Harta Warisan Bagi Anak Angkat
Pertanyaan
Si A adalah perempuan dan si B adalah perempuan. Si A dan B bersaudara. Si A punya anak angkat perempuan dan si B jg punya anak angkat perempuan. Suatu haru A meninggal dan hartanya semua ada pada B.Dan sekarang si B meninggal. Siapa yg berhak atas harta si BAhli waris si B yaitu. Anak angkat si B, anak angkat si A, sepupu sebapak, sepupu seibuUlasan Lengkap
Karena dalam pertanyaan tersebut tidak disebutkan agama dari Si A dan Si B selaku pewaris, maka pertanyaan tersebut akan dijawab menggunakan 2 (dua) sudut pandang, yaitu secara umum jika beragama selain islam dengan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan secara khusus jika beragama islam dengan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam.
A. Secara Umum Berdasarkan KUHPerdata
Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) menyatakan bahwa:
“Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang diluar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.”
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, karena Si A meninggal dunia terlebih dahulu, maka seharusnya harta warisan milik Si A tidak dapat serta merta diberikan seluruhnya kepada Si B. Apabila Si A mempunyai anak kandung dan bersuami, maka yang berhak menjadi ahli waris ialah anak kandung dan suami Si A, atau hanya suami yang menerima apanila tidak memiliki anak. Sebaliknya, apabila tidak memiliki anak maupun suami, maka yang berhak menjadi ahli waris menurut Pasal 853 KUHPerdata adalah sebagai berikut:
“Bila yang meninggal itu tidak meninggalkan keturunan, suami atau isteri, saudara laki-laki atau perempuan, maka harta peninggalannya harus dibagi dua sama besar, satu bagian untuk keluarga sedarah dalam garis lurus ayah ke atas, dan satu bagian lagi untuk keluarga garis lurus ibu ke atas, mendapat separuh dari bagian yang diperuntukkan bagi garisnya, dengan mengesampingkan semua ahli waris lainnya. Keluarga sedarah dalam garis ke atas dan derajat yang sama, memperoleh warisan kepala demi kepala.”
Kemudian Pasal 854 KUHPerdata lebih lanjut menyatakan bahwa:
“Bila seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan dan suami atau isteri, maka bapaknya atau ibunya yang masih hidup masing-masing mendapat sepertiga bagian dan harta peninggalannya, bila yang mati itu hanya meninggalkan satu orang saudara laki-laki atau perempuan yang mendapat sisa yang sepertiga bagian. Bapak dan ibunya masing-masing mewarisi seperempat bagian, bila yang mati meninggalkan lebih banyak saudara laki-laki atau perempuan, dan dalam hal itu mereka yang tersebut terakhir mendapat sisanya yang dua perempat bagian.”
Selanjutnya Pasal 859 KUHPerdata juga menyatakan bahwa:
“Bapak atau ibu yang hidup terlama mewarisi seluruh harta peninggalan anaknya yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan, suami atau isteri, saudara laki-laki atau perempuan.”
Pada pertanyaan tersebut tidak dijelaskan apakah Si A dan Si B mempunyai saudara kandung lainnya atau tidak, namun karena pada akhir pertanyaan disebutkan “sepupu sebapak, sepupu seibu”, maka kami menyimpulkan bahwa Si A dan Si B tidak mempunyai saudara kandung lain lagi dan hanya memiliki saudara dari garis ayah dan ibu. Dengan demikian, maka berdasarkan pada Pasal 859 KUHPerdata sebagaimana disebutkan diatas, yang berhak menjadi ahli waris dari Si A adalah kedua orang tua Si A dan Si B yang masih hidup pada saat itu. Apabila kedua orang tua Si A telah meninggal dunia terlebih dahulu, maka berdasarkan Pasal 853 KUHPerdata, yang berhak menjadi ahli waris dari Si A adalah Si B sebagai satu-satunya saudara sedarah Si A yang masih hidup. Sedangkan bagi anak angkat dari Si A tidak berhak menjadi ahli waris karena bukan merupakan keluarga sedarah dari Si A. Meski demikian,, anak angkat dapat diberikan hibah wasiat dari harta warisan Si A, dimana Pasal 957 KUHPerdata menyatakan bahwa:
“Hibah Wasiat ialah suatu penetapan khusus, dimana pewaris memberikan kepada satu atau beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barang dan macam tertentu; misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas sebagian atau semua barangnya.”
Lebih lanjut Pasal 972 KUHPerdata menyatakan bahwa:
“Bila warisan tidak seluruhnya atau hanya sebagian diterima, atau bila warisan itu diterima dengan hak khusus atas perincian harta peninggalan, dan harta yang ditinggalkan ini tidak mencukupi untuk memenuhi hibah-hibah wasiat seluruhnya, maka hibah-hibah wasiat itu harus dikurangi, sebanding dengan besarnya maisng-masing, kecuali bila pewaris telah menetapkan lain mengenai hal itu.”
Pada pertanyaan tersebut dijelaskan bahwa pada akhirnya Si B yang merupakan saudara kandung Si A yang masih hidup juga telah meninggal dunia. Apabila agama yang dianut oleh B juga non muslim, maka ketentuan Pasal 832, 853, 854, dan 859 berlaku sebagaimana telah dijelaskan di atas. Oleh karena itu, anak angkat Si B tidak bisa menjadi ahli waris kecuali sudah ada hibah wasiat.
Lebih lanjut, terkait siapa yang menjadi ahli waris Si B, apabila kedua orang tua Si B juga telah meninggal dunia, maka berdasarkan bunyi Pasal 853 KUHPerdata sebagaimana disebutkan diatas, yang berhak menjadi ahli waris dari Si B adalah saudara kandung dari kedua orang tuanya, yaitu paman dan/atau bibi, baik dari garis keturunan ayah maupun ibu Si B. Jika paman dan/atau bibi dari Si B sebagian atau seluruhnya telah meninggal dunia, maka ahli waris dari paman dan/atau bibi Si B menjadi pengganti dari paman dan/atau bibi yang telah meninggal dunia tersebutlah yang berhak menjadi ahli waris.
B. Secara Khusus Berdasarkan KHI
Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) menyatakan bahwa:
“Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.”
Kemudian Pasal 174 KHI menyatakan bahwa kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
1. Menurut hubungan darah:
- Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan dari nenek.
2. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda.
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Berdasarkan hal tersebut, karena Si A telah meninggal dunia terlebih dahulu, maka harta warisan milik Si A tidak dapat serta merta dilimpahkan kepada Si B. Apabila Si A mempunyai anak kandung dan bersuami, maka yang berhak menjadi ahli waris Si A adalah anak kandung dan suami, serta Si B, dan kedua orang tua dari Si A. Apabila Si A tidak mempunyai anak kandung nemun mempunyai suami, maka yang berhak menjadi ahli waris ialah suami, Si B, dan kedua orang tua dari Si A. Namun, apabila Si A tidak mempunyai suami, maka yang berhak menjadi ahli waris menurut Pasal 176 sampai dengan Pasal 182 KHI adalah sebagai berikut:
- Orang tua dan Si B.
- Jika orang tua Si A telah meninggal terlebih dahulu, maka yang berhak menjadi ahli waris Si A adalah Si B.
Kemudian bagi anak angkat dari Si A, tidak mempunyai hak untuk menjadi ahli waris karena tidak mempunyai hubungan darah dengan Si A. Namun, hak anak angkat dari Si A atas harta peninggalan orang tua angkatnya diatur dalam Pasal 209 ayat (2) KHI, yang menyatakan bahwa:
“Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.”
Selanjutnya, ketika Si B juga meninggal dunia, maka yang berhak menjadi ahli waris dari Si B adalah anak kandung, suami, dan kedua orang tua dari Si B. Apabila Si B tidak mempunyai anak kandung namun mempunyai suami, maka yang berhak menjadi ahli waris ialah suami Si B dan kedua orang tuanya. Namun, apabila Si B tidak mempunyai suami, maka yang berhak menjadi ahli waris menurut Pasal 176 sampai dengan Pasal 182 KHI adalah sebagai berikut:
- Orang tua dari Si B yaitu ayah dan/atau ibunya, serta Saudara Laki-Laki dan/atau Saudara Perempuan lainnya dari Si B.
- Jika Si B tidak mempunyai saudara kandung yang lain lagi, maka yang berhak menjadi ahli waris adalah orang tua dari Si B.
- Jika orang tua kandung dari Si B telah meninggal dunia, maka berdasarkan Pasal 171 ayat (1) huruf a KHI, yang berhak menjadi ahli waris adalah paman dan/atau bibi Si A dan Si B, baik dari garis keturunan Ayah maupun dari garis keturunan Ibu.
- Jika paman dan/atau bibi dari Si B sebagian atau seluruhnya telah meninggal dunia, maka ahli waris dari paman dan/atau bibi Si A menjadi pengganti dari paman dan/atau bibi Si B yang telah meninggal dunia.
Kemudian bagi anak angkat Si B, tidak mempunyai hak untuk menjadi ahli waris karena tidak mempunyai hubungan darah dengan Si B. Namun, hak anak angkat dari Si B atas harta peninggalan orang tua angkatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 209 ayat (2) KHI, adalah diberikan wasiat wajibah paling banyak 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan