Persyaratan Administrasi Perkawinan Harus Terpenuhi
Pertanyaan
Assalamualaikum, saya mau bertanya, saya adalah anak angkat, tapi di akta nama kedua orang tua saya adalah nama orang tua angkat saya bukan orang tua kandung saya yang asli, lalu saya menikah dan di buku nikah saya catat kan nama orang tua kandung saya yang asli, apakah saya salah ? Atau nanti akan terkena hukum pidana? Mohon penjelasannyaUlasan Lengkap
Pertama-tama sebelum kami menjawab, dalam pertanyaan tersebut tidak jelas apakah pengangkatan Saudara sebagai anak telah sesuai dengan prosedur yang mengatur terkait dengan administrasi kependudukan ? Namun kami asumsikan, bahwa pengangkatan Saudara sebagai anak tidak berdasarkan prosedur pengangkatan anak setelah terbitnya peraturan tentang administrasi kependudukan, sebab Saudara sudah menjelaskan mengenai akta dan kartu keluarga Saudara yang terdaftar dengan orang tua angkat Saudara, yang kemungkinan besar hukum yang digunakan adalah adopsi anak.
Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa tiap-tiap perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama masing-masing dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Hal ini dimaksudkan bahwa perkawinan merupakan peristiwa hukum, harus ada bukti hukum. Bukti hukum disini direkam dalam sebuah pencatatan yang sah, yaitu dalam rangka menegakkan peraturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia.
Berkaitan dengan bukti hukum yang dimaksud adalah akta nikah, yang secara ketentuannya diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Pencatatan Pernikahan (PMA 20/2019). Dalam ketentuan Pasal 4 PMA 20/2019 mengatur mengenai prosedur persyaratan administratif yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:
- surat pengantar nikah dari desa/kelurahan tempat tinggal calon pengantin;
- foto kopi akta kelahiran atau surat keterangan kelahiran yang dikeluarkan oleh desa/kelurahan setempat;
- foto kopi kartu tanda penduduk/resi surat keterangan telah melakukan perekaman kartu tanda penduduk elektronik bagi yang sudah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau sudah pernah melangsungkan nikah;
- foto kopi kartu keluarga;
- surat rekomendasi nikah dari KUA Kecamatan setempat bagi calon pengantin yang melangsungkan nikah di luar wilayah kecamatan tempat tinggalnya;
- persetujuan kedua calon pengantin;
- izin tertulis orang tua atau wali bagi calon pengantin yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun;
- izin dari wali yang memelihara atau mengasuh atau keluarga yang mempunyai hubungan darah atau pengampu, dalam hal kedua orang tua atau wali sebagaimana dimaksud dalam huruf g meninggal dunia atau dalam keadaaan tidak mampu menyatakan kehendaknya;
- izin dari pengadilan, dalam hal orang tua, wali, dan pengampu tidak ada;
- dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum mencapai usia sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- surat izin dari atasan atau kesatuan jika calon mempelai berstatus anggota tentara nasional Indonesia atau kepolisian Republik Indonesia;
- penetapan izin poligami dari pengadilan agama bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang;
- akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak atau buku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; dan
- akta kematian atau surat keterangan kematian suami atau istri dibuat oleh lurah atau kepala desa atau pejabat setingkat bagi janda atau duda ditinggal mati.
Dalam proses perkawinan terdapat, persyaratan administrasi yang harus dipenuhi yakni mengenai akta kelahiran dan kartu keluarga. Berkaitan dengan hal tersebut, secara administratif mencantumkan nama orang tua angkat dalam akta kelahiran dan kartu keluarga merupakan suatu perbuatan yang dilarang dan dapat dikenakan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UUAK).
Pengangkatan anak berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (PP 54/2007), harus dilakukan melalui penetapan pengadilan, dan dinyatakan pula bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Bahkan, pada Pasal 6 PP 54/2007 dimaksud disebutkan bahwa orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya. Namun demikian, jika yang digunakan adalah hukum adopsi sebagaimana Staatsblaad Tahun 1917 Nomor 129, memang terdapat pemutusan hubungan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya, sehingga akta tersebut menuliskan orang tua angkat sebagai orang tua kandung.
Lebih lanjut, apabila telah terbit penetapan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap mengenai pengangkatan anak tersebut, maka wajib dilaporkan kepada instansi pelaksana dalam hal ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Berdasarkan laporan tersebut pejabat pencatat sipil selanjutnya membuat catatan pinggir pada kutipan akta kelahiran dan register akta kelahiran. Catatan pinggir yang dimaksud merupakan keterangan tambahan bahwa anak yang namanya tercantum dalam akta kelahiran telah diadopsi oleh orang tua angkatnya. Selanjutnya pengangkatan anak yang telah melalui proses pencatatan pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 87 Peraturan Presiden Nomor 25 tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil, maka dalam Kartu Keluarga hubungan Kepala Keluarga dengan anak angkat adalah sebagai “anak”, dengan nama orang tua kandung tetap tercantum dalam kolom ayah dan ibu. Namun apabila yang digunakan adalah adopsi anak, maka nama orang tua kandung hanya tertulis dalam penetapan pengadilan.
Berdasarkan uraian yang dijelaskan diatas, permasalahan yang timbul terletak pada kartu keluarga dan akta kelahiran saudara yang tidak sesuai dengan prosedur atau ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam UUAK itu sendiri. Oleh karena itu, keterangan yang Saudara berikan tentang orang tua kandung haruslah terdapat dasarnya, yaitu penetapan pengadilan. Apabila tidak memiliki penetapan pengadilan dimaksud yang menunjukkan orang tua kandung Saudara, maka terdapat kemungkinan Saudara dapat dipidana karena memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik (buku nikah).
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan