Penjualan Harta Warisan Tanpa Persetujuan Ahli Waris
Pertanyaan
Ibu saya meninggal tahun 2003, pada saat itu ayah saya belum membagi warisan. Pada tahun 2009 Ayah saya menjual 2 bidang tanah tanpa persetujuan anak-anaknya selaku ahli waris. Pertanyaan saya, kalau mau di masukkan ke ranah hukum, apa saja yang saya harus disiapkan supaya menang?Ulasan Lengkap
Dalam pertanyaan tersebut, tidak dijelaskan apakah pernikahan antara ayah dan ibu terjadi sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) atau setelah berlakunya UU Perkawinan.
Selanjutnya, jika pernikahan terjadi sebelum UU Perkawinan berlaku, maka tanah tersebut termasuk dalam harta bersama sejak saat dilangsungkannya perkawinan tersebut (selama tdk ada perjanjian kawin) walaupun tanah tersebut merupakan warisan / hibah dari orang tua. (Pasal 119 KUHPerdata). Apabila tanah tersebut menjadi harta bersama, jadi terdapat bagian ibu dalam tanah tersebut, dimana saat ibu meninggal dunia setengah dari tanah itu merupakan bagian ibu yang kemudian menjadi bagian dari harta peninggalan untuk para ahli waris.
Jika, ayah ingin menjual 2 tanah tersebut, dia memerlukan izin dari para ahli waris. Apabila sudah dijual, maka ahli waris tersebut berhak memperoleh bagian dari penjualan tanah tersebut. Apabila ayah tidak mau membagikan bagian hasil penjualan kepada ahli waris maka dapat mengajukan gugatan atas hak waris mereka (Pasal 834 KUHPerdata)
Kemudian ayah juga bisa dituntut secara pidana dengan delik penggelapan, dimana tercantum dalam Pasal 372 KUHP yang berbunyi Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak suatu benda yang sama sekali / sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan benda itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 tahun/denda sebanyak Rp.900.
Namun karena dilakukan oleh ayah sendiri, maka berlaku Pasal 376 KUHP “Jika dia (pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini) adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.”
Sebaliknya, jika pernikahan tersebut berlangsung setelah UU Perkawinan berlaku, maka meski tanah tersebut adalah warisan / hibah dari orang tua ayah maka disebut harta bawaan (Pasal 35 ayat 2 UU Perkawinan), dimana ayah berhak untuk menjual rumah tersebut tanpa persetujuan ahli warisnya dan ahli warisnya tidak berhak untuk menerima bagian dari penjualan serta tidak bisa mengajukan gugatan apapun.
Oleh karena itu, sebelumnya juga perlu ditelusuri apakah hak atas tanah tersebut diperoleh setelah adanya pernikahan antara ayah dan ibu, atau diperoleh ayah sebelum terjadinya pernikahan dengan ibu. Jika diperoleh ayah sebelum pernikahan dengan ibu, maka tentunya benda tersebut adalah benda bawaan milik ayah yang tentunya tidak menjadi harta waris setelah ibu meninggal.
Terkait dengan apa yang perlu disiapkan untuk berperkara yaitu alat bukti yang menjadi dasar gugatan dan/atau laporan ke polisi. Apa bila hendak mengajukan gugatan perdata, alat bukti yang dapat dipersiapkan diatur dalam Pasal 164, 153, 154 (HIR) dan Pasal 284, 180, 181 (RBg). Sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR/284 RBg, alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata terdiri dari :
- Surat, yaitu dapat berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), surat kematian, Surat Keterangan Hak Mewaris (SKHM) / dokumen lain yang menunjukkan anak sebagai ahli waris yang sah, Akta Jual Beli (AJB), dan kwitansi/bukti transaksi pembelian 2 bidang tanah tersebut, dll.
- Saksi-saksi yang mengetahui peristiwa penjualan 2 bidang tanah tersebut.
- Persangkaan
- Pengakuan, dan
- Sumpah
Sedangkan apabila hendak melaporkan ke polisi maka alat bukti sah yang bisa diajukan adalah berdasarkan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu:
- Keterangan saksi;
- Keterangan ahli;
- Surat (Sertifikat Hak Milik (SHM), surat kematian, Surat Keterangan Hak Mewaris (SKHM) / dokumen lain yang menunjukkan anak sebagai ahli waris yang sah, Akta Jual Beli (AJB), dan kwitansi/bukti transaksi pembelian 2 bidang tanah tersebut, dll)
- Petunjuk;
- Keterangan terdakwa.
Menang tidaknya suatu perkara ditentukan oleh kekuatan alat bukti yang diajukan oleh Para Pihak dan kebijaksanaan dari Hakim yang memeriksa dan memutus perkara.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan