Warisan Cucu Dalam Hukum Waris

Pertanyaan
Saya dan istri saya tinggal satu atap di rumah nenek istri saya yang tunanetra , nenek saya punya anak 6 , 4 perempuan 2 lelaki , saya sudah bertahun² merawat nenek dari sakit sampai sehatnya , sekarang nenek saya meninggal dunia , sebelum nenek saya menghembuskan napas terakhirnya , dan di tanya salah satu mantu dari nenek saya dan di saksikan sebagian anak tersebut , nenek bilang sama mantu dan sebagian anak² nya , kalo saya GK ada , rumah bangunan biarin di rapikan dan di tempatkan sama cucu jangan ada yang menggusik cucu saya , ketika nenek menghembuskan nafas nya , kuburan pun masi basah , dan saya di usir sama anak laki² tersebut , kalau kamu GK ada hak , kamu hanyalah sekedar cucu , jawab salah satu anak nenek saya ,Ulasan Lengkap
Berkaitan dengan hukum waris yang berlaku di Indonesia masih sangat plural. Terdapat tiga dasar hukum dalam pengaturan tentang pewarisan yaitu berdasarkan hukum islam, hukum waris barat yang diatur dalam KUHPerdata/BW serta hukum adat.
Hukum Waris berdasarkan KUHPerdata/BW
Waris adalah peralihan harta benda dari pewaris kepada ahli waris. Pewarisan terdiri atas tiga unsur yaitu adanya harta benda, pewaris yang ketika wafat meninggalkan harta benda, dan ahli waris yang berhak menerima harta benda yang ditinggalkan. Dalam KUHPerdata dijelaskan bahwa terdapat dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu sebagai berikut:
- Sebagai ahli waris menurut Undang-Undang yang dalam Pasal 832 KUHPerdata diatur bahwa yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama.
- Karena ditunjuk dalam surat wasiat atau testament, Menurut Pasal 875 KUHPerdata, Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya. Dalam Pasal 899 KUHPerdata diatur bahwa untuk dapat menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah ada pada saat pewaris meninggal.
Berdasarkan pada Pasal 830 dan Pasal 832 KUHPerdata, prinsip pewarisan adalah pewarisan dapat terjadi ketika adanya suatu kematian dan adanya hubungan darah antara pewaris dengan ahli waris. Ahli waris dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yaitu:
- Golongan I
Keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi suami/isteri beserta anak/keturunannya keturunan yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama
- Golongan II
Meliputi orang tua dan saudara kandung pewaris
- Golongan III
Keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi kakek, nenek dan seterusnya
- Golongan IV
Keluarga dalam garis lurus ke samping, meliputi Paman, bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.
Tujuan dari penggolongan ahli waris ini adalah untuk menunjukan siapa ahli waris yang lebih didahulukan. Dalam hal ini, Ahli waris golongan II tidak bisa mewarisi harta peninggalan apabila ahli waris golongan II masih ada.
Sebagai ahli waris yang mendapatkan warisan menurut undang-undang, pasal 833 KUHPerdata pada intinya mengatur bahwa ahli waris secara sendirinya mendapat hak milik atas semua barang, hak dan piutang orang yang meninggal. Atas kasus yang Anda sampaikan, maka saat nenek anda meninggal, hak milik atas semua barang termasuk rumah akan menjadi milik ahli waris. Dalam hal ini, ahli waris dari nenek Anda adalah anak kandung dari nenek, apabila orangtua Anda masih hidup maka yang berhak mendapatkan warisan adalah orangtua Anda dan saudara/saudari kandungnya. Anda sebagai cucu tidak mendapatkan warisan dari nenek anda karena masih ada orangtua anda yang lebih didahulukan. Namun apabila orangtua Anda sudah meninggal, maka Anda memiliki hak untuk mendapatkan warisan nenek sebagai ahli waris pengganti.
Dalam hal surat wasiat atau testament adalah sebuah akta tertulis berisi pernyataan dari pewaris yang berisi apa yang ia kehendaki terjadi setelah meninggal, maka dari cerita Anda dapat diketahui bahwa nenek Anda menyampaikan apa yang dikehendakinya saat nantinya beliau meninggal agar membiarkan Anda beserta istri untuk merehab dan menempati rumahnya secara lisan kepada anak-anak kandungnya beserta menantu. Dengan hal ini, apa yang disampaikan nenek anda secara lisan bukanlah termasuk surat wasiat atau testament yang sulit untuk dibuktikan keabsahannya.
Pernyataan nenek Anda juga tidak dapat dikatakan sebagai hibah karena berdasarkan Pasal 1682 KUHPerdata, tiada suatu penghibahan pun kecuali termaksud dalam Pasal 1687 dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan demikian maka penghibahan itu tidak sah. Sehingga hibah atas rumah nenek anda kepada anda menjadi batal karena tidak dilakukan dengan akta notaris.
Dapat disimpulkan bahwa sulit untuk membuktikan pernyataan nenek Anda ketika beliau masih hidup bahwa nenek Anda berkehendak saat nantinya beliau meninggal agar membiarkan Anda beserta istri untuk merehab dan menempati rumahnya karena dalam KUHPerdata pernyataan nenek anda bukan termasuk wasiat, hibah dan anda bukan termasuk ahli waris menurut undang-undang karena orangtua anda masih hidup.
Hukum Waris berdasarkan Kompilasi Hukum Islam
Cucu dalam Hukum Waris Islam berkedudukan sebagai Ahli Waris Pengganti. Adapun Ahli Waris Pengganti dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah diberikannya hak seorang ahli waris yang telah meninggal dunia kepada keturunannya yang masih hidup. itu tercantum dalam Pasal 185 KHI yang berbunyi :
- Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
- Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.”
Berdasarkan pasal 185 KHI diatas, cucu baru dapat menjadi pengganti apabila ayah dan ibunya meninggal terlebih dahulu. Baru setelah itu kakek dan neneknya yang meninggal. Kemudian harta peninggalan langsung diserahkan pada cucunya. Disini cucu akan memperoleh bagian yang sama seperti orang tuanya dan tidak boleh lebih. Selain orang tuanya telah meninggal, ada syarat lain yang harus dimiliki. Misalnya cucu tersebut tidak memiliki halangan sebagai ahli waris.
Mengenai Permintaan nenek Anda tersebut, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). KHI mengakui adanya Wasiat Lisan maupun Wasiat Tulisan. Dalam Pasal 195 ayat (1) KHI, terdapat syarat-syarat wasiat, yakni dilakukan secara lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi, atau tertulis di hadapan 2 (dua) orang saksi atau di hadapan Notaris. Kemudian, pada ayat (2) pasal tersebut mengatur mengenai batasan berapa banyak harta yang dapat diwasiatkan hanya diizinkan sebanyak-banyaknya 1/3 dari seluruh harta warisan, bisa lebih apabila disetujui oleh ahli waris. Kemudian pada ayat (3), menyatakan wasiat dapat berlaku jika disetujui oleh semua ahli waris. Untuk itu, disarankan pemberian wasiat lisan dilakukan di hadapan minimal 2 orang saksi ahli waris. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan menjalankan wasiat. Namun, perlu diperhatikan bahwa sebelum harta waris dibagi, harta waris terlebih dahulu dikurangi untuk hal-hal tertentu seperti keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal, biaya pengurusan jenazah, pembayaran Utang dan sebagainya (Pasal 171 huruf (e) KHI).
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan