Asas Ne Bis In Idem Ketika Satu Tindakan Didakwa 2 Kali Dengan Pasal Berbeda

Pertanyaan
apakah perkara dengan locus dan tempus yang sama akan tetapi didakwa dengan 2 perundang-undangan yang berbeda tetap dianggap sebagai ne bis en idem?Ulasan Lengkap
Asas Ne Bis In Idem
Asas ne bis in idem merupakan salah satu prinsip dalam hukum yang diterapkan secara internasional, terutama dalam hukum pidana sebagai tindakan untuk melindungi Hak Asasi Manusia. Asas Ne Bis In Idem sendiri mengandung arti bahwa seseorang tidak dapat diadili atau dihukum lebih dari satu kali atas perbuatan yang sama.
Meskipun prinsip tersebut tidak diatur secara eksplisit dalam UUD 1945, interpretasi dan penerapannya telah diakui dalam sistem hukum Indonesia. Namun, perlu dicatat bahwa meskipun asas ne bis in idem diakui, dalam beberapa kasus, pengadilan dapat mempertimbangkan apakah perundang-undangan yang digunakan memiliki unsur perbuatan yang sama atau berbeda.
Dasar hukum Indonesia terkait dengan prinsip ne bis in idem dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 28I ayat (1) yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan hukum yang adil, dan perlakuan yang sama di depan hukum.” Selain itu, Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa “setiap orang berhak untuk tidak diperlakukan secara sewenang-wenang oleh hukum.”
Proses Hukum Acara Peradilan Pidana
Proses peradilan pidana di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut “KUHAP”). Terdapat beberapa rangkaian proses yang harus dilewati hingga terbitnya putusan terhadap tindak pidana dimaksud, yang sering disebut sebagai sistem peradilan pidana.
Di Indonesia sendiri, proses peradilan pidana dimulai dari laporan baik itu laporan masyarakat, pengaduan masyarakat, maupun pengaduan. Baik laporan masyarakat, pengaduan masyarakat, maupun pengaduan kemudian ditindaklanjuti dengan proses penyelidikan dan apabila telah ditemukan bahwa tindakan tersebut adalah tindak pidana, maka proses akan naik menjadi penyidikan. Ketika proses penyidikan sudah dilengkapi dengan bukti-bukti yang menunjuk pada satu atau beberapa tersangka, maka perkara akan berlanjut ke tingkat pra penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum. Kemudian Jaksa Penuntut Umum akan menyerahkan dakwaan kepada Pengadilan agar perkara dimaksud diperiksa dan diputus. Penentuan pasal yang menjerat tindak pidana pada dasarnya sudah dirumuskan sejak proses penyelidikan.
Satu Tindakan Didakwa 2 Kali Dengan Pasal Berbeda
Asas ne bis in idem menekankan bahwa seseorang tidak dapat diadili atau dihukum lebih dari satu kali atas perbuatan yang sama. Penerapan dua perundang-undangan yang berbeda atas satu tindak pidana bisa menjadi kompleksitas tersendiri. Oleh karena itu, terdapat beberapa poin yang perlu dipertimbangkan dalam menjawab pertanyaan Saudara tersebut, yaitu:
- Identitas Perbuatan: Apakah perbuatan yang didakwa dalam kedua perundang-undangan benar-benar identik? Jika ya, maka prinsip ne bis in idem dapat diterapkan. Namun demikian, apabila ternyata terdapat rangkaian tindakan yang dapat diancam dengan dua peraturan perundang-undangan, maka asas ne bis in idem tidak dapat diterapkan dalam perkara tersebut. Sebagai contoh, ketika seorang bernama A yang merupakan terduga pelaku tindak pidana korupsi diduga menerima uang suap dan uang suap tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rekening orang lain, maka A dapat didakwa dengan undang-undang korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya) dan undang-undang pencucian uang (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang). Pendakwaan atas kedua tindakan tersebut dapat dilakukan dalam satu perkara sekaligus atau dalam dua perkara yang berbeda.
- Kemungkinan Konflik Norma: Jika dua perundang-undangan memiliki norma yang berkonflik, bisa timbul pertanyaan mengenai aspek mana yang diutamakan. Namun demikian, perlu diketahui bahwasanya terdapat 3 (tiga) asas peraturan perundang-undangan yang harus diperhatikan dalam menerapkan atau menginterpretasikan dua peraturan yang saling bertentangan, yaitu “peraturan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan yang lebih rendah”, “Peraturan yang khusus mengalahkan peraturan yang umum”, “Peraturan yang baru mengalahkan peraturan yang lama”. Dengan demikian, meski terdapat kesalahan dalam penggunaan peraturan perundangan baik dalam mendakwa maupun memutus, namun asas ne bis in idem melarang agar orang tersebut dihukum dua kali. Bahkan terdapat asas dimana ketika peraturan perundang-undangan baru mengatur sanksi yang lebih rendah bagi satu tindak pidana, maka orang-orang yang masih dalam hukuman karena melakukan tindak pidana dimaksud.
- Keputusan Pengadilan: Sejauh mana keputusan pengadilan dalam kasus serupa sebelumnya dapat menjadi yurisprudensi untuk menentukan apakah dua perundang-undangan yang berbeda dapat dianggap sebagai ne bis in idem.
Contoh:
Contoh penerapan prinsip ne bis in idem dapat ditemukan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014. MK menyatakan bahwa jika suatu perkara sudah diputus oleh pengadilan pidana, maka peradilan Tata Usaha Negara tidak dapat memberikan sanksi pidana tambahan atau sebaliknya, walaupun keduanya dapat memutuskan perkara dengan obyek yang sama. Pengadilan TUN lebih cenderung memutuskan perkara terkait administrasi negara, seperti pencabutan atau penerbitan keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), dan bukan memberikan sanksi pidana.
Jadi meskipun keduanya memiliki kewenangan untuk memutus perkara dengan obyek yang sama, namun prinsip non-ganda sanksi pidana tetap dijaga untuk mencegah pemberian hukuman ganda yang dapat bertentangan dengan prinsip keadilan dan hukum pidana
Pada dasarnya, seseorang tidak boleh dihukum lebih dari satu kali atas satu perbuatan pidana yang sama, sebab akan melanggar asas ne bis in idem. Namun, tentunya penilaian akhirnya bergantung kepada interpretasi hukum oleh majelis hakim, terlebih apabila dalam satu tindakan memang terdapat dua tindak pidana sebagaimana contoh di atas.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945):
- Pasal 28I ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan hukum yang adil, dan perlakuan yang sama di depan hukum.”
- Pasal 28I ayat (2): “Setiap orang berhak untuk tidak diperlakukan secara sewenang-wenang oleh hukum.”
- Ketentuan Hukum Pidana:
- Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): “Hanya perbuatan yang ditentukan oleh undang-undang yang dapat dihukum.”
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan