Pembuktian Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pertanyaan
Pertanyaan: Apakah ada percobaan dalam tindak pidana perdagangan orang. Dan bagaimana membuktikan bahwa ada percobaan dalam perdagangan orang?Ulasan Lengkap
Percobaan dalam tindak pidana diatur dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP, yang menyatakan sebagai berikut:
“Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan ini, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”
Berdasar pada ketentuan tersebut, maka percobaan adalah suatu delik yang didasarkan pada kesengajaan, hal mana dapat disimpulkan dari kata “niat” dalam pasal tersebut. Adapun pengertian niat tersebut menurut Van Hattum diartikan secara subyektif yang berarti Terduga pelaku tindak pidana harus sungguh-sungguh mengingini keadaan tersebut, sebagai contoh orang yang akan mencuri tapi baru memasuki pekarangan rumah orang lain. Adapun menurut Pompei, kata “niat” tersebut diartikan secara obyektif, yang artinya bukan saja keadaan tersebut diingini olehnya tetapi bagaimana keadaan tampak dalam kenyataannya, sebagai contoh adalah tindak pidana percobaan dimana Terduga pelaku tindak pidana baru menusuk seseorang namun orang tersebut belum meninggal dunia. Jika dapat dituntut karena suatu delik percobaan maka seharusnya hanya karena percobaan delik yang sungguh dikehendaki olehnya, bukan karena percobaan delik yang pasti atau mungkin timbul karenanya.[1]
Berkaitan dengan perdagangan orang, diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang (selanjutnya disebut “UU 21/2007”). Pasal 1 butir 1 mengatur:
“Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”
Berdasar ketentuan tersebut, pada dasarnya unsur dari tindak pidana perdagangan orang adalah sebagai berikut:
- tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang
- dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat
- sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut baik yang dilakukan di dalam negara maunu antar negara
- untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi
Empat unsur tersebut menunjukkan bahwa dalam tindak pidana perdagangan orang terdapat rangkaian perbuatan sejak perekrutan dengan berbagai cara hingga mendapatkan persetujuan sampai pada akhirnya mengeksploitasi seseorang. Adanya rangkaian perbuatan tersebut tidak menutup kemungkinan terduga pelaku tindak pidana akan gagal di pertengahan jalan, dengan contoh orang yang diculiknya melarikan diri atau perbuatan tersebut dihentikan di tengah jalan, sehingga akibat dari tindak pidana perdagangan orang sebagaimana diuraikan dalam unsur keempat belum timbul.
Bahwa membaca unsur kedua pasal terkait perdagangan orang tersebut, terdapat beberapa tindakan yang juga merupakan tindak pidana seperti ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan (dapat dikatakan sebagai penganiayaan), penculikan, penyekapan, pemalsuan, atau penipuan yang diatur tersendiri dalam Pasal KUHP. Tentunya apabila tindak pidana yang diduga dilakukan baru sampai pada tahap unsur kedua, maka tentu akan sulit untuk menentukan bahwa memang benar terduga akan melakukan eksploitasi atas orang yang direkrutnya dengan cara terurai dalam unsur nomor 2 tersebut. Apabila terduga baru melaksanakan tindak pidananya sampai pada (sebagai contoh) penculikan dan tidak ada bukti yang mengarahkan bahwa terduga akan melakukan eksploitasi terhadap korban, maka tentu pasal yang dapat dikenakan hanyalah pasal 328 KUHP.
Namun demikian, apabila ternyata dapat dibuktikan bahwa terduga akan mengeksploitasi orang yang (sebagai contoh perbuatan) diculiknya tersebut dengan cara dijual kepada orang lain, maka harus terlebih dahulu ditemukan bukti bahwa terduga memang akan melakukan transaksi atas orang yang diculiknya tersebut. Bukti tersebut merupakan bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP seperti bukti saksi, bukti surat, atau bukti berupa pengiriman pesan kepada calon pembeli.
[1] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2000, halaman 179-182
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan