Penjualan Hak Guna Bangunan Tanpa Menjual Hak Milik Atas Tanah

Photo by Alexander Andrews on Pexels

Pertanyaan

Kami 4 bersaudara yang mewarisi tanah yang masih menjadi 1 SHM atas nama almarhum ibu kami. Kedua orang tua kami telah wafat. Setelah mereka wafat, kami bermusyawarah dan bersepakat atas pembagian warisan berupa rumah dan tanah. Kami sudah bersepakat bahwa akan memanfaatkan warisan tersebut sebaik-baiknya dan tidak akan menjual tanah dan bangunan kepada orang lain. Apabila dikemudian hari salah seorang dari kami terpaksa harus menjual harus seijin/bermusyawarah dengan anggota keluarga yang lain. Nah, adik saya nomer 3 karena kekurangpahaman atas hukum transaksi tanah dan bangunan telah menjual bangunan ruko dan tanah yang menempel pada rumah utama kepada orang lain tanpa seijin kami selaku ahli waris dari tanah tersebut. Kami tahu, adik kami tersebut karena pendidikan yang rendah dengan mudah melakukan transaksi tanpa perhitungan yang benar. Saat ini oleh pembeli (pak K) ruko di bongkar dan ditingkat untuk usaha kuliner. Kami sebagai ahli waris yang memegang SHM tanah ibu kami jelas keberatan dengan transaksi dan upaya pembongkaran ruko serta pembangunan yang dilakukan pak K. Kami telah mengingatkan pak K agar tidak nekat melakukan pembangunan diatas tanah milik ibu kami, namun pak K tetap melaksanakan pembongkaran dan pembangunan ruko. Kami berencana menggugat pak K atas transaksi jual beli dan sekaligus kegiatan tidak sah diatas tanah milik almarhum ibu kami. Pertanyaan kami apakah tindakan pak K bisa dikategorikan sebagai bentuk penyerobotan tanah? Delik dan pasal apa saja yang dapat kami ajukan untuk menggugat pak K tersebut? Dan apakah kami dapat meminta ganti kerugian/kompensasi atas perbuatan pak K tersebut? Mohon penjelasannya secara tuntas. Atas perhatiannya diucapkan terimakasih

Ulasan Lengkap

Dalam pertanyaan tidak disebutkan apakah sudah ada penetapan waris atau belum. Apabila belum ada penetapan waris maka ada baiknya jika  dibuat lebih dahulu untuk memperjelas bahwa benar hanya 4 (empat) anak tersebut yang menjadi ahli waris yang sah. Surat Keterangan Waris dapat dibuat di kantor kelurahan atau di kantor Notaris untuk keturunan Tionghoa. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997) yang menyatakan bahwa:

“Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertifikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka setelah adanya penetapan waris selanjutnya dapat dilakukan proses balik nama, yang mana dapat mempermudah segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan hukum. Mencermati pertanyaan saudara, maka kami asumsikan belum ada pemecahan sertifikat. Jika belum ada pemecahan dan balik nama sertifikat atas bagian tanah warisan milik anak ketiga, maka tidak dapat dilakukan jual beli hak atas tanah secara sepihak. Hal tersebut karena jika sudah ada, maka anak ketiga berhak untuk menjual bagian tanah yang telah bersertifikat atas nama dirinya. Oleh karena itu, dikarenakan Pak K membeli bidang tanah dari pihak yang tak berhak atas tanah tersebut, maka tindakan Pak K membongkar bangunan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penyerobotan tanah, karena Pak K belum memiliki bukti kepemilikan tanah dan bangunan secara sah. Tindak pidana penyerobotan tanah diatur dalam Pasal 167 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa:

“Barangsiapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum, atau berada disitu dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.”

Selain dapat dikenakan Pasal 167 ayat (1) KUHP, Pak K juga dapat dikenakan Pasal 6 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya (Perppu 51/1960) yang pada intinya menyatakan bahwa dapat dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah), barangsiapa yang:

  1. Memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah;
  2. Mengganggu yang berhak atau kuasanya yang sah didalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah;
  3. Menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan lisan atau tulisan untuk melakukan perbuatan yang dimaksud Pasal 2 Perppu 51/1960 (Pasal 2 berbunyi: dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah) atau huruf b tersebut diatas;
  4. Memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut pada Pasal 2 Perppu 51/1960 atau huruf b tersebut diatas.

Disisi lain, terhadap anak ketiga yang telah menjual tanah secara sepihak, dapat dikenakan ketentuan Pasal 385 angka 1 KUHP yang mana ancaman hukumannya yaitu pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun:

“barangsiapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan credit verband sesuatu hak tanah Indonesia, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah dengan hak Indonesia, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain.”

Terhadap hal ini, ahli waris dapat memutuskan apakah akan dilakukan langkah hukum secara pidana maupun perdata. Apabila para ahli waris akan melakukan langkah perdata yaitu melalui gugatan perdata, maka sebaiknya terlebih dahulu memiliki penetapan ahli waris untuk menegaskan legal standing para ahli waris sebagai Penggugat nantinya. Adapun jika gugatan diajukan, maka tentu adik ketiga sebagaimana dimaksud dalam pertanyaan tersebut harus menjadi pihak dalam gugatan tersebut agar gugatan tidak kurang pihak. Para ahli waris dapat meminta ganti kerugian terhadap Pak K dengan mengajukan gugatan secara perdata ke Pengadilan Negeri setempat. Akan tetapi, alangkah lebih baiknya jika permasalahan tersebut dibicarakan secara kekeluargaan terlebih dahulu dengan menjelaskan mengenai kepemilikan tanah kepada Pak K. Jika musyawarah yang dilakukan tidak menemukan mufakat, baru kemudian mengambil langkah hukum yang diperlukan.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan