Gugatan Terhadap Hak Guna Bangunan

Photo by pexels-pixabay

Pertanyaan

Dari: Sudarman muhiddinSubject: Pertanyaan baru dari pengguna Hukum Expert Pertanyaan:Haruskah digugat HGB yg SDH mati dan apakah PTPN bisa tergugat atau BPN turut tergugat?

Ulasan Lengkap

Hak guna bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang HGB dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.[1] Selaras dengan ketentuan UUPA di atas Pasal 25 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, menyebutkan bahwa sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) PP nomor 40 tahun 1996 berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.

Terkait pertanyaan Saudara mengenai apakah PTPN atau BPN bisa menjadi tergugat, pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab secara rinci. Sebagai informasi, bahwa jenis gugatan yang dapat diajukan adalah gugatan perbuatan melanggar hukum dan gugatan wanprestasi. Gugatan perbuatan melanggar hukum berkaitan dengan tindakan pihak lain yang melanggar hukum seperti tetap tinggalnya PTPN di atas tanah yang SHGBnya telah berakhir dan dipindahkan atas nama orang lain, sedangkan gugatan wanprestasi berkaitan dengan dilanggarnya perjanjian seperti apabila Saudara dan PTPN memiliki perjanjian dimana PTPN akan memperpanjang SHGB atas bidang tanah yang disewakan kepada Saudara, namun ternyata PTPN tidak juga memperpanjang SHGB hingga SHGB berakhir.

Dikarenakan ketidakjelasan gugatan yang dimaksud, maka dalam hal ini akan diasumsikan bahwa PTPN adalah pemegang HGB yang sudah mati tersebut, dan Saudara merupakan pemegang hak milik atas tanah tersebut.  Dalam hal perolehan Hak Guna Bangunan tidak dilakukan melalui permohonan langsung atas tanah negara atau tanah dengan Hak Pengelolaan, melainkan dari tanah yang telah berstatus Hak Milik, maka berlakulah ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 1997 tentang Perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai. Diketahui bahwa Hak Guna Bangunan dari Hak Milik dapat terjadi:

  • Karena sukarela, yang dilakukan dengan cara pelepasan Hak Milik Atas Tanah yang disertai dengan pemberian Hak Guna Bangunan;
  • Karena hasil lelang, yang diperoleh badan hukum.[2]

Pemberian hak guna bangunan di atas tanah Hak Milik, dapat ditemukan penjelasannya dalam Pasal 24 Peraturan pemerintah No. 40 Tahun 1996, yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

(2) Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan pada kantor pertanahan.

(3) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(4) Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjur dengan Keputusan Presiden.

Jika pemberian Hak Guna Bangunan didasarkan pada perjanjian antara pihak pemegang Hak Milik, atau bersifat privat, maka pendaftaran yang dilakukan adalah untuk kepentingan pihak ketiga.[1] Namun, apabila dalam pelaksanaannya Saudara merasa dirugikan, maka Saudara dapat mengajukan gugatan kepada PTPN di Pengadilan Negeri dengan dalil ‘wanprestasi’. Dalam Penyelesaian sengketa tanah harus diselesaikan melalui pengadilan terkait dengan hak kepemilikan tanah. Penyelesaian sengketa pertanahan yang bersifat keperdataan oleh pengadilan, dilakukan melalui proses gugatan berdasarkan ketentuan HIR/RBg.

Adapun untuk BPN, apabila memang gugatan Saudara mengharuskan BPN untuk turut tunduk pada putusan tersebut, seperti memerintahkan BPN untuk memperpanjang atau memblokir SHGB, maka tentunya BPN harus turut diikutsertakan. Namun demikian, BPN tidak perlu diikutsertakan apabila gugatan adalah gugatan wanprestasi.

 

 

[1] Ibid, hlm 23

[1] Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok-pokok agraria

[2] http://e-journal.uajy.ac.id/7850/3/2MIH01126.pdf

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan