Akibat Hukum Menempati Rumah Tanpa Hak

image by designer491 on istockphoto.com

Pertanyaan

Selamat Pagi Bapak / Ibu. Dalam hal ini saya mau menanyakan tentang masalah saya, yang mana saya sudah beli rumah orang tersebut mulai dari Mei 2020, sampai sekarang beliau tak kunjung keluar dari rumah. Saya sudah melaporkan hal ini ke Polisi, tapi sudah sebulan lebih tak juga ada respon. Bisakah saya Konsultasi ke sini? Berikut saya lampirkan ya berkasnya

Ulasan Lengkap

Sebelum menjawab terkait dengan laporan polisi, terlebih dahulu dijelaskan terkait dengan penjualan rumah dan penjual rumah yang tidak kunjung keluar dari rumah yang telah dijualnya. Adapun terkait kepemilikan hak atas tanah diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Agraria (selanjutnya disebut “UUPA”). Salah satu cara peralihan hak atas tanah adalah dengan jual beli. Adapun  berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli tersebut harus dilakukan di muka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan Akta Jual Beli (AJB). Apabila proses balik nama Sertifikat Hak Atas Tanah telah selesai, maka sempurnalah kepemilikan hak atas tanah oleh pembeli. Dengan demikian, apabila Sertifikat Hak Atas Tanah telah menjadi atas nama Anda, maka secara sah Anda adalah pemilik tanah dan bangunan dimaksud.

Bahwa dikarenakan tidak terdapat penjelasan mengenai proses jual beli, maka jawaban ini akan didasarkan pada asumsi bahwa Anda telah menjadi pemilik sah atas tanah dan bangunan rumah dimaksud. Selanjutnya terkait dengan penghunian rumah oleh penjual, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2016, penghunian rumah dapat berupa hak milik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara sewa menyewa atau cara bukan sewa menyewa. Cara sewa menyewa atau cara bukan sewa menyewa hanya sah apabila medapatkan persetujuan atau izin dalam bentuk perjanjian tertulis dari pemilik rumah.

Sebagaimana pertanyaan Anda, penghunian rumah oleh penjual tersebut yang dilakukannya tanpa izin pemilik menunjukkan adanya pelanggaran atas pasal 167 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lima sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Dengan demikian, perbuatan orang yang memasuki rumah orang lain tanpa izin telah adalah perbuatan yang melawan hukum.

Mencermati dokumen yang Anda lampirkan, laporan yang dimaksud adalah terkait dengan pasal 372 KUHP, yaitu pasal tentang tindak pidana penipuan. Adapun unsur-unsur tindak pidana penipuan berdasarkan pasal 372 KUHP yang harus dibuktikan di pengadilan adalah:

  • Dengan sengaja
  • Melawan hukum
  • Memiliki suatu barang
  • Yang seluruhnya atau kepunyaan orang lain
  • Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan

Dikaitkan dengan perkara Anda tersebut, maka untuk mengetahui apakah laporan yang diberikan kepada kepolisian tersebut adalah tepat atau tidak, maka harus terlebih dahulu dilakukan analisis terkait dengan dokumen-dokumen yang ada termasuk dokumen perjanjian oleh dan diantara pembeli dan penjual.

Berdasarkan penjelasan di atas, pelaporan kepada kepolisian pada dasarnya memang merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Adapun setelah dilakukannya pelaporan tersebut, maka pihak kepolisian akan melakukan penyelidikan untuk mengetahui ada atau tidaknya tindakan pidana, yaitu dengan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi serta pemeriksaan terhadap bukti-bukti yang ada. Setelah penyelidik menemukan tindak pidana dalam perbuatan penjual tersebut, maka status akan dinaikkan menjadi penyidikan guna menemukan tersangka atau seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana. Apabila penyidikan telah dirasa cukup, maka kepolisian akan melimpahkan perkara ke kejaksaan. Kejaksaan memiliki waktu 14 hari untuk meneliti dan mencermati berkas perkara penyelidikan, Dalam jangka waktu 14 hari tersebut manakala setelah mencermati berkas dari kepolisian, ternyata kejaksaan merasa masih ada yang kurang, maka kejaksaan  dalam waktu 7 hari wajib sudah memberitahukan kepada penyidik dan akan mengembalikan berkas yang biasa disebut sebagai P-19 kepada kepolisian setelah hari ke 7 dan tidak melampaui hari ke 14. Begitu kepolisian telah melengkapi kekurangan yang dimaksud oleh kejaksaan, Penyidik dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tanggal penerimaan berkas harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada jaksa penuntut umum dan setelah kejaksaan menerima berkas dari kepolisian, maka akan dilakukan pra penuntutan. Setelah proses pra penuntutan selesai, maka berkas akan dilimpahkan kepada pengadilan negeri untuk disidangkan. Proses-proses tersebut tentunya membutuhkan waktu, dan apabila tersangka atau terdakwa ditahan maka baik kepolisian maupun kejaksaan akan memiliki batasan waktu yang pasti untuk segera menyelesaikan tugasnya. Namun jika tersangka/terdakwa tidak ditahan maka proses akan berjalan cukup lama. Adapun untuk mengetahui proses tersebut, pada dasarnya Anda dapat meminta dan berhak atas SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang dapat dilakukan secara online dengan mengunjungi website https://sp2hp.bareskrim.polri.go.id/.

Sebelumnya perlu diberitahukan bahwa proses pidana pada dasarnya hanya membuktikan adanya tindak pidana dan bila terbukti maka terpidana akan dihukum sesuai dengan pasal 10 KUHP.  Salah satu hukuman tersebut adalah penjara, namun demikian yang diberikan pidana/hukuman penjara hanyalah terpidana dan bukan seluruh keluarganya. Tidak ada hukuman pidana untuk pengosongan, dan jika terpidana telah dipenjara tidak menutup kemungkinan keluarnya akan masih berdiam diri di rumah tersebut. Oleh karena itu dapat pula dilakukan proses perdata dengan dasar gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH), yang salah satu petitumnya adalah permohonan untuk dilakukan pengosongan atas tanah dan bangunan tersebut.

Pasal 574 KUHPerdata juga menyatakan, “Pemilik barang berhak menuntut siapapun juga yang menguasai barang itu, supaya mengembalikannya dalam keadaan sebagaimana adanya”. Maka cara lain yang dapat dilakukan adalah mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri setempat atas dasar Perbuatan Melan Hukum (PMH) yang dilakukan oleh pemilik rumah yang tidak mau mengosongkan rumahnya meski rumah tersebut sudah dijualnya. Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) adalah, “perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Adapun unsur-unsur perbuatan melnggar hukum yang harus dibuktikan di pengadilan adalah:

  • Adanya suatu perbuatan;
  • Perbuatan tersebut melawan hukum;
  • Adanya kesalahan dari pihak pelaku;
  • Adanya kerugian bagi korban;
  • Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Kelima unsur tersebut harus dipenuhi secara kumulatif, yang artinya jika salah satu unsur saja tidak terpenuhi maka perbuatan dimaksud tidak dapat disebut sebagai perbuatan melanggar hukum. Dengan demikian, perbuatan menghuni rumah tanpa izin pemilik rumah dengan cara sewa menyewa atau cara bukan sewa menyewa  melalui perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa, serta adanya pemilik rumah yang merasa dirugikan atas perbuatan tersebut dapat diajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) untuk dimintakan ganti rugi dan pengosongan objek sengketa sebidang tanah yang berdiri di atasnya bangunan rumah.

Namun demikian, apabila Anda membeli rumah tersebut melalui Lelang yang diselenggarakan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) maka dapat mengajukan permohonan eksekusi pengosongan ke pengadilan negeri setempat atas dasar Sub Kamar Perdata Umum angka 4, SEMA No. 4 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Peradilan (selanjutnya disebut “SEMA 4/2014”) yang berbunyi, “Terhadap pelelangan hak tanggungan oleh kreditur sendiri melalui kantor lelang, apabila terlelang tidak mau mengosongkan obyek lelang, eksekusi pengosongan dapat langsung diajukan kepada ketua pengadilan negeri tanpa melalui gugatan.”

Sumber:

  1. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
  2. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
  3. Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana
  4. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Pokok Agraria (UUPA)
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
  7. SEMA Nomor 4 tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Peradilan

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan