Ancaman Pasal bagi Orang yang Tidak Mengakui Kegiatan Jual Beli
Pertanyaan
Apakah seseorang dapat dituntut karena tidak mengakui atas kegiatan jual beli tanah yang terjadi dan sudah dibuktikan dengan adanya AJB yang ditandatangani serta beberapa bukti pendukung lainya?Ulasan Lengkap
Jual-beli diatur pada pasal 1457 KUHPerdata yang berisi :
“Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.”
Berdasarkan pada Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP 37/1997) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2020, peralihan hak atas tanah harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang mana dokumennya disebut sebagai Akta Jual Beli (AJB). AJB tersebut ditandatangani dan disetujui oleh para pihak yaitu penjua dan pembeli.
Sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata, adapun syarat sah perjanjian merupakan:
- Adanya kesepakatan kedua belah pihak, adalah kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam kontrak.
- Adanya kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 330, dewasa adalah 21 tahun bagi laki- laki, dan 19 tahun bagi wanita.
- Adanya suatu objek, sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.
- Adanya suatu sebab yang halal, adalah Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Sepanjang syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka AJB bersifat sah dan mengikat kedua belah pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Dengan adanya bukti AJB sudah merupakan bukti yang otentik bahwa syarat sah perjanjian jual beli tanah telah terpenuhi dan telah terjadi perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena perbuatan jual beli dan pembeli telah membayar sejumblah uang untuk pembelian tanah kepada penjual. AJB itu sendiri bukanlah bukti sah kepemilikan atas sebuah properti, namun AJB merupakan bukti peralihan hak atas tanah karena proses jual beli. Dokumen AJB berfungsi sebagai dasar hukum bagi penjual dan pembeli untuk memenuhi tanggung jawab masing-masing dalam pembelian dan penjualan rumah atau properti dan juga dapat berfungsi sebagai bukti untuk menggugat pihak yang lalai apabila salah satu pihak gagal memenuhi kewajiban. Proses transaksi jual beli tanah belum selesai dengan dokumen AJB karena AJB hanya dokumen yang digunakan untuk menyelesaikan prosedur di kantor pertanahan setempat. Pembeli harus mengurus pencatatan pengalihan hak atau pengembalian nama sertifikat untuk mendapatkan SHM (Sertifikat Hak Milik) atas nama pembeli.
Apabila penjual menyatakan tidak pernah menjual tanah tersebut namun terdapat bukti-bukti berupa dokumen AJB dan dokumen pendukung lainnya maka terdapat kemungkinan bahwa penjual tanah tersebut melakukan tindak pidana pemalsuan akta otentik atau pemalsuan keterangan dalam akta otentik sebagaimana yang diatur pada pasal 263 dan 266 ayat (1) KUHP, yang berisi :
Pasal 263
“(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebeasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.”
Pasal 266
“(1) Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya ,sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.”
Penjual tanah tersebut juga dapat dituntut melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana yang diatur pada pasal 278 KUHP, yang berisi :
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam pasal 278 KUHP tersebut mengimplikasikan yang dimaksud dengan penipuan adalah tipu muslihat atau serangkaian perkataan bohong sehingga seseorang merasa terperdaya karena omongan yang seakan-akan benar. Biasanya seseorang yang melakukan penipuan akan menerangkan sesuatu yang seolah-olah benar atau terjadi, namun sesungguhnya perkataan tersebut adalah tidak sesuai dengan kenyataan karena tujuannya adalah untuk meyakinkan seseorang agar menguntungkan dirinya sendiri. Dengan adanya bukti AJB membuktikan bahwa pembeli telah membeli serta membayarkan uangnya kepada penjual untuk pembelian tanah yang dimana penjual mengelak telah menjual tanahnya.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan