Akta Pembagian Hak Waris dan Akta Pembagian Hak Bersama
Pertanyaan
Pertanyaan:Saya adalah ahli waris A, dan saudara-saudara saya yang menjadi ahli waris sepakat agar harta warisan berupa tanah diberikan kepada saya seutuhnya. Bagaimana proses yang harus saya lakukan untuk balik nama sertifikat?Ulasan Lengkap
Jawaban:
Pasal 12 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut “PP 24/1997“) menyatakan bahwa dalam kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah salah satunya adalah pendaftaran peralihan dan pembebanan hak. Dalam peralihan hak atas tanah dapat terjadi pula karena sebuah pewarisan Terkait dengan pertanyaan saudara, tidak dijelaskan apakah sertifikat masih atas nama pewaris atau sudah beralih nama menjadi para ahli waris seluruhnya. Oleh karena itu, cara untuk melakukan balik nama menjadi atas nama Saudara, yaitu:
- Balik nama sertifikat menjadi atas nama seluruh ahli waris terlebih dahulu kemudian membuat APHB. Melalui cara ini diperlukan pembayaran pajak sebanyak 2 (dua) kali karena terdapat 2 (dua) kali transaksi.
- Membuat APHW. Melalui cara ini perlu dikonfirmasi terlebih dahulu bahwa BPN setempat menerima pendaftaran peralihan hak atas tanah dengan konsep seperti ini. Pembayaran pajak dengan menggunakan konsep ini hanya diperlukan sebanyak 1 (satu) kali.
Seluruh pembuatan akta, baik APHB maupun APHW tersebut harus dibuat melalui PPAT bukan Notaris karena berkaitan dengan bidang tanah. Selanjutnya akan dibahas secara lengkap melalui pembahasan berikut ini:
- Akta Pembagian Hak Waris (APHW)
Apabila sertifikat masih atas nama Pewaris, maka balik nama dapat dilakukan dengan lebih dahulu membuat APHW. APHW dibuat ketika sertifikat Hak Atas Tanah atas nama Pewaris, namun para Ahli Waris sepakat untuk menyerahkan Hak Atas Tanah tersebut kepada salah satu atau sebagian ahli waris. Dengan cara peralihan ini, maka para pihak hanya perlu melakukan pembayaran pajak sebanyak satu kali, yaitu PPH dan BPHTB atas adanya perpindahan hak tersebut dimana nilainya telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang PPh Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya.
Selanjutnya, setelah dibuatnya APHW tersebut maka dapat dilakukan proses balik nama. Pasal 111 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa:
“(1) Permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan melampirkan:
- Sertipikat hak atas tanah atau sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris, atau, apabila mengenai tanah yang belum terdaftar, bukti pemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
- Surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam sertipikat yang bersangkutan dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang;
- Surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa :
- Wasiat dari pewaris, atau
- Putusan Pengadilan, atau
- penetapan hakim/ KetuaPengadilan, atau
- bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;
- bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari Notaris,
- bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
(2) Apabila pada waktu permohonan pendaftaran peralihan sudah ada putusan pengadilan atau penetapan hakim/Ketua Pengadilan atau akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka putusan/penetapan atau akta tersebut juga dilampirkan pada permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta notaris.
(4) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagian warisan, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris sebagai pemilikan bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat dilakukan sesuai ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
(5) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu pendaftaran peralihan haknya disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun tertentu jatuh kepada 1 (satu) orang penerima warisan, maka pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan akta pembagian waris tersebut.
(6) Pencatatan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud Pasal ini dalam daftar-daftar pendaftaran tanah dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105.”
- Akta Pembagian Hak Bersama (APHB)
Apabila Sertifikat Hak Atas Tanah telah beralih nama menjadi para ahli waris dan akan diberikan kepada sebagian dari nama-nama yang telah tercantum dalam Sertifikat Hak Atas Tanah tersebut, maka balik nama dapat dilakukan dengan cara APHB. Jika para pemegang hak bersama ingin mengakhiri kepemilikan bersama dengan memberikan hak atas tanah tersebut kepada salah satu atau sebagian pihak, maka hal tersebut perlu dituangkan dalam APHB.[1]
Pasal 51 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa:
“Pembagian hak bersama atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama didaftarberdasarkan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut.”
Isi dari APHB terbagi menjadi bagian awal akta, badan atau isi akta, dan penutup akta. Masing-masing bagian dari APHB akan dijelaskan sebagai berikut:[2]
- Awal akta. Pada bagian ini memuat kepala akta/judul akta, nomor akta, nama lengkap PPAT, SK pengangkatan PPAT, dasar hukum kewenangan PPAT, daerah kerja PPAT, dan alamat lengkap kantor PPAT.
- Badan akta. Pada bagian ini memuat komparisi yang berisi identitas/keterangan dan kewenangan bertindak dari para pihak beserta dasar kewenangannya, pernyataan bahwa para pihak dikenal oleh PPAT dan para pihak menerangkan nomor sertifikat, surat ukur, Nomor Identitas Bidang Tanah (NIB), Nomor Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi Bangunan (SPPT PBB), serta letak objek tanah. Kemudian dinyatakan bahwa tanah tersebut adalah hak bersama yang oleh para pihak disepakati untuk diakhiri kepemilikan atas hak bersama tersebut, dan menyepakati adanya pembagian hak bersama. Dalam APHB juga diterangkan bahwa para pihak merupakan pemegang hak bersama atas objek berupa tanah baik berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, ataupun Hak Pakai. Selanjutnya dijelaskan tujuan pembuatan APHB, perbuatan hukum yang dipilih oleh para pihak apa saja (misalnya membagi sesuai bagian masing-masing atau dibagi dengan salah satu pihak mendapat kelebihan nilai).
- Penutup akta. Pada bagian ini memuat uraian akta dibuat dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang dijelaskan identitasnya, dihadiri oleh para pemegang hak atas tanah. Para saksi memberikan kesaksian mengenai kehadiran para pihak, keberadaan dokumen dan akta yang tertulis dalam akta, dan telah dilaksanakannya suatu perbuatan hukum yang tertulis dalam akta. Kemudian tanda tangan para pihak, para saksi dan PPAT.
Setelah seluruh syarat balik nama, termasuk salah satunya APHB, maka seluruh dokumen tersebut disampaikan ke Kantor Badan Pertanahan. Menurut Pasal 136 ayat (1) Permen Agraria/Kepala BPN 3/1997, jika suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang semula dimiliki secara bersama oleh beberapa orang, dijadikan milik salah satu pemegang hak bersama dalam rangka pembagian hak bersama, maka permohonan pendaftarannya diajukan oleh pemegang hak tunggal yang bersangkutan atau kuasanya dengan melampirkan:
- Sertifikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun bersangkutan;
- Akta PPAT tentang pembagian hak bersama;
- Bukti identitas para pemegang hak bersama;
- Surat kuasa tertulis apabila permohonan pendaftaran tersebut dilakukan bukan oleh pemegang hak yang berkepentingan;
- Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam UU 21/1997, dalam hal bea tersebut terutang;
- Bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam PP 48/1994 dan PP 27/1996, dalam hal pajak tersebut terutang (sekarang PP 18/2021).
Selanjutnya, Kantor Badan pertanahan akan memproses permohonan balik nama tersebut dan jika disetujui maka akan dikeluarkan sertifikat tanah yang baru. Pasal 31 ayat (4) dan ayat (5) PP 24/1997 menyatakan bahwa:
“(4) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertifikat, yang diterimakan kepada salah satu pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain.
(5) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diterbitkan sertifikat sebanyak jumlah pemegang hak bersama untuk diberikan kepadat iap pemegang hak bersama yang bersangkutan, yang memuat nama serta besarnya bagian masing-masing dari hak bersama tersebut.”
- Akta Peralihan Hak Karena Waris yang Dilanjutkan dengan APHB
Apabila Sertifikat Hak Atas Tanah masih atas nama Pewaris, maka dapat pula Para Ahli Waris memproses dengan terlebih dahulu mengatas namakan para ahli waris seluruhnya kemudian dilanjutkan dengan APHB. Pasal 42 ayat (4) PP Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa:
“Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertakan dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.”
Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) merupakan salah satu dokumen yang dijadikan dasar dalam mengurus pendaftaran peralihan hak ke Kantor Pertanahan setempat. Jika ahli waris hanya menyertakan Surat Keterangan Waris, maka hak atas tanah tersebut masih berstatus kepemilikan bersama. Namun, jika ahli waris menyertakan APHB, maka hak atas tanah tersebut telah berstatus hak individu, tergantung pada kesepakatan yang tercantum dalam APHB. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat yang berwenang untuk membuat APHB.[3] Namun demikian, apabila para pihak setuju untuk menempuh prosedur ini, maka tentu akan terdapat dua kali pembayaran pajak yaitu pajak yang dikenakan saat peralihan hak kepada seluruh ahli waris dan pajak yang dikenakan saat peralihan kepada sebagian atau salah satu ahli waris dengan APHB.
[1]Beatrix Benni, dkk. “PembuatanAktaPembagianHak Bersama dalamPeralihan Tanah Karena Pewarisan di Kota Bukittinggi”. JurnalCendikia Hukum Vol. 5, No. 1. September 2019.
[2]Op.cit. Beatrix Benni, dkk.
[3]TatikArjiati&LathifahHanim. “Peran Notaris/PPAT dalamPembuatanAktaPembagianHak Bersama (APHB) terhadapPembagianWaris yang Berbeda Agama atas Tanah dan Bangunan”. JurnalAkta Vol. 4 No. 1. Maret 2017. Hal. 75.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan