Anak Angkat Sebagai Ahli Waris Pengganti
Pertanyaan
Saya (perempuan usia 24th) ank angkat (sejak bayi) serta tunggal dr ayh M dan mama R .akte kelahiran sy tercantum nama ayh M dan mama R sebagai ank kandung .ayh M meninggal di th 2016 dan mama R baru meninggal februari 2023 .lalu warisan nenek (ibu dari ayh M) blm terbagi dan nenek sdh meninggal di th 2020 .belakangan ini mau dibagi oleh saudara-saudara ayh M dg rata dan adil. 1.apakah sy ank angkat bisa dijadikan sbg ahli waris pengganti ayh M? jika iya, hukumnya bagaimana ? 2.apakah pembagian waris memerlukan akte kematian ayh M?Ulasan Lengkap
Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara berikan. Namun, dalam hal ini Saudara tidak menjelaskan agama yang keluarga Saudara anut. Tetapi kami mencoba menjawabnya dengan perspektif hukum perdata dan perspektif hukum islam mengenai warisan.
Anak Angkat sebagai Ahli Waris Pengganti Dalam Hukum Perdata
Dalam Pasal 841 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) diatur dengan tegas tentang pergantian tempat ahli waris (plaatsvervulling) yang berbunyi:
“Penggantian tempat memberi hak kepada seorang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti, dalam derajat dan dalam segala hak orang yang diganti.”
Adapun yang terpenting untuk diperhatikan di dalam pewarisan berdasarkan penggantian tempat adalah bahwa orang yang menggantikan tempat mempunyai/mendapat hak dan kedudukan yang sama dengan yang dipunyai oleh orang yang tempatnya digantikan. Misalnya, seorang cucu yang menggantikan orangtuanya yang sudah meninggal lebih dahulu, selaku anak dari pewaris berhak atas semua hak ayahnya andaikata ia masih hidup.
Berkaitan dengan anak angkat sebagai Ahli Waris yang menggantikan orang tuanya. Perlu diketahui bahwa anak angkat bisa mewarisi dari orang tua yang sudah mengangkatnya, tetapi yang penting tidak merugikan ahli waris lain yang ada. Selain itu, karena Saudara telah memiliki Akta Kelahiran yang tertulis orang tua angkat sebagai anak kandung, maka status anak angkat tersebut sama kedudukannya dengan anak kandung sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Staatsblad No 19 Tahun 1917.
Akibat hukumnya dalam pembagian harta warisan sama dengan anak kandung seperti yang ada didalam Pasal 852 KUH Perdata yang berbunyi:
Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dari berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu.
Menurut rumusan tersebut, maka Saudara dapat menerima harta warisan dari kakek Saudara dengan mengganti posisi Ayah angkat Saudara dengan ketentuan Ahli Waris pengganti.
Anak Angkat sebagai Ahli Waris Pengganti Dalam Hukum Islam
Pewarisan dalam hukum Islam di Indonesia sendiri diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Ahli waris pengganti dalam KHI diatur dalam ketentuan Pasal 185 KHI yang berbunyi bahwa:
(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Artinya, ahli waris pengganti dapat diberlakukan apabila ahli waris yang sah meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris. Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 174 KHI menyebutkan mengenai kelompok ahli waris yang terdiri dari:
- Menurut hubungan darah:
- Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
- Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda
Kelompok ahli waris dalam KHI tidak menyebutkan istilah anak angkat atau anak luar kawin atau sejenisnya. Meskipun anak angkat bukan sebagai ahli waris, namun anak angkat berhak atas bagian harta warisan orangtua angkatnya dengan mendapatkan bagian atas dasar wasiat wajibah sebagaimana pasal 209 ayat (2) KHI yang berbunyi:
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Dalam hal ini Saudara dapat memperoleh harta warisan dengan mekanisme wasiat wajibah. Wasiat wajibah itu sendiri berarti tindakan yang dilakukan oleh hakim sebagai aparat Negara untuk memaksa memberikan putusan wajib wasiat kepada orang yang telah meninggal dunia yang diberikan kepada orang yang bukan menjadi ahli waris. Wasiat wajibah itu sendiri merupakan wasiat yang wajib dilaksanakan untuk memberikan keadilan bagi penerimanya, sebagai pemberian atas jasa-jasa yang telah dilakukan oleh anak angkat maupun orang tua angkatnya.
Berdasarkan pertanyaan Saudara, dengan adanya Akta Kelahiran yang menunjukkan Saudara sebagai Anak Kandung, maka Saudara dapat menerima hak layaknya anak kandung. Namun guna menghindari konflik terkait hal ini kami sarankan untuk melakukan diskusi secara kekeluargaan dengan ahli waris lainnya dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan terkait pembagian waris.
Menurut ketentuan Pasal 183 KHI, pembagian harta warisan dapat diselesaikan dengan kekeluargaan sebagaimana yang berbunyi sebagai berikut:
Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.
Menurut cara ini persyaratan paling utama yang harus dipenuhi adalah adanya kesepakatan dan kerelaan dari para ahli waris. Lebih jauh, ahli waris tersebut juga dapat menggugurkan haknya untuk tidak mendapatkan hak waris dan memberikannya kepada ahli waris yang lain. Sebaliknya, bila para ahli waris, atau di antara ahli waris tidak setuju atau tidak rela harta warisan tersebut dibagi secara kekeluargaan, maka sistem pembagiannya dilakukan sesuai aturan faraid sebagaimana yang diatur dalam KHI.
Diperlukannya Akta Kematian
Berkaitan dengan akta kematian, merujuk ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UU AK) berbunyi:
- Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.
- Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkan Kutipan Akta Kematian.
- Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan keterangan kematian dari pihak yang berwenang.
- Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.
- Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya, Instansi Pelaksana melakukan pencatatan kematian berdasarkan keterangan dari kepolisian.
Dari ketentuan Pasal 44 UU AK, tidak menjelaskan terkait dengan kegunaan Akta Kematian. Namun, untuk menghindari masalah administrasi sewaktu mengurus harta warisan, dokumen ini sangat diperlukan untuk mengetahui data kepemilikan harta waris si Pewaris. Oleh karena itu, alangkah baiknya Saudara tetap menjaga dan menyimpan dokumen tersebut untuk keperluan administrasi dalam mengurus harta warisan yang akan Saudara dapatkan.
Dengan demikian terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menggantikan posisi orang tua Saudara dalam mendapatkan harta warisan. Dalam hukum perdata, Saudara harus membuktikan bahwa Akta Kelahiran tersebut benar adanya sehingga ketentuan Pasal 12 Staatsblad No 19 Tahun 1917 dapat diberlakukan. Sehingga dapat mengganti posisi orang tua Saudara sebagaimana diatur Pasla 852 KUH Perdata. Begitupun dalam hukum islam, Saudara dapat menerima wasiat atau melakukan kesepakatan mengenai pembagian harta warisan dengan ahli waris lainnya.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan