Mengapa Terdapat Penggolongan Ras dalam Hukum Peninggalan Belanda?

Pertanyaan
Bagaimana sejarah dari adanya penggolongan hukum terhadap ras di Indonesia? Apakah penggolongan hukum tersebut masih berlaku hingga saat ini?Ulasan Lengkap
A. Sejarah Penggolongan Hukum di Indonesia
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, penduduk Indonesia dibagi dalam 3 golongan, yaitu Golongan Eropa, Golongan Pribumi, dan Golongan Timur Asing. Penggolongan hukum di Indonesia ini bermula dari penjajahan Belanda di Indonesia yang cukup lama. Penjajahan Belanda di Indonesia yang cukup lama, menimbulkan politik hukum Belanda berpengaruh dalam kehidupan hukum masyarakat di Indonesia. Indonesia sebagai negara yang beraneka budaya terdiri dari belasan ribu pulau, beberapa suku bangsa, agama, dan adat istiadat telah melahirkan beberapa sistem hukum. Dalam keanekaragaman ini, masyarakatnya terbagi dalam beberapa etnis yang menjadi pembeda ras di Indonesia, sehingga hukum yang diberlakukan pun berdasarkan atas golongan-golongan tersebut.
Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan beberapa pokok-pokok peraturan yang diantaranya, yaitu
- Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (selanjutnya disebut A.B) yang dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 termuat dalam Staatsblad (selanjutnya disebut Stb) 1847 No. 23, (Staatsblad adalah istilah pengumuman atau publikasi pada masa Pemerintah Hindia Belanda yang saat ini disebut dengan Lembaran Negara Republik Indonesia);
- Reglement of de Rechterlijke Organisatie (selanjutnya disebut RO) atau peraturan organisasi Pengadilan, yang diundangkan sejak tanggal 1 Mei 1845 melalui Stb 1847 No. 23;
- Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Sipil/Perdata (KUHS/KUHP), yang diundangkan sejak tanggal 1 Mei 1845 melalui Stb 1847 No. 23;
- Wetboek van Koophandel (selanjutnya disebut WvK) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), yang diundangkan sejak tanggal 1 Mei 1845 melalui Stb 1847 No. 23;
- Reglement op de Burgerlijke Rechhtsvordering (selanjutnya disebut RV) atau peraturan tentang Acara Perdata yang diundangkan sejak tanggal 1 Mei 1845 melalui Stb 1847 No. 23;
- Regering Reglement (selanjutnya disebut R.R.), diundangkan pada tanggal 2 September 1854, yang termuat dalam Stb 1854 No. 2;
- Wetboek van Strafrecht atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Indische Staatsregeling (selanjutnya disebut I.S.), atau peraturan ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pengganti dari R.R Sejak tanggal 23 Juli 1925 termuat dalam Stb 1925 No. 415, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Janiari 1926.
Pada masa pemerintah Hindia Belanda nampak pedoman politik hukum yang terdapat dalam ketentuan pasal 131 IS yang mengambil alih pasal 75 RR yang diantaranya yaitu :
“(1) Hukum Perdata, hukum dagang, hukum pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, harus diletakkan dalam kitab Undang-undang atau dikodifisir;
2. a. Terhadap golongan Eropa, harus diperlakukan perundang-undangan yang ada di negeri Belanda dalam bidang Hukum Perdata dan Hukum Dagang;
b. Bagi orang Indonesia asli dan Timur Asing, ketentuan Undang-undang Eropa dalam bidang Hukum Perdata dan Hukum Dagang dapat di perlakukan apabila kebutuhan mereka menghendakinya;
(4) Orang Indonesia asli dan Timur Asing diperbolehkan menundukkan dirinya kepada hukum yang berlaku bagi orang Eropa, baik sebagian maupun seluruhnya;
(6) Hukum adat yang masih berlaku bagi orang Indonesia asli dan Timur Asing tetap berlaku sepanjang belum ditulis dalam undang-undang.”
Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut menimbulkan adanya penggolongan berlakunya hukum pada Pemerintahan Hindia Belanda. Hukum terhadap orang Eropa, Bumi Putera dan Timur Asing, sedangkan terhadap penduduk Hindia Belanda digolongkan menjadi golongan Eropa, Bumi Putera dan Timur Asing. Pasal 163 ayat (1) I.S menyatakan :
a. Golongan Eropa
Menurut pasal 163 ayat (2) I.S, yang termasuk golongan Eropa adalah:
- Semua warga negara Belanda
- Orang Eropa
- Warga negara Jepang
- Orang-orang yang berasal dari negara lain yang hukum kekeluargaannya sama dengan hukum keluarga Belanda, terutama azas monogami
- Keturunan mereka yang tersebut di atas
b. Golongan Pribumi
Menurut pasal 163 ayat (3) I.S, yang termasuk golongan pribumi adalah:
- Orang Indonesia asli
- Mereka yang semula termasuk golongan lain, lalu membaurkan dirinya kedalam orang Indonesia asli.
c. Golongan Timur Asing
Menurut pasal 163 ayat (4) I.S, yang termasuk golongan Timur Asing adalah mereka yang tidak termasuk dalam golongan Eropa atau Indonesia asli yaitu :
- Golongan Timur Asing Tionghoa (Cina)
- Golongan Timur Asing bukan Tionghoa”
Hal ini menyebabkan hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya hukum perdata menjadi pluralistik akibat dari penggolongan yang berlaku. Selain digolongkan berdasarkan atas ras sebagaimana yang telah dijelaskan, juga terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan atas wilayahnya. Hukum acara perdata yang berlaku di Pulau Jawa dan Madura yaitu Herzein Inlansch Reglement (selanjutnya disebut HIR) yang tercantum dalam Stb 1848 No. 16, sedangkan hukum acara perdata yang berlaku diluar Pulau Jawa dan Madura adalah Rechtreglement voor de Buitengewesten (selanjutnya disebut RBg) yang tercantum dalam Stb1927 No. 227.
B. Apakah Penggolongan Hukum Masih Berlaku?
Setelah Indonesia merdeka dan terlepas dari penjajahan, maka dibentulah dasar negara yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD ’45). Sebagai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, UU ’45 adalah pedoman utama dan tonggak dalam setiap hukum yang berlaku di Indonesia. Pengaturan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara ini diatur lebih lanjut dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, didalam ketentuan Aturan Peralihan I UUD ’45 disebutkan bahwa :
“Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka hingga saat ini ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat pada masa Hindia Belanda masih berlaku sepanjang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan yang baru. Pada dasarnya penggolongan hukum sebagaimana yang berlaku pada masa Hindia Belanda sudah tidak ada, namun terkait berlaku tidaknya peraturan perundang-undangan peninggalan Pemerintahan Hindia masih digunakan dalam sistem Hukum Indonesia, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/BW, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/WvS, dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang/WvK. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk mencegah adanya kekosongan hukum, sehingga dinyatakan dalam ketentuan Aturan Peralihan I UUD’45. Sebagai contoh yaitu bahwa ketentuan dalam hal perkawinan, Bab IV Buku I BW tidak lagi berlaku karena Indonesia telah memiliki Undang-Undang tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan