Pengenaan Sanksi Bagi Pengusaha yang Tidak Memberikan Gaji Karyawan Selama PPKM Darurat

Photo by Karolina on Pexels

Pertanyaan

adakah peraturan pengena'an sanksi bagi pengusaha yang tidak memberikan gaji karyawan selama ppkm darurat start 3 Juli sampai akhir bulan.Pekerja tidak mendapatkan gaji karna selama ppkm darurat tempat kerja tutup. Sebagai info jenis pekerjaan adalah sebagai karyawan kolam renang (jasa)

Ulasan Lengkap

Pertanyaan tersebut tidak menyebutkan mengenai jenis perjanjian ketenagakerjaan, apakah perjanjian kerja waktu tertentu, perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau outsorching. Oleh karena itu terlebih dahulu kami menjelaskan sebagai terkait perjanjian-perjanjian kerja tersebut.

Manakala hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha pemilik kolam renang adalah hubungan kerja outsorching, maka tentu ada pihak ketiga lainnya yang mempekerjakan Saudara kepada pengusaha pemilik kolam renang tersebut, atau biasa disebut agen tenaga kerja. Apabila hal ini yang terjadi, maka pekerja berhak untuk menuntut gaji kepada perusahaan outsorching sebagaimana perjanjian antara pekerja dengan perusahaan outsorching

Apabila telah terdapat perjanjian kerja waktu tidak tertentu, yang artinya perjanjian hanya berlaku selama waktu yang telah ditentukan, maka hal tersebut harus tunduk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang merubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan). Pasal 59 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat dibuat apabila:

  1. pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya
  2. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
  3. pekerjaan yang bersifat musiman;
  4. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau
  5. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap

Dengan demikian, perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diterapkan apabila pekerjaan yang Saudara lakukan adalah pekerjaan yang memenuhi kriteria tersebut di atas. Adapun untuk upah yang harus dibayarkan bukanlah komisi, melainkan upah sebagimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dimana dalam UU Ketenagakerjaan memperbolehkan pengupahan yang disesuaikan dengan jam kerja.

Selanjutnya, apabila perjanjian kerja tidak dibuat secara tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 57 UU Ketenagakerjaan, maka perjanjian kerja waktu tertentu tersebut menjadi batal, karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Hal ini tentu akan berpengaruh pada hak-hak pekerja, terlebih hak pekerja apabila nantinya terjadi PHK.

Berkaitan dengan masa pandemi, terkait dengan gaji atau upah pekerja telah diatur dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 (selanjutnya disebut SE Menaker 3/2020). Dalam hal melaksanakan perlindungan pengupahan bagi pekerja/buruh Angka Romawi II nomor 4 SE Menaker 3/2020 menerbitkan kebijakan sebagai berikut :

“Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.”

Dengan demikian, apabila pekerja adalah pekerja yang dirumahkan karena tempat usaha tutup, maka peraturan tentang pengupahan dikembalikan kepada Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Peraturan Kerja Bersama tentang pengupahan bagi pekerja yang dirumahkan. Namun apabila dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Peraturan Kerja Bersama juga tidak ada terkait ketentuan tersebut, maka pekerja masih berhak untuk mendapatkan upah dari perusahaan sebagaimana Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) Huruf B angka 2 butir a yang menyatakan:

Dalam hal pekerja/buruh dirumahkan untuk sementara waktu, maka upaya yang dapat dilakukan oleh pengusaha adalah: tetap membayar uapah yang biasa diterima pekerja/buruh

Selanjutnya, berkaitan dengan sanksi bagi perusahaan atau pengusaha yang tidak membayar upah pekerja, maka hal tersebut diatur dalam Pasal 185 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan:

Barangsiapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)

Adapun isi dari Pasal 88A ayat (3) adalah:

Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kesepakatan

Dengan demikian, apabila pengusaha dan/atau perusahaan tidak melaksanakan pembayaran upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kesepakatan, maka pengusaha/perusahaan tersebut dapat dikenai sanksi sebagaimana ketentuan di atas.

Meski demikian, mengingat masa pandemi yang mana mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia baik pekerja maupun pengusaha, maka ada baiknya penyelesaian dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan negosiasi. Terlebih, mengingat asas pidana yang sesungguhnya adalah jalan terakhir (ultimum remidium).

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan