadap Harta Warisan Yang Belum Dibagi
Pertanyaan
Apakah bisa dipidana seorang ahli waris melarang ahli waris lainnya untuk memasuki wilayah areal padahal tidak ada pembagian dari pewaris kepada semua ahli waris?Ulasan Lengkap
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, di sini perlu dipastikan terlebih dahulu dasar pewarisannya agar dapat dibuktikan bahwa penanya memang ahli waris yang sah.
Guna mengetahui seorang ahli waris berhak atau tidak melakukan pelarangan bagi ahli waris lainnya, maka harus terlebih dahulu diketahui dan ditetapkan pihak yang memiliki hak atas tanah tersebut. Adapaun cara untuk mendapatkan kewarisan yang berlaku untuk masyarakat non-muslim yang diatur dalam hukum waris berdasarkan KUHPerdata berdasarkan 2 (dua) cara yaitu:
- Sebagai ahli waris menurut undang-undang
- Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament)
- Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris dan memiliki kepentingan langsung terhadap harta warisan tersebut adalah para keluarga sedarah,baik yang sah maupun luar kawin, dan suami/istri pewaris hidup terlama yang masih hidup. (Pasal 832 KUHPerdata).
- Bila orang yang meninggal dunia tidak membuat testament(surat wasiat) maka dalam KUH Perdata ditetapkan 4 (empat) golongan yang berhak menrima warisan, antara lain:
- Golongan I, yaitu suami atau istri yang hidup terlama dan anak-anak berserta keterununan (Pasal 852 KUHPerdata)
- Golongan II, yaitu orang tua, saudara, dan keturunan saudara pewaris. Golongan ini mendapat warisan jika pewaris belum mempunyai isteri atau suami dan anak, dengan demikian yang berhak adalah (Pasal 854 KUHPerdata)
- Golongan III, yaitu kakek nenek. Golongan ini pewaris tidak mempunyai saudara kandung sehingga yang mendapatkan waris adalah keluarga dalam garis lurus ke atas baik dari garis ibu maupun ayah(Pasal 853 KUHPerdata)
- Golongan IV, paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan sampai derajat ke 6. Pada golongan ini yang berhak menerima warisan adalah keluarga sedarah dalam garis atas yang masih hidup. Mereka ini dapat ½ bagian, sedangkan ahli waris dalam garis yang lain dan derajatnya paling dekat denganpewaris mendapatkan ½ bagian sisa. (Pasal 858 KUHPerdata)
Sedangkan pembagian ahli waris untuk muslim dapat mengacu pada Kompilasi Hukum Islam seperti yang disebutkan dalam Pasal 174 KHI bahwa ahli waris dikelompokkan ke beberapa golongan, yaitu:
a. Menurut hubungan darah:
- Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan dari nenek.
b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Sebagai salah satu ahli waris, Anda dapat meminta pembagian warisan karena Anda sebagai ahli waris tidak diharuskan menerima berlangsungnya harta peninggalan dalam keadaan tidak terbagi. Anda mempunyai hak untuk menuntut pembagian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1066 KUHPerdata dinyatakan sebagai berikut:
“Tiada seorang pun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima harta peninggalan tersebut dalam keadaan tidak terbagi.
Pemisahan harta peninggalan itu dapat sewaktu-waktu dituntut, meskipun ada ketentuan yang bertentangan dengan itu.”
Sedangkan di dalam Pasal 188 KHI menjelaskan bahwa:
“Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada di antara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan.”
Pembagian warisan memiliki syarat yang mutlak yaitu, harta waris baru terbuka atau dapat diwariskan kepada pihak lain jika terjadinya suatu kematian (Pasal 830 KUHPerdata), sehingga apabila pemberian warisan saat pewaris masih hidup akan batal demi hukum karena bertentangan dengan hukum nasional karena pemberian warisan kepada ahli waris tidak dapat dilakukan saat pewaris masih hidup.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam memberikan penjelasan tentang kriteria pewaris. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggal atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. Berdasarkan pasal 171 huruf b KHI, bahwa yang dimaksud pewaris adalah harus memiliki 4 (empat) kriteria. Pertama, telah meninggal dunia; kedua, beragama Islam; ketiga, meninggalkan ahli waris; dan keempat, meninggalkan harta peninggalan. Ke 4 (empat) kriteria tersebut, tetap memberikan penegasan, bahwa keadaan meninggal dunia pada diri pewaris tetap menjadi syarat pada perpindahan harta warisannya dikatakan sebagai perpindahan harta dalam bentuk kewarisan.
Namun di dalam KHI juga memberikan alternatif lain bahwa pembagian harta warisan dapat dilaksanakan sebelum terjadinya kematian pada diri pewaris sebagaimana diatur pada pasal 187 ayat (1) KHI karena alasan menghindari terjadinya perselisihan yang akhirnya terjadi kemudaratan di antara para ahli waris adalah tidak bertentangan dengan hukum Islam.
- Bilamana pewaris meninggalkan warisan harta peninggalan, maka oleh pewaris semasa hidupnya atau oleh para ahli waris dapat ditunjuk beberapa orang sebagai pelaksana pembagian harta warisan dengan tugas:
- Mencatat dalam suatu daftar harta peninggalan, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak yang kemudian disahkan oleh para ahli waris yang bersangkutan, bila perlu dinilai harganya dengan uang;
- Menghitung jumlah pengeluaran untuk kepentingan pewaris sesuai dengan pasal 175 ayat (1) sub a, b, dan c.
- Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak.
Apabila memang dapat dibuktikan bahwa penanya adalah ahli waris yang berhak atas bagian dalam areal yang dilarang untuk dimasuki tersebut maka laporan pidana bisa saja diajukan dengan dasar tindak pidana Penggelapan Biasa sebagaimana Pasal 372 KUHP atau penggelapan hak atas tanah sebagaimana Pasal 385 ayat (1) KUHP, yang berbunyi:
- Pasal 372 KUHP
“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, di ancam karena Penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”
- Pasal 385 (1) KUHP
“Diancam pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun:
barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan credit verband sesuatu hak tanah Indonesia, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah dengan hak Indonesia, padahal diketahui bahwa yang mempunyai hak atasnya adalah orang lain”
Kedua pasal di atas hanya berlaku jika terjadinya penjualan tanah tanpa sepengetahuan ahli waris lain, kemudian harta warisan masih belum terbagi atau dalam sengketa dan barang yang menjadi objek penggelapan masih dalam keadaan ‘sumir’ di mana saudara belum dapat menjelaskan kepemilikannya atas harta warisan itu. kami rekomendasikan apabila ingin memperkarakannya secara pidana maka diperjelas terlebih dahulu kedudukan pemilik objek penggelapan waris tersebut secara perdata . Hal ini juga sesuai ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (“Perma 1/1956”) yang menyatakan:
“Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.”
Mengenai perbuatan menghalangi atau melarang memasuki areal wilayah warisan namun warisan tersebut belum dibagi, kami sarankan untuk memperjelas kedudukan Anda secara perdata terlebih dahulu terhadap obyek hak atas tanah tersebut, kemudian Anda dapat memperjuangkan hak waris Anda dengan mengajukan gugatan secara perdata ke Pengadilan. Di samping itu, dalam mempermasalahkan hal ini ke ranah pidana Anda tidak dapat mengajukan gugatan, kalau ternyata pembagiannya adalah untuk si penanya atau bukan untuk ahli waris yang melarang masuk itu justru dapat dikenakan Pasal 167 KUHP.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan