Apakah Utang BUMN dapat disebut Utang Negara?

Photo by Arun Raj on Unsplash

Pertanyaan

Dalam kasus korupsi yang terjadi terkait asuransi jiwasraya, Jaksa menganggap direktur jiwasraya telahmerugikan keuangan negara karena jiwasraya sebagai BUMN sebagian modalnya berasal dari kekayaan negara, apabila kekayaan jiwasraya dianggap sebagai kekayaan negara, apakah itu artinya kewajiban jiwasraya kepada nasabah/krediturnya yang belum terselesaikan juga dapat dianggap sebagai kewajiban negara kepada kepada nasabah/kreditur jiwasraya?

Ulasan Lengkap

Sebelum kita membahas mengenai jawaban pertanyaan tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu kedudukan Jiwasraya (PT Asuransi Jiwasraya (persero)) sebagai Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) yang bergerak di sektor Asuransi. Definisi BUMN menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu BUMN yang berbentuk perseroan Terbatas (PT) atau yang umumnya disebut persero dan Perusahaan Umun (Perum). PT Asuransi Jiwasraya (persero) sesuai namanya adalah BUMN berbentuk persero.

1.Kerugian BUMN (Dalam Hal Ini persero) Sebagai Kerugian Negara 

 

 

Terkait kasus yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (persero), Jaksa menganggap kerugian yang dialami PT Asuransi Jiwasraya (persero)  sebagai kerugian terhadap negara, sehingga Jaksa menduga adanya korupsi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya (persero). Hal tersebut memunculkan perbedaan argumen, diantaranya yaitu beberapa pihak menganggap bahwa kerugian yang diakibatkan oleh PT Asuransi Jiwasraya (persero)  dianggap sebagai tindakan yang merugikan keuangan negara berdasarkan kalkulasi kerugian yang dilakukan oleh Badan Keuangan Negara. Jaksa sebagai peyelidik membongkar transaksi-transaksi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya (persero).

Tidak semua kerugian yang dialami persero dapat dikategorikan sebagai kerugian negara karena pada dasarnya direktur hanyalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan dalam pengambilan putusan (wrong judgment)walaupun sesungguhnya ia telah melaksanakan tugasnya berdasarkan itikad baik dan perhitungan yang wajar. Dalam hukum perseroan, hal tersebut dikenal sebagai asas business judgement rule yang secara tersirattermuat dalam Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) yang menyatakan :

“Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: 

    1. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; 
    2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
    3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
    4. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.”

Ayat (3) yang dimaksud dalam Pasal 97 ayat (5) UU PT tersebut yaitu mengenai tanggung jawab direksi apabila menyebabkan kerugian terhadap PT karena tindakan salah dan lalai yang dilakukannya. Berdasarkan asas business judgement rule, dugaan adanya kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya (persero) belum tentu benar, karena bisa jadi kerugian yang ditimbulkan dalam perkara tersebut bukanlah berasal dari kesalahan atau kelalaian Direktur akan tetapi bisa timbul sebagai suatu resiko bisnis.

Mengenai apakah kerugian BUMN (dalam hal ini BUMN yang berbentuk persero) dapat dikatakan sebagai kerugian keuangan negara, maka perlu dipahami terlebih dulu karakteristik hukum dari BUMN. Berdasarkan Pasal 11 UU BUMN, terhadap BUMN yang berbentuk persero berlaku ketentuan-ketentuan dalam UU PT. Pasal 1 angka 1 UU PT menyatakan bahwa PT adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal. Pada dasarnya karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya, sehingga suatu badan hukum yang berbentuk PT memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi, Komisaris dan Pemegang saham. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 UU BUMN disebutkan bahwa Perusahaan perseroan adalah BUMN yang berbentuk persero yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Berdasarkan hal tersebut maka dapat kita ketahui bahwa negara berperan sebagai pemegang saham dalam persero, sehingga modal persero sebesar bagian saham milik negara berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Pasal 1 angka 1 UU BUMN).

Kekayaan negara adalah sama dengan keuangan negara, yaitu semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal 1 angka 1 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara/UU Keuangan Negara). Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (Pasal 1 angka 10 UU BUMN). APBN tersebut adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 1 angka 7 UU Keuangan Negara). Kerugian negara timbul ketika terdapat kekurangan  uang,  surat  berharga,  dan  barang milik negara, yang  nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai (Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan/UU BPK).

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, apakah setiap kerugian persero merupakan kerugian negara? Jawabannya adalah belum tentu. Berdasarkan Pasal 1 angka 15 UU BPK, terdapat unsur-unsur yang perlu dipenuhi untuk menentukan kerugian persero sebagai kerugian negara yaitu berkurangnya keuangan negara yang nyata, pasti jumlahnya dan diakibatkan dari perbuatan melawan hukum. Untuk mengetahui kekurangan keuangan negara yang nyata dan pasti jumlahnya, maka cara yang digunakan adalah sebagaimana cara menentukan kerugian perseroan Terbatas, yaitu berdasarkan laporan keuangan perseroan. Apabila berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor eksternal terbukti bahwa persero menderita kerugian, maka ada kemungkinan terdapat kerugian negara. Kerugian sebagaimana dalam laporan keuangan persero tersebut harus dibuktikkan diakibatkan oleh suatu perbuatan melawan hukum. Kerugian yang diakibatkan oleh suatu resiko bisnis tidak dapat dianggap sebagai kerugian akibat perbuatan melawan hukum. Di samping itu, apabila terbukti ada kerugian persero yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum, maka besar kerugian negara tersebut tidak serta merta sama dengan besarnya kerugian persero sebagaimana tercantum dalam laporan keuangannya, akan tetapi haruslah dihitung dari proporsi kepemilikan saham negara dan diteliti berdasarkan kondisi kesehatan keuangan persero secara keseluruhan. Hal tersebut dikarenakan adanya asas pemisahan kekayaan pemegang saham dengan kekayaan persero (sesuai dalam UU PT).

 

2. Utang persero Sebagai Utang Negara

 

Kerugian yang terjadi pada persero bisa jadi berpengaruh terhadap keuangan negara sebagai pemegang saham dalam persero tersebut. Akan tetapi, dalam Pasal 3 ayat (1) UU PT menyebutkan bahwa pemegang saham PT tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama PT dan tidak bertanggung jawab atas kerugian PT melebihi saham yang dimiliki. Akan tetapi terdapat pengecualian sebagaimana Pasal 3 ayat (2) UU PT yang menyatakan :

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:

    1. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
    2. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
    3. pemegang  saham  yang  bersangkutan  terlibat  dalam  perbuatan  melawan  hukum  yang dilakukan oleh Perseroan; atau
    4. pemegang   saham   yang   bersangkutan   baik langsung   maupun   tidak   langsung   secara melawan   hukum   menggunakan   kekayaan Perseroan,   yang   mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Berdasarkan hal tersebut, maka negara sebagai pemegang saham pada persero dimungkinan memiliki tanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh persero bahkan kepada pihak ketiga. Dengan demikian terbuka peluang utang persero menjadi utang negara apabila dapat dibuktikan. Pun demikian apabila dalam prakteknya banyak kerugian persero langsung serta merta dianggap sebagai kerugian negara yang mana sebenarnya tidak sesuai dengan prinsip hukum perseroan terbatas dan praktek tersebut terus menerus dibenarkan oleh lembaga peradilan, maka seharusnya akan fair apabila utang persero dapat dianggap serta merta sebagai utang negara.

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan