Hibah Dalam Hukum Islam

Pertanyaan

Nama saya salama dan Ibu kami namanya Sariya, punya 2 anak yaitu : Sukamah dan salama. Tanah yg saya tempati atas nama SUKAMA AL SARIYA. Apakah saya (salama) tidak mempunyai hak atas tanah tersebut? Krna sukamah akan mengambil alih tanah tersebut berdasarkan nama tanah secara tertulis

Ulasan Lengkap

Terima kasih sudah berbagi permasalahannya kepada kami, sebelumnya dalam pertanyaan Saudara tidak menjelaskan terkait proses perolehan tanah yang dimaksud sehingga kami asumsikan bahwa ketika Ibu Saudara meninggal, nama di sertifikat tanah sudah menjadi Sukamah Al Sariya.

Dalam hukum pertanahan di Indonesia, ada beberapa bentuk peralihan hak atas tanah. Peralihan hak atas tanah adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak yang lama kepada pemegang hak yang baru menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peralihan hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan pelaksananya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997).

Dari 2 (dua) ketentuan tersebut, ada beberapa cara terjadinya peralihan hak atas tanah sebagai berikut:

  1. Peralihan hak atas tanah karena pewarisan
  2. Peralihan hak atas tanah karena hibah
  3. Perlaihan hak atas tanah karena hibah-wasiat
  4. Peralihan hak atas tanah karena tukar-menukar
  5. Peralihan hak atas tanah karena jual beli

Berdasarkan pertanyaan yang Saudara berikan, sebelum Ibu Saudara meninggal, tanah tersebut telah dihibahkan kepada Sukamah Al Sariya. Pasal 171 Huruf g Kompilasi Hukum Islam mengartikan hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Pemberian tanah dari Ibu Saudara kepada anaknya Sukamah Al Sariya merupakan bagian dari hibah orang tua kepada anaknya. Menurut ketentuan Pasal 211 KHI bahwa hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan

Lebih lanjut, hibah dari orang tua kepada anaknya dapat ditarik kembali sesuai dengan Pasal 212 KHI. Pemberian hibah ini dilakukan sewaktu pemberi hibah masih hidup. Menurut KHI penyebab pertama suatu hibah dapat dibatalkan pada dasarnya   adalah berdasarkan Hukum Islam, dimana seseorang dalam memberikan hibah atau banyaknya barang yang akan diberikan dibatasi oleh hukum sebanyak 1/3 dari harta  kekayaan pemberi  hibah.

Selain itu, menurut ketentuan Pasal 213 KHI, hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya. Artinya, dalam hal ini Saudara sebagai Ahli Waris berhak untuk dimintai persetujuan terkait tanah tersebut untuk dihibahkan kepada Saudara kandung yakni Sukamah Al Sariyah.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam KHI dan Saudara juga sebagai Ahli Waris dari tanah tersebut dapat mengajukan upaya hukum ke pengadilan agama untuk permohonan pembatalan hibah. Demikian jawaban yang kami berikan, semoga dapat membantu menjawab permasalahan hukum Saudara.

 

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan