Nirina Zubir Walkout : Bolehkah Media Mempertemukan Pelapor dan Kuasa Hukum Tersangka, Padahal Proses Penyidikan Sedang Berjalan?

Pada tanggal 19 November 2020 lalu, artis Nirina Zubir walk out saat wawancara dalam program “Apa Kabar Indonesia” yang disiarkan secara langsung di stasiun televisi tvOne.[1] Dalam acara tersebut, Nirina Zubbir diundang untuk wawancara mengenai kasus yang menimpa dirinya yaitu sebagai korban mafia tanah dengan kerugian sekitar Rp 17 milliar. Namun, ketika acara sedang berlangsung Nirina Zubir walk out karena tvOne menghadirkan narasumber yang mengaku sebagai penasehat hukum tersangka Riri Khasmita tanpa sepengetahuan dirinya. Riri Kashmita merupakan mantan asisten rumah tangga Ibunda Nirina Zubir yang diduga sebagai pelaku pengambil alih hak atas tanah milik Ibundanya. Atas kejadian tersebut Nirina Zubir mengaku kecewa kepada tvOne karena merasa dijebak dan mengatakan bahwa :[2]

“Saya kecewa sekali sama tvOne karena saya memberikan waktu saya untuk memberikan klarifikasi untuk bicara dengan BPN. Tidak diberi tahu bahwa ada lawyer yang baru datang, kemudian mengambil waktu saya dan menjelaskan asal-asalan. Jadi terima kasih memberikan panggung kepada orang yang tidak layak ini. Saya tinggalkan ini,”

Kemudian Nirina Zubir pergi meninggalkan program yang sedang berlangsung tersebut. Nirina Zubir menumpahkan kekecewaannya melalui instastory yang mengatakan bahwa ia sangat kecewa dengan tvOne dan meminta surat permohonan maaf dari tvOne. Penasehat hukum Nirina Zubir, Ruben Siregar mengatakan bahwa tvOne tidak pernah memberi informasi kepada pihaknya bahwa akan menghadirkan narasumber penasehat hukum tersangka, hanya menjanjikan bahwa Nirina Zubir akan diwawancara berdua dengan pihak Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Jakarta Barat.[3]

Berkaitan dengan kasus tersebut, perlu diketahui bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (selanjutnya disebut UU Penyiaran) menyatakan bahwa siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. Sedangkan penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran. Pasal 36 UU Penyiaran mengatur mengenai ketentuan isi siaran, yaitu sebagai berikut:

  1. Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga
    persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya
  2. Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.
  3. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
  4. Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
  5. Isi siaran dilarang :
    1. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
    2. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau
    3. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
  6. Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.

Setiap lembaga penyiaran yang akan melakukan penyiaran wajib memenuhi persyaratan tersebut serta persyaratan lain sebagaimana ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Pada kasus yang terjadi terhadap Nirina Zubir, dimana tvOne mempertemukan kedua belah pihak tanpa menginformasikan kepada kedua belah pihak, melainkan hanya satu pihak saja, maka dapat berpotensi melanggar kewajiban netralitas lembaga penyiaran karena kurangnya persiapan dari salah satu pihak.

Dalam kasus tersebut, Nirina Zubir saat ini bersatus sebagai saksi pelapor dimana perkaranya masih dalam proses pemeriksaan. Perlu diketahui bahwa dalam konsideran menimbang huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (selanjutnya disebut UU Perlindungan Saksi & Korban) menyatakan sebagai berikut:

  1. bahwa jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban memiliki peranan penting dalam proses peradilan pidana sehingga dengan keterangan saksi dan korban yang diberikan secara bebas dari rasa takut dan ancaman dapat mengungkap suatu tindak pidana;
  2. bahwa untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu juga diberikan perlindungan terhadap saksi pelaku, pelapor, dan ahli.

Selain itu dalam Pasal 5 ayat (1) UU Perlindungan Saksi & Korban disebutkan bahwa saksi dan korban memiliki hak-hak sebagai berikut:

  1. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, Keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
  2. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
  3. memberikan keterangan tanpa tekanan;
  4. mendapat penerjemah;
  5. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
  6. mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
  7. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
  8. mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
  9. dirahasiakan identitasnya;
  10. mendapat identitas baru;
  11. mendapat tempat kediaman sementara;
  12. mendapat tempat kediaman baru;
  13. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
  14. mendapat nasihat hukum;
  15. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir; dan/atau
  16. mendapat pendampingan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka mempertemukan Nirina Zubir sebagai saksi pelapor dengan penasehat hukum tersangka berpotensi melanggar hak-hak dari pelapor. Terlebih pula, dalam Pasal 7 huruf e dan f Kode Etik Advokat disebutkan sebagai berikut:

  1. Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.
  2. Apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu tersebut hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.

Oleh karena itu, penasehat hukum tersangka tidak diperkenankan untuk berhubungan dengan korban dan/atau saksi. Dalam hal ini Nirina Zubir sebagai korban tentu statusnya juga akan menjadi saksi dalam pemeriksaan perkara, maka tidak benar jika penasehat hukum tersangka berbicara secara langsung terhadap Nirina. Hal yang dilakukan oleh penasehat hukum tersangka tersebut berpotensi melanggar Kode Etik Advokat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 huruf e dan f  karena tidak diinformasikan dan tanpa persetujuan penasehat hukum pelapor. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi kebebasan pelapor nantinya dalam memberikan kesaksiannya di hadapan penyidik karena telah dilakukan konfrontasi di hadapan umum terlebih dahulu sebelum proses penyidikan selesai.

Atas kejadian tersebut, apabila hal yang dilakukan oleh tvOne terbukti menyebabkan kerugian secara materiil dan/atau immateriil terhadap Nirina Zubir, maka Nirina Zubir dapat melakukan gugatan atas Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1365 dan Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 1365

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Pasal 1366

Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila terbukti secara sah atas pelanggaran tersebut, maka tvOne wajib melakukan ganti rugi terhadap Nirina Zubir. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian bagi siapapun dalam melakukan suatu hal agar perbuatan yang kita lakukan tidak merugikan pihak lain.

[1] https://news.detik.com/berita/d-5819239/duduk-perkara-nirina-zubir-walkout-dari-tvone

[2] Ibid.

[3] Ibid.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.