Akibat Hukum Tanah Yang Disewakan Beralih Hak Kepemilikan

Dalam pasal 1576 KUHPerdata menyatakan : “Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang”Dapat disimpulkan bahwa beralihnya barang, tidak memutuskan perjanjian sewa menyewa, kecuali di dalam perjanjian menyatakan sebaliknya. Jadi, alternatif lain yang dapat dilakukan saudara, tetap menjual tanah tersebut dengan persetujuan penerima sewa apabila tanah tersebut telah dialihkan. Hak penyewa masih berlaku dan tetap dapat menempati tanah tersebut dengan tetap memperhatikan persetujuan pemilik tanah yang baru.
image by designer491 on istockphoto.com

Akibat Hukum Menempati Rumah Tanpa Hak

Sebagaimana pertanyaan Anda, penghunian rumah oleh penjual tersebut yang dilakukannya tanpa izin pemilik menunjukkan adanya pelanggaran atas pasal 167 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lima sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Dengan demikian, perbuatan orang yang memasuki rumah orang lain tanpa izin telah adalah perbuatan yang melawan hukum.
image by designer491 on istockphoto.com

Akibat Hukum Mengganti Nama Ibu Angkat Menjadi Ibu Kandung

Terkait dengan konteks di atas perbuatan hukum tersebut apabila belum/masih rencana untuk menyantumkan maka perbuatan hukum tersebut tidak diperbolehkan dikarenakan status dari anak angkat tidak dapat memutus hubungan darah dengan orangtua kandungnya sesuai dengan yang ada di Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak.
image by bymuratdeniz on istockphoto.com

Pembagian Harta Waris Golongan ke-II

Jika pewaris meninggal dunia pada tahun 2010 namun harta waris belum dibagikan dan tidak diuraikan secara jelas alasan mengapa harta waris belum dibagikan. Maka dapat disimpulkan adanya penundaan atau penangguhan pembagian harta waris milik pewaris. Karena sebelumnya belum dilakukan pembagian harta warisan kepada ahli waris hingga ayah Saudara meninggal dunia. Namun dalam hukum waris adanya istilah "Ahli Waris Pengganti" dengan ketentuan, bahwa keturunan dari satu orang yang meninggal lebih dahulu harus dianggap sebagai satu cabang dan bersama-sama memperoleh bagian. Dengan demikian, jika salah satu atau semua anak pewaris telah meninggal lebih dahulu sehingga hanya ada cucu-cucunya, maka mereka yang akan mewaris atas dasar penggantian dan bukan secara uit eigen hoofed (atas diri sendiri).

Hukum Waris untuk Anak Angkat

Dalam garis lurus kebawah, pewaris hanya meninggalkan harta warisan kepada anak kandung (sah) dari pewaris. Pengangkatan anak akan mempengaruhi kedudukan hak mewaris anak angkat terhadap orang tua angkatnya. Didasarkan pemikiran hukum, orang tua angkat berkewajiban mengusahakan agar setelah ia meninggal dunia, anak angkatnya tidak terlantar. Untuk itu biasanya dalam kehidupan bermasyarakat, anak angkat dapat diberi sesuatu dari harta peninggalan untuk bekal hidup dengan jalan wasiat.
image by designer491 on istockphoto.com

Apakah Anak Angkat Berhak atas Harta Peninggalan Orang Tua Angkat?

Dari pertanyaan yang diberikan, tidak disebutkan kapan tahun kelahiran, sehingga dalam jawaban ini akan digunakan ketentuan terbaru yang berlaku saat ini, yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut UU 35/2014). Anak angkat tetap dapat memperoleh bagian dari harta warisan apabila pewaris membuat hibah wasiat. Namun, apabila diasumsikan bahwa pewaris tidak memiliki ahli warisnya sama sekali atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya dan pewaris juga diketahui sepanjang hidupnya tidak pernah membuat hibah wasiat teruntuk siapapun di luar ahli waris ataupun anak angkat. Maka, berdasarkan Pasal 191 Kompilasi Hukum Islam (KHI), harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Maal untuk kepentingan agama Islam dan kesejahteraan umum.