Menjual Harta Warisan Tanpa Pemberitahuan

Photo by Pengelola

Pertanyaan

Pertanyaan: Opung saya sebagai pewaris telah meninggal dunia dan punya 7 orang anak dimana diantaranya 6 anak laki laki dan 1 anakn perempuan. Yang menikah yaitu 4 anak laki laki dan satu perempuan. Untuk 2 anak laki laki telah meninggal dengan status lajang. Keempat anak laki laki yang sudah menikah yaitu anak pertama ketiga, keempat dan anak ketujuh dimana anak pertama dan ketiga telah meninggal dunia tetapi masing masing memiliki keturunan. Masalah yang ingin saya tanyakan adalah anak keempat dan anak ke tujuh menjual harta dari opung saya dimana saat menjual mereka tidak memberi tahu keluarga anak pertama dan anak ketiga padahal untuk anak pertama ia memiliki anak laki² yang dijadikan sebagai pahoppi panggoaran (cucu yg namanya dijadikan panggilan opung saya). Mereka berpendapat bahwa yang dapat menerima warisan hanya anak pewaris yang masih hidup. Tidak termasuk cucu ataupun istri yang masih ada. Apakah dalam hal ini keluarga anak pertama dan ketiga dapat menuntut mereka yang menjual tanpa persetujuan keluarga pertama dan ketiga?

Ulasan Lengkap

Mencermati pertanyaan dan istilah yang Saudara sebutkan dalam pertanyaan, keluarga dimaksud berlatar belakang keluarga dengan suku batak. Adapun karena tidak disebutkan bahwa opung yang dimaksud adalah opung laki-laki atau perempuan, maka kami menganggap bahwa keduanya telah meninggal dunia. Untuk mempermudah silsilah keturunan yang Saudara sebutkan di atas, berikut kami lampirkan bagan atas keturunan yang Saudara maksudkan dalam pertanyaan Saudara.

Berkaitan dengan pertanyaan Saudara tersebut, maka baik Pahompu Panggoaran dan anak dari anak laki 3 adalah ahli waris pengganti, hal mana dikenal dalam hukum waris Islam dan hukum waris KUHPerdata. Dikarenakan tidak disebutkan apakah hukum waris yang digunakan adalah hukum waris Islam, hukum waris KUHPerdata, atau hukum waris adat, maka dalam menjawab pertanyaan Saudara tersebut akan digunakan penjelasan melalui sudut pandang hukum waris KUHPerdata dan hukum waris Islam.

Hukum Waris KUHPerdata:

Berdasarkan Pasal 832 KUHPerdata, terdapat 4 (empat) golongan ahli waris, yaitu:

Golongan I: keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta suami atau istri yang hidup lebih lama.

Golongan II: keluarga yang berada pada garis lurus ke atas, seperti orang tua dan saudara beserta keturunannya.

Golongan III: terdiri dari kakek, nenek, dan leluhur.

Golongan IV: anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan keluarga lainnya hingga derajat keenam

Selanjutnya, baik bagian laki-laki maupun perempuan adalah sama, yaitu 1:1, sehingga seluruh anak dari Opung memiliki hak waris atas harta waris tersebut. Adapun untuk anak yang telah meninggal dengan meninggalkan keturunan, maka keturunan dari anak yang meninggal tersebut bertindak sebagai ahli waris pengganti sebagaimana diatur dalam Pasal 841 dan 842 KUHPerdata yang mengatur sebagai berikut:

Pasal 841 KUH Perdata

Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya.

Pasal 842 KUH Perdata

Penggantian yang terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus tanpa akhir. Penggantian itu diizinkan dalam segala hak, baik bila anak-anak dan orang yang meninggal menjadi ahli waris bersama-sama dengan keturunan-keturunan dan anak yang meninggal lebih dahulu, maupun bila semua keturunan mereka mewaris bersama-sama, seorang dengan yang lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya.

Dengan demikian, Pahompu Panggoaran dan Anak dari Anak Laki 3 memiliki hak atas harta waris Opung yang telah meninggal, begitu pula Anak Perempuan apabila yang bersangkutan masih hidup.

Hukum Waris Islam

Berkaitan dengan Hukum Waris Islam, maka berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, manakala Opung meninggal dan tidak meninggalkan orang tua serta hanya meninggalkan anak-anak saja, maka anak-anak tersebutlah yang berhak untuk menjadi ahli waris. Lebih lanjut, apabila anak yang menjadi ahli waris tersebu terlebih dahulu meninggal daripada Opung, maka keturunan dari anak yang telah meninggal tersebut memiliki hak sebagai ahli waris pengganti, sebagaimana diatur dalam Pasal 185 KHI yang berbunyi:

  1. Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
  2. Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.”

Dengan demikian, sama dengan hukum waris dalam KUHPerdata, Pahompu Panggoaran dan Anak dari Anak Laki 3 berhak atas harta waris tersebut.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka ahli waris pengganti berikut dengan ahli waris yang masih hidup (anak perempuan) berhak atas hak waris dari Opung laki-laki dan perempuan yang telah meninggal. Adapun atas tindakan Anak Laki 4 dan Anak Laki 7 yang menjual harta waris tanpa persetujuan ahli waris lainnya, haruslah terlebih dahulu ditelusuri apakah telah terdapat pembagian waris atau belum. Apabila telah terdapat pembagian waris, maka harus pula ditelusuri apakah yang dijual tersebut adalah sepenuhnya bagian dari Anak Laki 4 dan Anak Laki 7, atau masih terdapat bagian dari ahli waris lainnya dalam benda yang dijual tersebut.

Namun demikian, apabila belum terdapat pembagian waris, maka tentulah di dalam benda tersebut masih terdapat hak dari ahli waris lainnya. Apabila masih terdapat harta waris lain yang ditinggalkan yang dapat dibagi, maka para ahli waris lainnya dapat meminta dilakukan pembagian waris dengan memperhitungkan harta waris yang dijual oleh Anak Laki 4 dan Anak Laki 7 sebagai bagian mereka dan hanya memberikan sisanya saja manakala harta yang telah dijual tersebut nilainya lebih kecil dari bagian Anak Laki 4 dan Anak Laki 7. Namun apabila yang bersangkutan tidak berkenan, maka ahli waris lainnya dapat mengajukan gugatan pembagian waris, sebagaimana diatur dalam Pasal 834 KUHPerdata:

“Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya.

Dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila ia adalah satu-satunya ahli waris, atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apa pun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dan ganti rugi, menurut peraturan-peraturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik..”

Sedangkan untuk hukum waris Islam menggunakan dasar Pasal 188 Kompilasi Hukum Islam (KHI):

“Dalam pasal tersebut juga menyebutkan bahwa ahli waris baik perorangan maupun bersama-sama, dapat mengajukan permintaan pembagian harta waris. Jika tidak, maka bisa di gugat di Pengadilan Agama.”

Manakala terdapat ahli waris atau ahli waris pengganti yang masih belum cukup umur, maka dapat diajukan perwalian atas anak tersebut untuk kemudian mewakili anak yang belum cukup umur tersebut untuk memperjuangkan haknya.

Namun demikian, apabila ternyata tidak ada lagi harta waris yang dapat dibagi, maka dapatlah perkara tersebut diselesaikan secara kekeluargaan dengan cara meminta kepada Anak Laki 4 dan Anak Laki 7 untuk membagikan hasil penjualan. Apabila cara kekeluargaan tersebut tidak dapat menyelesaikan permasalahan, maka ahli waris lainnya dapat mengajukan gugatan terhadap Anak Laki 4 dan Anak Laki 7, atau bahkan melaporkan tindakan tersebut sebagai tindak pidana dengan dasar penggelapan.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan