Pembagian Warisan Menurut KUHPerdata dan KHI
Pertanyaan
Dari: Hj. Ira Aryanty, SS Subject: Pertanyaan baru dari pengguna Hukum ExpertPertanyaan: Assalamualaikum, wr.wb. Nama saya Bu Ira, saya mau menanyakan mengenai warisan. Begini, nenek saya baru saja meninggal tapi kakek saya masih hidup. Nenek saya punya 3 anak, ibu saya anak tertua, Tante saya anak kedua dan om saya anak bungsu. Nenek saya meninggalkan harta berupa tanah dan emas. Emas dikuasai anak kedua dan tanah dikuasai anak bungsu sedangkan ibu saya tidak mendapat bagian. Sebagai anak tertua langkah apa yang ibu saya bisa tempuh untuk mendapat keadilan karena kakek saya tidak bisa menengahi. WassalamUlasan Lengkap
Bahwa hukum waris yang berlaku di Indonesia diantaranya adalah hukum waris KUHPerdata yang biasanya dianut oleh masyarakat non muslim, dan hukum waris Islam yang dianut oleh masyarakat yang menganut agama Islam. Dikarenakan di dalam pertanyaan tersebut tidak dijelaskan mengenai agama yang dianut oleh ahli waris (pihak yang ditinggalkan) dan pewaris (pihak yang meninggal dunia), maka dalam jawaban akan didasarkan pada kedua hukum tersebut.
Berdasarkan KUHPerdata
Dalam Pasal 830 dan Pasal 832 KUHPerdata, prinsip pewarisan adalah pewarisan dapat terjadi ketika adanya suatu kematian dan adanya hubungan darah antara pewaris dengan ahli waris. Menurut KUHPerdata, ahli waris dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yaitu:
- Golongan I
Keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi suami/isteri beserta anak/keturunannya keturunan yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama
- Golongan II
Meliputi orang tua dan saudara kandung pewaris
- Golongan III
Keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi kakek, nenek dan seterusnya
- Golongan IV
Keluarga dalam garis lurus ke samping, meliputi Paman, bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
Berdasarkan pertanyaan Saudara, Nenek (Pewaris) meninggal dunia dan meninggalkan warisan berupa tanah dan emas serta ahli waris yaitu Suami dan 3 anaknya.
Adapun yang dimaksud dengan harta waris adalah segala harta yang menjadi milik Pewaris. Oleh karena itu untuk memastikan emas dan tanah tersebut adalah harta waris atau bukan maka terlebih dahulu harus dipastikan bahwa harta-harta tersebut belum dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain termasuk namun tidak terbatas anak kedua dan anak ketiga.
Kewarisan menurut KUHPerdata yang memandang sama hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan, sehingga tidak ada perbedaan porsi warisan yang diterima laki-laki dengan perempuan dalam sistem pewarisan (1:1). Maka semua ahli waris berhak utuk mendapatkan warisan dengan porsi yang sama besar.
Berdasarkan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Oleh karena perkawinan almarhumah nenek dan kakek Saudara maka harta yang mereka peroleh selama perkawinan merupakan harta bersama. Dengan meninggalnya nenek Saudara, maka ½ (satu per dua) bagian dari harta bersama menjadi hak Kakek dan ½ (satu per dua) bagian lainnya menjadi Harta Warisan (Harta Peninggalan) yang diwaris oleh para Ahli waris dengan masing-masing bagian yang sama besar.
Bahwa ahli waris dari almarhumah nenek mendapatkan hak bagiannya sebesar 1/4 (satu per empat) bagian dari harta warisan atau 1/8 (satu per delapan) bagian dari seluruh harta. Untuk Kakek, medapatkan hak 1/4 (satu per empat) bagian dari harta warisan serta mendapatkan hak ½ (satu per dua) bagian dari harta bersama sehingga total keseluruhan bagian kakek adalah 5/8 (lima per delapan) bagian. Sedangkan bagian masing-masing anak adalah sebesar 1/4 (satu per empat) bagian dari harta warisan atau 1/8 (satu per delapan) bagian dari seluruh harta.
Maka, Ibu Saudara seharusnya mendapatkan hak bagiannya sebesar 1/4 (satu per empat) bagian dari harta warisan atau 1/8 (satu per delapan) bagian dari seluruh harta.
Berdasarkan KHI
Pasal 171 KHI huruf (a), Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Syarat adanya waris ialah adanya pewaris, adanya ahli waris dan adanya harta yang diwariskan (tirkah).
Dalam hal terjadi kematian (Pewaris), Hal tersebut merujuk pada Pasal 174 KHI yang menyatakan siapa saja ahli waris dari Harta Peninggalan (tirkah), yaitu:
- Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
- Menurut hubungan darah;
- golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek
- Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda.
- Menurut hubungan darah;
- Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Berdasarkan pertanyaan Saudara, Nenek meninggal dunia dan meninggalkan warisan berupa tanah dan emas serta ahli waris yaitu Suami dan 3 anaknya.
Adapun yang dimaksud dengan harta waris adalah segala harta yang menjadi milik Pewaris. Oleh karena itu untuk memastikan emas dan tanah tersebut adalah harta waris atau bukan maka terlebih dahulu harus dipastikan bahwa harta-harta tersebut belum dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain termasuk namun tidak terbatas anak kedua dan anak ketiga.
Tidak berbeda dengan hukum waris pada KUHPerdata, dalam Hukum Waris Islam juga dikenal harta bersama. Oleh karena itu, apabila harta-harta nenek tersebut diperoleh pada saat perkawinan dengan kakek, maka setengahnya harus terlebih dahulu dipisahkan, karena setengah dari harta tersebut adalah hak Kakek sepenuhnya. Selanjutnya, sisanya adalah harta waris yang dibagikan kepada ahli waris.
Dalam KHI dijelaskan bahwa bagian dari Suami pewaris jika mempunyai anak adalah ¼ (satu per empat). Sedangkan bagian dari anak-anak pewaris adalah Ashabah atau sisa harta warisan pewaris dengan memperhatikan perbedaan hak dan kewajiban antara laki- laki dengan perempuan. Perbedaan porsi warisan yang diterima laki-laki lebih besar dari perempuan (2:1).
Maka Kakek (suami pewaris) mendapatkan ¼ (satu per empat) bagian harta warisan. Sedangkan anak pewaris mendapat ¾ (tiga per empat) bagian atau sisa harta warisan dengan pembagian antara anak laki-laki dengan anak perempuan adalah 2:1. Berikut perhitungannya:
Anak 1 (Pr) : ¾ x ¼ = 3/16 bagian
Anak 2 (Pr) : ¾ x ¼ = 3/16 bagian
Anak 3 (Lk) : ¾ x 2/4 = 6/16 bagian
Maka, Ibu Saudara sebagai anak pertama perempuan seharusnya mendapatkan 3/16 bagian dari harta warisan.
Pembagian Waris
Sebagai ahli waris, apabila merasa pembagian harta warisan tidak adil secara KUHPerdata maupun KHI dapat mengajukan gugatan pembagian harta warisan ke Pengadilan terhadap orang yang menguasai harta warisan tersebut agar harta warisan dapat dibagi secara adil kepada semua ahli waris. Apabila hukum waris yang dianut adalah hukum Islam maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Agama, dan apabila hukum waris yang dianut adalah hukum waris KUH Perdata, maka gugata diajukan kepada Pengadilan Negeri setempat.
Hal ini diatur dalam Pasal 1066 KUHPerdata menyatakan “tiada seorang pun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima harta peninggalan tersebut dalam keadaan tidak terbagi”
Soal langkah hukumnya, diatur dalam Pasal 834 KUHPerdata menyatakan “Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya”.
Selain itu, menurut ahli hukum Drs. Sudarsono, S.H. dalam bukunya berjudul “Hukum Waris dan Sistem Bilateral” hlm 66 menyatakan “Ahli waris memili hak untuk mengadakan gugatan kepada siapa saja demi memperjuangkan hak warisnya. Gugatan yang berisi tuntutan untuk memperoleh warisan yang didasarkan kepada hak waris yang dimilikinya lebih dikenal dengan “heriditatis pelitio”. Gugatan semacam itu dapat ditujukan kepada setiap orang sejauh menyangkut diserahkannya segala sesuatu yang timbul dari hak waris termasuk di dalamnya segala hasil pendapatan dan ganti rugi”. Oleh karena itu ibu Saudara boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila ia adalah satu-satunya ahli waris, atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apa pun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dan ganti rugi, menurut peraturan-peraturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik..”
Selanjutnya tertera dalam Pasal 188 Kompilasi Hukum Islam (KHI) :
“Dalam pasal tersebut juga menyebutkan bahwa ahli waris baik perorangan maupun bersama-sama, dapat mengajukan permintaan pembagian harta waris. Jika tidak, maka bisa di gugat di Pengadilan Agama.”
Maka dapat disimpulkan, bahwa apabila ada ahli waris yang merasa dirugikan dari pembagian waris, menurut Hukum Waris Perdata maupun Hukum Waris Islam dapat dilakukan gugatan terhadapnya.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan