Kekuatan Hukum Akta Kelahiran Anak Angkat

photobyphotoboy on

Pertanyaan

Bila anak angkat memiliki KK, akta, pembabtisan yang menyatakan anak kandung, dan dia berperkara dengan keluarga Almarhumah ibu angkatnya yang mana ibu angkatnya tidak memiliki anak selain dia, dan keluarga almarhumah hanya memiliki bukti fotocopy perjanjian pengambilan anak angkat, mana yang layak dinyatakan ahli waris dan dasar hukum yang menguatkan?

Ulasan Lengkap

Sebelumya perlu diketahui bahwa berdasarkan KUHPerdata, prinsip dari pewarisan adalah:

  1. Harta Waris baru terbuka apabila terjadinya suatu kematian. (Pasal 830 KUHPerdata);
  2. Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris. (Pasal 832 KUHPerdata), dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia.

Maka yang berhak mewaris hanyalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu berupa keturunan langsung maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau keturunannya dari saudara-saudaranya. Dalam hukum kewarisan anak angkat tidak termasuk ahli waris, karena secara biologis tidak ada hubungan kekeluargaan antara anak angkat dengan orangtua angkatnya kecuali anak angkat itu diambil dari keluarga orangtua angkatnya. Karena bukan ahli waris, maka anak angkat tidak mendapatkan bagian sebagai ahli waris dari warisan orangtua angkatnya.

Namun karena si anak angkat memiliki Akta kelahiran yang menyatakan bahwa anak tersebut adalah anak kandung, maka secara hukum anak angkat tersebut memiliki kedudukan sebagai anak kandung dan memiliki hak waris karena anak tersebut mempunyai bukti berupa KK serta akta kelahiran atas nama orang tua angkatnya.

Apabila keluarga almarhumah tidak setuju atas hak waris anak angkat yang diakui anak kandung tersebut, serta telah memiliki bukti kuat bahwa anak tersebut bukan anak kandung, maka yang dapat dilakukan keluarga almarhumah ibu angkat anak tersebut adalah mengajukan pembatalan akta melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.

Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 51 tahun 2009, Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Adapun Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyatakan yang pada intinya bahwa KTUN harus dimaknai:

  1. Penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual;
  2. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya;
  3. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB;
  4. Bersifat final dalam arti lebih luas;
  5. Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau
  6. Keputusan yang berlaku bagi Warga Masyarakat.

Apabila dikaitkan dengan akta kelahiran yang merupakan penetapan tertulis dari Badan Tata usaha Negara eksekutif yang dalam hal ini adalah dispendukcapil, yang diterbitkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bersifat final dan berlaku bagi warga masyarakat, makaAkta Kelahiran termasuk Keputusan Tata Usaha Negara atau KTUN karena merupakan penetapan tertulis yang diterbitkan oleh Dispendukcapil sebagai badan atau pejabat TUN.  Dalam kasus Akta Kelahiran anak angkat yang dinyatakan sebagai anak kandung ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan salah satunya yaitu melanggar Pasal 94 Undang-undang No 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang berbunyi “Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah)”. Dengan terjadinya pemalsuan data penduduk tersebut maka Akta Kelahiran atau KTUN dapat dimintakan pembatalannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Berdasarkan pasal 72 UU Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Pembatalan akta dilakukan atas permintaan orang lain atau subjek akta, dengan alasan akta cacat hukum karena dalam proses pembuatan didasarkan pada keterangan yang tidak benar dan tidak sah. Perlu diketahui bahwa rentang waktu untuk mengajukan gugatan ke PTUN berdasarkan Pasal 55 UU Nomor 5 tahun 1986 sangatlah singkat yaitu 90 (Sembilan puluh) hari dan apabila akta kelahiran atau KTUN sudah ada sejak lama maka yang dapat mengajukan adalah orang yang memiliki kepentingan atas KTUN tersebut yang baru mengetahui adanya KTUN tersebut. Sehingga dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari penggugat mengajukan Gugatan terhadap Keputusan Akta Kelahiran (Objek Gugatan) dihitung sejak tanggal Penggugat mengetahui adanya Kutipan Akta Kelahiran tersebut.

Penggugat dapat memberikan dasar alasan serta bukti sah baik secara medis atau bukti perjanjian pengambilan anak angkat yang menyatakan bahwa anak yang disebut dalam akta kelahiran bukanlah hasil hubungan suami istri pasangan tersebut melainkan anak dari pasangan lain yang diangkat oleh almarhumah ibu angkatnya.

Apabila Akta Kelahiran tersebut dibatalkan, maka anak angkat tersebut tidak lagi berhak untuk menjadi ahli waris sebagaimana diatur dalam hukum perdata non-muslim. Namun demikian, apabila Akta Kelahiran tersebut tidak dapat dibuktikan sebaliknya, maka anak angkat yang diakui secara hukum sebagai anak kandung tersebut tetap memiliki hak sebagai ahli waris.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan