Apakah Keputusan PKPU Dapat Dibatalkan?

Pertanyaan

Apakah keputusan PKPU dapat dibatalkan?

Ulasan Lengkap

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)  yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut “UU 37/2004”) merupakan upaya untuk memusyawarahkan cara pembayaran hutang dengan memberikan rencana perdamaian untuk seluruh atau sebagian hutang yang dimiliki oleh Debitor.

Adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) bertujuan agar Debitor dalam jangka waktu yang cukup, dapat memperbaiki kesulitannya dan akhirnya dapat melunasi/membayar utang-utangnya dan Kreditor tidak mengalami kerugian secara penuh karena piutangnya telah dibayarkan oleh Debitor.

Permohonan PKPU harus diajukan kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri tempat kedudukan Debitur dengan ditandatangani oleh pemohon (Debitor/Kreditor) dan oleh advokatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 224 jo. Pasal 223 UU 37/2004. Dalam perkara PKPU tidak ada putusan “tidak dapat diterima” atau Niet Ontvankelijke Verklaard, melainkan hanya “permohonan diterima” atau “permohonan ditolak”. Adapun permohonan PKPU dapat diterima apabila memenuhi ketentuan Pasal 222 dan pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, yaitu terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Debitur memiliki lebih dari 1 (satu) kreditur;
  2. Salah satu utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih;
  3. Debitur diperkirakan tidak dapat melanjutkan pembayaran utangnya (dalam keadaan insolven);
  4. Terbukti secara sederhana bahwa adanya fakta 2 atau lebih kreditur dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar

Apabila keempat syarat tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Pemohon PKPU, maka tentu permohonan ditolak dan PKPU dapat diajukan kembali terhadap Debitur manakala syarat-syarat tersebut terpenuhi. Selanjutnya apabila permohonan PKPU dikabulkan, PKPU sementara berlaku sejak tanggal putusan penundaan kewajiban pembayaran utang tersebut diucapkan dan berlangsung sampai dengan tanggal sidang (Pasal 227 UU 37/2004). Apabila Debitor dalam Permohonan PKPU sementara melampirkan rencana perdamaian sebelum sidang maka pemungutan suara tentang rencana perdamaian dapat dilakukan (Pasal 228 ayat 3 UU 37/2004). Dan jika Kreditor belum dapat memberikan suara mereka mengenai rencana perdamaian, atas permintaan Debitor, Kreditor harus menentukan pemberian atau penolakan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap dengan maksud untuk memungkinkan Debitor, pengurus, dan Kreditor untuk mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada rapat atau sidang yang diadakan selanjutnya (Pasal 228 ayat 4 UU 37/2004).

Konsekuensi bagi Debitor, dalam hal permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap ditolak maka Pengadilan harus menyatakan Debitor Pailit. Seimbang dengan hal tersebut maka apabila permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap dikabulkan, Kreditor yang tidak menyetujuinya juga tidak lagi dapat mengajukan upaya hukum kasasi (Penjelasan Pasal 230 ayat 2 UU 37/2004).

Pembatalan suatu putusan tentu hanya dapat dilakukan oleh putusan yang lebih tinggi atau yang disebut dengan upaya hukum. Namun demikian, Putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apapun sebagaimana diatur dalam Pasal 235 ayat (1) jo. Pasal 293 ayat (1) UU 37/2004. Meski begitu, Pasal 295 ayat (1) UU 37/2004 mengatur bahwa upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan PKPU adalah upaya hukum kasasi yang diajukan oleh Jaksa Agung untuk kepentingan umum. Oleh karena itu, pembatalan putusan PKPU hanya dapat dilakukan oleh upaya kasasi dari Jaksa Agung dengan alasan untuk kepentingan umum.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan