Kedudukan Anak Dari Pernikahan Siri
Apabila Saudara telah melangsungkan pernikahan secara hukum dihadapan KUA dan mendapatkan akta nikah, maka terhadap akta tersebut memiliki kekuatan pembuktian yang formal karena di dalamnya telah dilegalisasi oleh pejabat umum dan dicatat secara benar oleh Negara. Tentu saja hal tersebut membawa konsekuensi adanya hubungan hukum antara suami istri dan anak-anak yang dilahirkannya. Konsekuensi hukum adanya hubungan ini berdampak pada adanya hak dan kewajiban yang timbul di antara mereka setelah tanggal pernikahan tersebut, yaitu menyangkut harta bersama maupun hak kewarisan.
Pembagian Warisan Cucu
Sebagai ahli waris, apabila merasa pembagian harta warisan tidak adil secara KUH Perdata maupun KHI dapat mengajukan gugatan pembagian harta warisan ke Pengadilan terhadap orang yang menguasai harta warisan tersebut agar harta warisan dapat dibagi secara adil kepada semua ahli waris. Mengenai 10 sepupu Saudara, dapat menerima warisan dalam KUH Perdata karena mengganti posisi orang tua yang memiliki hubungan darah dengan Ayah Saudara. Sementara dalam KHI, idak mendapatkan warisan. Tetapi jika saudara-saudara Ayah meninggal terlebih dahulu sebelum Pewaris (Kakek Saudara), maka dapat menerima bagian warisan.
Alur & Proses Pengangkatan Anak
Berdasarkan laporan pengangkatan anak, pejabat pencatatan sipil akan membuat catatan pinggir pada kutipan akta kelahiran dan register akta kelahiran. Selanjutnya proses pengangkatan anak (Pasal 47 Perpres No. 96 Tahun 2018) tersebut secara administrasi kependudukanya sudah selesai. Sehingga dalam KK hubungan Kepala Keluarga dengan anak angkat adalah sebagai “anak”, dengan nama orang tua kandung tetap tercantum dalam kolom nama orang tua. Terkait dengan hasil putusan dari Pengadilan Agama tentang hak asuh anak angkat yang sudah mendapatkan penetapan dari Pengadilan Agama setempat, namun tidak ditindaklanjuti oleh pihak dukcapil untuk menerbitkan KK baru dengan memuat anak angkat dalam KK Saudara, dengan dalih bahwa putusan dari pengadilan tersebut tidak "Mengikat/Ngambang", bisa terjadi karena adanya kesalahan pengetikan dan/atau kurang cermatnya petitum permohonan penetapan sehingga amar penetapannya menjadi salah/tidak lengkap. Apabila terjadi hal demikian, maka upaya hukum yang dapat dilakukan adalah mengajukan kasasi untuk memperbaiki amar penetapan (Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung) yakni upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap penetapan adalah kasasi.
Pembagian Waris Menurut Hukum Islam
Disebutkan bahwa anak laki-laki pertama wafat meninggalkan istri, anak laki-laki dan anak perempuan. Didalam Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa ...apabila anak perempuan bersama-sama anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan. Sebelum itu, bagian waris dari kakek dibagikan terlebih dahulu kepada anak-anak dari kakek yang masih hidup/3 saudara anak laki-laki pertama meninggal yang masih hidup, kemudian bagian dari janda/istri anak laki-laki pertama tersebut adalah 1/8 bagian karena meninggalkan anak (Pasal 180 Kompilasi Hukum Islam).
Penjualan Harta Warisan Tanpa Persetujuan Ahli Waris
Terkait dengan apa yang perlu disiapkan untuk berperkara yaitu alat bukti yang menjadi dasar gugatan dan/atau laporan ke polisi, Sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR/284 RBg, alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata terdiri dari :
1. Surat, yaitu dapat berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), surat kematian, Surat Keterangan Hak Mewaris (SKHM) / dokumen lain yang menunjukkan anak sebagai ahli waris yang sah, Akta Jual Beli (AJB), dan kwitansi/bukti transaksi pembelian 2 bidang tanah tersebut, dll.
2. Saksi-saksi yang mengetahui peristiwa penjualan 2 bidang tanah tersebut.
3. Persangkaan
4. Pengakuan, dan
5. Sumpah
Sedangkan apabila hendak melaporkan ke polisi maka alat bukti sah yang bisa diajukan adalah bisa dilihat dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Kedudukan Anak Dalam Keluarga Berbeda Ibu
Berdasar ketentuan tersebut, Kartu Keluarga memang merupakan identitas keluarga yang menunjukkan data tentang nama, susunan, dan hubungan antara anggota keluarga seperti hubungan antara Saudara dengan ayah Saudara. Namun demikian, Kartu Keluarga bukan satu-satunya identitas yang dapat membuktikan bahwa Saudara adalah anak dari ayah Saudara, melainkan ada pula Akta Kelahiran yang membuktikan Saudara adalah anak dari ayah Saudara tersebut. Ketentuan dalam Pasal 27 ayat (1) UU Adminduk
Hak Waris Cucu Kandung
Untuk mengetahui apakah Saudara selaku ahli waris pengganti atau ahli waris dari ibu Saudara memiliki bagian dari penjualan rumah dimaksud, maka terlebih dahulu Saudara harus mengetahui apakah ibu Saudara memiliki hak waris atas rumah dimaksud. Hal tersebut dikarenakan tidak menutup kemungkinan pada saat pembagian waris disepakati bahwa ibu Saudara memperoleh harta waris lainnya yang memiliki nilai setara dengan bagian harta waris yang menjadi haknya, atau ibu Saudara telah melepaskan hak warisnya secara keseluruhan, atau ibu Saudara telah melepaskan hak waris khususnya pada rumah dimaksud dengan memperoleh kompensasi dari saudara lainnya.
Cucu Mendapatkan Warisan
cucu dapat memperoleh warisan dari kakek manakala ayah/ibu yang merupakan anak dari kakek tersebut meninggal dunia, dengan bagian yang sama dengan yang seharusnya diperoleh ayah/ibunya. Apabila ayah/ibu memiliki satu anak, maka anak tersebut memiliki bagian secara penuh dari bagian waris yang seharusnya diperoleh ayah/ibunya, namun jika ayah/ibu memiliki lebih dari satu anak maka secara bersama-sama mereka memperoleh bagian secara penuh sesuai dengan bagian yang seharusnya diperoleh ayah/ibunya.
Persyaratan Administrasi Perkawinan Harus Terpenuhi
Dalam proses perkawinan terdapat, persyaratan administrasi yang harus dipenuhi yakni mengenai akta kelahiran dan kartu keluarga. Berkaitan dengan hal tersebut, secara administratif mencantumkan nama orang tua angkat dalam akta kelahiran dan kartu keluarga merupakan suatu perbuatan yang dilarang dan dapat dikenakan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UUAK).
Hak Waris Tanpa Surat Wasiat
Sebagai ahli waris, Saudara dapat meminta hak-hak Saudara tersebut di atas, termasuk namun tidak terbatas hak untuk mengetahui harta-harta yang ditinggalkan oleh ayah Saudara. Selanjutnya, Saudara dan para ahli waris lainnya dapat meminta penetapan ahli waris melalui penetapan pengadilan atau akta notaris. Manakala ibu sambung Saudara tidak berkenan untuk bersifat terbuka atau melakukan pembagian, maka Saudara dapat mencoba untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan terlebih dahulu, dan apabila cara kekeluargaan tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah maka Saudara dapat mengajukan gugatan pembagian harta waris ke Pengadilan Agama (jika menggunakan hukum waris Islam) atau ke Pengadilan Negeri (jika menggunakan hukum waris selain Islam).