Pewarisan Dalam Hukum Perdata dan Islam
Pertanyaan
Saya ingin bertanya tentang pembagian warisan di sini saya mau bercerita: Saya mempunyai ayah sudah menikah lagi, lalu ayah saya meninggal dunia aya mempunyai 3 org kaka 1 laki laki 2 perempuan dan yg terakhir saya sebagai laki laki jdi anak ayah saya 4 terdiri dari 2 laki laki dan 2 perempuan, dan saya mau bertanya saya mempunyai ibu yg bukan ibu kandung saya, saya ingin menghitung pembagian saya sama kaka² saya sama ibu tiri saya dan ibu tiri saya tidak mempunyain anak dari ayah kandung saya jadi bisa di bilang mau di bagi warisan nya 1. Ibu tiri saya 2.anak laki laki dan 2.anak perempuan tolong kasih saya saran berapa bagian yg harus saya kasih ke ibu tiri saya yg tidak memiliki anak dari ayah kandung sayaUlasan Lengkap
Untuk menjawab pertanyaan diatas terkait pembagian warisan dikarenakan pertanyaan tidak menyebutkan agama yang dianut, maka perlu dianalisa menggunakan dua dasar hukum yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) dan Kompilasi Hukum Islam terkait pembagian pewarisan.
Sebelumnya, baik dalam hukum islam maupun KUHPerdata, sebelumdilakukan pembagian waris, harta peninggalan pewaris (pihak yang meninggal dunia) harus terlebih dahulu ditelusuri apakah harta tersebut benar-benar miliknya yang dapat dibagikan kepada ahli warisnya (pihak yang ditinggalkan). Perlu diingat bahwa dalam suatu perkawinan terdapat harta Bersama, yang oleh karena itu apabila harta yang ditinggalkan oleh suami yang telah meninggal ternyata diperoleh selama perkawinan kedua, maka hara tersebut harus terlebih dahulu dibagi dengan istri dalam perkawinan kedua, dimana istri mendapat setengah dari harta bersama tersebut dan yang dibagikan kepada ahli waris adalah setengah dari harta bersama tersebut. Berbeda halnya apabila terdapat perjanjian kawin, dimana sudah terdapat pemisahan harta antara suami dan istri atau dengan kata lain tidak ada harta bersama yang dengan demikian harta tersebut sudah sepenuhnya menjadi harta waris.
Pembagian Waris Menurut KUHPerdata (BW)
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) mengutip pada pasal 852 dan 852 a yang berbunyi :
“Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu. Bila untuk kebahagiaan suami atau isteri dan perkawinan kedua atau pekawinan yang berikutnya telah dikeluarkan wasiat, maka bila jumlah bagian yang diperoleh dan pewarisan pada kematian dan bagian yang diperoleh dan wasiat melampaui batas-batas dan jumlah termaktub dalam alinea pertama, bagian dan pewarisan pada kematian harus dikurangi sedemikian, sehingga jumlah bersama itu tetap berada dalam batas-batas itu. Bila penetapan wasiat itu, seluruhnya atau sebagian, terdiri dan hak pakai hasil, maka harga dan hak pakai hasil itu harus ditaksir, dan jumlah bersama termaksud dalam alinea yang lalu harus dihitung berdasarkan harga yang ditaksir itu. Apa yang dinikmati suami atau isteri yang berikut menurut pasal ini harus dikurangkan dalam menghitung apa yang boleh diperoleh suami atau isteri itu atau diperjanjikan menurut Bab VIII Buku Pertama”
“Dalam hal warisan dan seorang suami atau isteri yang telah meninggal lebih dahulu, suami atau isteri yang ditinggal mati, dalam menerapkan ketentuan-ketentuan bab ini, disamakan dengan seorang anak sah dan orang yang meninggal, dengan pengertian bahwa bila perkawinan suami isteri itu adalah perkawinan kedua atau selanjutnya, dan dari perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunan-keturunan anak-anak itu, suami atau isteri yang baru tidak boleh mewarisi lebih dan bagian terkecil yang diterima oleh salah seorang dan anak-anak itu, atau oleh semua keturunan penggantinya bila ia meninggal lebih dahulu, dan bagaimanapun juga bagian warisan isteri atau suami itu tidak boleh melebihi seperempat dan harta peninggalan si pewaris”
Sehingga apabila melihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terkait dengan pembagian harta waris bagi isteri kedua dalam hal ini Ibu tiri berdasarkan Pasal 852 dan Pasal 852a KUH Perdata dalam hal perkawinan tersebut merupakan perkawinan kedua atau selanjutnya dan dari perkawinan sebelumnya ada anak atau keturunan dari anak tersebut, maka ada dua ketentuan yakni:
- Istri kedua tidak boleh mewarisi lebih dari bagian terkecil yang diterima salah seorang dari anak-anak itu atau keturunan penggantinya;
- Bagian warisan istri kedua tidak boleh lebih dari ¼ harta peninggalan pewaris.
Pembagian Waris Menurut Kompilasi Hukum Islam
Dalam pertanyaan tersebut, tidak disebutkan apakah pernikahan pertama masih ada atau tidak. Namun demikian, apabila pernikahan pertama tersebut telah tidak ada, maka harta tersebut harus terlebih dahulu dipastikan bahwa tidak ada harta yang seharusnya menjadi milik istri pertama, atau dengan kata lain harta bersama dengan istri pertama telah dilakukan pemberesan.
Selanjutnya, apabila sudah tidak ada hak istri pertama dalam harta tersebut, maka sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, perlu diperhatikan kembali hak istri dalam pernikahan kedua. Apabila harta tersebut diperoleh selama perkawinan dengan istri kedua dan tidak ada perjanjian kawin, maka setengah dari harta tersebut adalah milik istri dari pernikahan kedua, dan sisanya baru dibagikan menjadi harta waris.
Berkaitan dengan pembagian waris Islam, dalam pertanyaan tersebut tidak disebutkan siapa saja kerabat pewaris yang masih hidup. Apabila masih terdapat orangtua Pewaris, maka orangtua pewaris masih berhak atas pembagian harta waris tersebut. Apabila ibu dari pewaris dan istri pewaris masih hidup, maka yang perlu diperhitungkan lebih dahulu adalah ibu pewaris dengan porsi 1/6 bagian dan istri pewaris dengan porsi 1/8 bagian. Kemudian sisanya baru dibagikan kepada anak-anak pewaris.
Berdasar Kompilasi Hukum Islam terkait dengan pembagian waris bagi isteri kedua ditegaskan dalam Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut :
(1) Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri;
(2) Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang pria yang mempunyai istri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan kedua, ketiga atau keempat.
Dan juga terkait dengan hal tersebut maka untuk pembagian kewarisan isteri kedua dalam hal ini adalah ibu tiri adalah tergantung pilihan opsi mengingat tidak dicantumkannya identitas agama sehingga apabila menggunakan dasar hukum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) maka mendapat tidak lebih dari ¼ harta peninggalan pewaris sedangkan apabila menggunakan dasar hukum Kompilasi Hukum Islam (KHI) maka isteri kedua mendapat hak warisan hanya yang berasal dari harta gono-gini( harta yang diperoleh bersama antara isteri kedua dengan almarhum ayah bukan dari perkawinan pertama almarhum ayah dengan isteri pertama ) dengan kisaran ½ bagian dari harta gono-gini. Setengah bagian dari harta gono-gini kepunyaan alm. suami-lah yang akan dibagikan kepada para ahli waris yaitu isteri dan anak-anak.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan