Penghapusan Penggolongan Penduduk Dalam Hukum Pidana

status kewarganegaraan Indonesia Image by Piterest.com

Pertanyaan

Mengapa penggolongan penduduk didalam hukum pidana sudah tidak berlaku ? terimakasih

Ulasan Lengkap

Terima kasih atas pertanyaannya, Sdr. Marsela Wijayanti.

Indische Staatsregeling (IS; Stbld 1925-415 jo 577) adalah undang-undang dasar yang mengatur tata negara dan pemerintahan Hindia Belanda. Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) mengatur mengenai Penggolongan penduduk di Indonesia sebagai berikut: [1]

  1. Golongan Eropa meliputi semua orang Belanda, semua orang yang berasal dari Eropa tetapi bukan dari Belanda, semua orang Jepang, semua orang yang berasal dari tempat lain, tetapi tidak termasuk orang Belanda, yang di negaranya tunduk kepada hukum keluarga dan asas-asasnya sama dengan hukum Belanda. Anak sah atau yang diakui menurut Undang-Undang dan keturunan selanjutnya dari orang-orang yang berasal dari Eropa bukan Belanda atau Eropa yang lahir di Hindia Belanda;
  2. Golongan Bumiputera, meliputi semua orang yang termasuk rakyat asli Hindia-Belanda dan tidak pernah pindah ke dalam golongan penduduk lain dari golongan Bumiputera, golongan penduduk lainnya yang telah meleburkan diri menjadi golongan Bumiputera dengan cara meniru atau mengikuti kehidupan sehari-hari golongan Bumiputera dan meninggalkan hukumnya atau karena perkawinan;
  3. Golongan Timur Asing, meliputi Penduduk yang tidak termasuk golongan Eropa dan golongan Bumiputera. Golongan ini dibedakan atas Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing Bukan Tionghoa seperti Arab dan India.

 

Sedangkan Pasal 131 Indische Staatsregeling (IS) mengadakan 3 golongan hukum yang berlaku untuk tiap golongan penduduk sebagaimana di atas, dan ditegaskan sebagai berikut:[2]

  1. Hukum perdata dan dagang, hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus dikodifisir, yaitu diletakkan dalam suatu kitab undang-undnag. Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut (dicontoh) perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (asas konkordansi)
  2. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing, jika ternyata kebutuhan masyarakat mereka menghendakinya, dapatlah peraturanperaturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan, dan juga diperbolehkan membuat suatu peraturan baru bersama, untuk lainnya harus diindahkan aturan-aturan yang berlaku di kalangan mereka, dari aturan-aturan mana boleh diadakan penyimpangan jika dminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan kemasyarakatan mereka.
  3. Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan orang Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku di Eropa, penundukan boleh dilkukan baik seluruhnya maupun hanya mengenai suatu perbuatan tertentu.

Setiap penggolongan penduduk tersebut berlaku hukum yang berbeda-beda. Akan tetapi dalam perkembangannya, pemberlakuan Pasal 131 dan Pasal 163 IS telah dicabut melalui Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor 31/U/IN/12/1966 tertanggal 27 Desember 1966 dan berlaku tanggal 1 Januari 1967, dengan tujuan demi tercapainya pembinaan kesatuan bangsa Indonesia yang bulat dan homogen.[3] Berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia telah menegaskan mengenai persamaan di hadapan hukum, diantaranya telah dipertegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28B ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan (4), Pasal 28I ayat (2) yang menyatakan:

Pasal 26 ayat (1)

“Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara.”

Pasal 27 ayat (1)

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Pasal 28B ayat (2)

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28D ayat (1)

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”

Pasal 28D ayat (4)

“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain.”

Pasal 28I ayat (2)

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

Kemudian mengenai warga negara diatur lebih lanjut di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (UU Kewarganegaraan). UU Kewarganegaraan ini menetapkan siapa saja yang dapat tergolong warga negara terlepas dari unsur ras, etnis, dan warna kulit, selama memenuhi syarat-syarat yang diatur oleh undang-undang. Setelah disahkannya UU Kewarganegaraan tersebut dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Administrasi Kependudukan), kini penggolongan penduduk di Indonesia terbagi menjadi 2 (dua) yakni Warga Negara Indonesia dan Orang Asing. Penggolongan Penduduk sebagaimana diatur pada Indische Staatsregeling sebagai peraturan produk kolonial dihapuskan dan tidak digunakan lagi di dalam UU Administrasi Kependudukan sebab hal ini dianggap sebagai perlakuan diskriminatif yang membeda-bedakan suku, keturunan, dan agama. Penggolongan Penduduk dan pelayanan diskriminatif yang demikian itu tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana dijelaskan di dalam Penjelasan Umum UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Komitmen pemerintah dalam perlindungan dan penyelesaian segala bentuk diskriminasi ras dan etnis diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, yang berdasarkan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum bagi warga negara.[4]

Pengertian dari Warga Negara Indonesia menurut Pasal 1 Angka (3) UU Administrasi Kependudukan adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai Warga Negara Indonesia. Kemudian berdasarkan Pasal 4 Kewarganegaraan, pengertian lebih lanjut mengenai Warga Negara Indonesia berbunyi:

“Warga Negara Indonesia adalah :

  1. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
  2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia;
  3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
  4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
  5. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
  6. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
  7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
  8. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
  9. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
  10. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
  11. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
  12. anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
  13. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.”

Sedangkan pengertian dari Orang Asing sebagaimana Pasal 1 Angka (4) UU Administrasi Kependudukan adalah orang bukan Warga Negara Indonesia.

Di dalam hukum, terdapat tiga asas hukum yang digunakan untuk menyelesaikan pertentangan atau konflik antar perundang-undangan, yakni:

  1. Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori

Memiliki makna bahwa undang-undang (norma/aturan hukum) yang lebih tinggi meniadakan keberlakuan undnag-undang (norma/aturan hukum) yang lebih rendah.

  1. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali

Memiliki makna bahwa undang-undang (norma/aturan hukum) yang khusus meniadakan undang-undang (norma/aturan hukum) yang umum.

  1. Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori

Memiliki makna bahwa undang-undang (norma/aturan hukum) yang baru meniadakan keberlakuan undang-undang (norma/aturan hukum) yang lama.[5]

Sehingga, oleh karena adanya asas hukum Lex posteriori derogat legi priori tersebut, maka dapat dipahami bahwa Pasal 163 Indische Staatsregeling yang menyatakan bahwa penduduk Indonesia dibagi ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu: (1) Golongan Eropa, (2) Golongan Timur Asing – Tionghoa – Bukan Tionghoa, dan (3) Golongan Bumiputera sudah tidak berlaku lagi.

 

[1] Habib Adjie. 2008. Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris. Bandung: Mandar Maju. Hlm. 5

[2] Ibid, hlm 6-7.

[3] Herlin Budiono. 2013. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hlm. 84

[4] Sari Elsye Priyanti. 2019. Tinjauan Yuridis Penggolongan Penduduk Dalam Pembuatan Keterangan Waris. Pascasarjana Universitas Islam Indonesia.

[5] Nurfaqih Irfani. 2020. Asas Lex Superior, Lex Specialis, dan Lex Posterior: Pemaknaan, Problematika, dan Penggunaannya dalam Penalaran dan Argumentasi Hukum. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan