Apakah bisa mengajukan gugatan kepada pihak yang berstatus PKPU?
Pertanyaan
Saya dirugikan oleh suatu perusahaan, kemudian saya sudah mensomasi perusahaan tersebut sebanyak 3 (tiga) kali dan hendak mengajukan gugatan ke Pengadilan untuk menuntut ganti rugi. Akan tetapi, saya mendapatkan informasi bahwa perusahaan tersebut saat ini dalam keadaan PKPU, apakah saya bisa melanjutkan untuk menggugat perusahaan tersebut?Ulasan Lengkap
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diatur dalam ketentuan Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU KPKPU). Dalam UU KPKPU tidak ditemukan penjelasan secara eksplisit yang menerangkan mengenai definisi PKPU, namun secara istilah PKPU dapat diartikan sebagai suatu proses atau upaya perdamaian yang ditawarkan debitor kepada kreditor untuk menyelesaikan utang-utangnya agar terhindar dari kepailitan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 222 ayat (1) UU KPKPU, PKPU dapat diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor. Debitor dapat mengajukan PKPU apabila tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih sebagaimana ketentuan dalam Pasal 222 ayat (2) UU KPKPU. Begitupula dengan Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan pembayaran utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat mengajukan PKPU terhadap Debitor.
Berkaitan dengan persoalan yang ditanyakan, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai dasar kerugian yang disebabkan oleh perusahaan tersebut. Apakah perusahaan tersebut melakukan wanprestasi atau perusahaan tersebut melakukan perbuatan melanggar hukum? Jika kerugian yang ditimbulkan karena adanya wanprestasi, maka Kreditor dapat mendaftarkan diri dalam PKPU tersebut. Namun, apabila kerugian yang ditimbulkan karena suatu perbuatan melanggar hukum, maka perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 240, Pasal 242, Pasal 243, Pasal 244, Pasal 245 dan Pasal 246 UU KPKPU yang menyatakan sebagai berikut :
Pasal 240
- Selama penundaan kewajiban pembayaran utang, Debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya;
- Jika Debitor melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta Debitor tidak dirugikan karena tindakan Debitor tersebut;
- Kewajiban Debitor yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat dibebankan kepada harta Debitor sejauh hal itu menguntungkan harta Debitor;
- Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh pengurus, Debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta Debitor;
- Apabila dalam melakukan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) perlu diberikan agunan, Debitor dapat membebani hartanya dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas;
- Pembebanan harta Debitor dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5), hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta Debitor yang belum dijadikan jaminan utang.
Pasal 242
- Selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang, Debitor tidak dapat dipaksa membayar utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang, harus ditangguhkan;
- Kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh Pengadilan berdasarkan permintaan pengurus, semua sita yang telah diletakkan gugur dan dalam hal Debitor disandera, Debitor harus dilepaskan segera setelah diucapkan putusan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap atau setelah putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap, dan atas permintaan pengurus atau Hakim Pengawas, jika masih diperlukan, Pengadilan wajib mengangkat sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta Debitor;
- Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku pula terhadap eksekusi dan sita yang telah dimulai atas benda yang tidak dibebani, sekalipun eksekusi dan sita tersebut berkenaan dengan tagihan Kreditor yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau dengan hak yang harus diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan undang-undang.
Pasal 243
- Penundaan kewajiban pembayaran utang tidak menghentikan berjalannya perkara yang sudah dimulai oleh Pengadilan atau menghalangi diajukannya perkara baru;
- Dalam hal perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengenai gugatan pembayaran suatu piutang yang sudah diakui Debitor, sedangkan penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu putusan untuk melaksanakan hak terhadap pihak ketiga, setelah dicatatnya pengakuan tersebut, hakim dapat menangguhkan putusan sampai berakhirnya penundaan kewajiban pembayaran utang;
- Debitor tidak dapat menjadi penggugat atau tergugat dalam perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaannya tanpa persetujuan pengurus.
Pasal 244
Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 246, penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku terhadap:
- tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya;
- tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan, atau pendidikan yang sudah harus dibayar dan Hakim Pengawas harus menentukan jumlah tagihan yang sudah ada dan belum dibayar sebelum penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan; dan
- tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik Debitor maupun terhadap seluruh harta Debitor yang tidak tercakup pada ayat (1) huruf b.
Pasal 245
Pembayaran semua utang, selain yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 yang sudah ada sebelum diberikannya penundaan kewajiban pembayaran utang selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang, tidak boleh dilakukan, kecuali pembayaran utang tersebut dilakukan kepada semua Kreditor, menurut perimbangan piutang masing-masing, tanpa mengurangi berlakunya juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (3).
Pasal 246
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58 berlaku mutatis mutandis terhadap pelaksanaan hak Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan Kreditor yang diistimewakan, dengan ketentuan bahwa penangguhan berlaku selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 242 ayat (1) UU KPKPU, maka Debitor tidak dapat dipaksa membayar utang karena Debitor tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 240 ayat (1) UU KPKPU. Serta ketentuan Pasal 245 UU KPKPU menyatakan bahwa pembayaran semua utang tidak boleh dilakukan selama PKPU, kecuali pembayaran utang dilakukan terhadap semua Kreditor atau pembayaran utang terhadap hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 UU KPKPU. Namun, Pasal 243 ayat (1) UU KPKPU menyatakan bahwa PKPU tidak menghentikan berjalannya perkara yang sudah mulai oleh Pengadilan atau menghalangi diajukannya perkara baru dalam hal diajukannya perkara baru, melainkan hakim dapat menangguhkan putusan sampai berakhirnya PKPU sebagaimana ketentuan dalam Pasal 243 ayat (2) UU KPKPU. Hal ini juga diperjelas dalam ketentuan Pasal 243 ayat (3) UU KPKPU yang menyatakan bahwa Debitor tidak dapat menjadi penggugat atau tergugat dalam perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaannya. Sehingga, untuk meminta ganti kerugian melalui gugatan karena Perbuatan Melanggar Hukum, maka Penggugat harus menunggu selesainya proses PKPU terlebih dahulu.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan