Analisa Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi

Bentuk Tindak Pidana Korupsi dan Unsur Tindak Pidana Korupsi

Tindak Pidana Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptio atau corruptus yang disalin ke berbagai bahasa. Salah satu contohnya ialah jika disalin dalam bahasa Inggris menjadi Corruption atau Corrupt, Jika bahasa Belanda ialah coruotie yang juga  menjadi cikal bakal lahir kata korupsi dalam bahasa Indonesia. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan karena melibatkan penyalahgunaan kepercayaan atau kekuasaan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi atau golongan tertentu. Korupsi tidak hanya merusak sistem hukum dan pemerintahan, tetapi juga mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara secara menyeluruh. Dalam konteks sosial, korupsi mengancam fondasi moral dan etika masyarakat. Kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan dan keadilan terkikis ketika korupsi merajalela. Masyarakat dapat kehilangan kepercayaan terhadap para pemimpinnya, yang seharusnya bertanggung jawab atas kesejahteraan bersama. Di sisi politik, korupsi dapat merusak struktur demokrasi. Penggunaan kekuasaan untuk tujuan pribadi dapat menggoyahkan fondasi kesetaraan dan keadilan dalam sistem politik sebuah negara. Pemilihan yang tidak jujur atau manipulasi keputusan politik atas dasar imbalan pribadi adalah contoh konkret bagaimana korupsi merusak esensi demokrasi.

 

Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan dan amandemen untuk memperkuat penegakan hukum terhadap korupsi. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999: Undang-undang ini menjadi landasan hukum utama untuk menindak dan mencegah korupsi di Indonesia. Dalam versi aslinya, undang-undang ini menetapkan berbagai bentuk korupsi yang meliputi suap, gratifikasi, penggelapan, pencucian uang, dan lain-lain. Sejumlah amandemen telah dilakukan, salah satunya melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011. Amandemen ini bertujuan untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi dengan menambahkan pasal-pasal baru, memperjelas definisi, serta meningkatkan sanksi bagi pelaku korupsi.

 

Pasal-Pasal yang Mengatur Bentuk-Bentuk dan Unsur-Unsur dalam Tindak Pidana Korupsi

Pasal-pasal ini bersifat komprehensif dan memberikan landasan hukum yang kuat bagi lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menindak kasus korupsi di Indonesia. Dengan adanya landasan hukum yang jelas ini, diharapkan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dapat lebih efektif dan efisien. Tindak pidana korupsi mencakup berbagai bentuk praktik yang merugikan masyarakat dan lembaga pemerintahan. Pemahaman mendalam tentang berbagai bentuk ini penting untuk memahami cara kerja dan dampak yang dihasilkan. Berikut adalah beberapa bentuk tindak pidana korupsi yang umum terjadi di Indonesia:

1. Suap dan/atau Gratifikasi

Suap terjadi ketika seseorang memberikan atau menerima hadiah, uang, atau imbalan lainnya untuk mempengaruhi keputusan atau tindakan dari pihak yang memiliki wewenang atau kewenangan tertentu hal ini sudah termaktub dalam 12B dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sedangkan yang terbaru diatur dalam Pasal 605 ayat (1) dan (2) dan Pasal 606 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023. Contohnya, suap dalam proses perizinan usaha, penerimaan hadiah untuk memuluskan proyek tertentu, atau suap dalam proses pengangkatan pejabat.

2. Penyalahgunaan Kewenangan

Penggelapan ini sudah diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Tindak Pidana ini ini terjadi ketika ada penyalahgunaan uang atau barang yang seharusnya dikelola atau diawasi oleh pihak tertentu. Hal ini bisa terjadi melalui pengalihan dana, pemalsuan dokumen, atau manipulasi data untuk tujuan pribadi.

3. Nepotisme

Nepotisme terjadi ketika seseorang dalam posisi berkuasa memberikan perlakuan istimewa atau keuntungan kepada individu berdasarkan hubungan personal atau keluarga, bukan karena kualifikasi atau kompetensi yang dimiliki individu tersebut. Hal ini tertuang pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. Contohnya, penunjukan pejabat atau penerimaan kontrak kerja hanya berdasarkan hubungan darah atau kekerabatan

4. Pencucian Uang

Pencucian uang adalah proses menyembunyikan atau memalsukan asal-usul dana hasil kejahatan agar terlihat sah dan legal. Dalam konteks korupsi, pencucian uang digunakan untuk menyamarkan jejak transaksi yang melibatkan dana hasil dari tindak pidana korupsi dan hal ini sudah tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi

Selain bentuk-bentuk Tindak pidana korupsi, terdapat juga unsur-unsur yang membentuk dasar hukum bagi pengadilan untuk menentukan apakah suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai korupsi. Berikut adalah pembahasan terperinci mengenai unsur-unsur yang membentuk tindak pidana korupsi beserta contoh bagaimana unsur-unsur ini tercermin dalam kasus-kasus konkret di Indonesia:

  1. Unsur Subyektif dan Objektif
  • Unsur Subyektif: Merujuk pada niat atau kesengajaan pelaku untuk melakukan tindakan korupsi. Ini mencakup adanya tujuan atau motif tertentu di balik tindakan korupsi, seperti memperkaya diri sendiri atau pihak lain, atau mendapatkan keuntungan pribadi.
  • Unsur Objektif: Melibatkan tindakan nyata yang menunjukkan adanya tindak pidana korupsi, seperti transaksi uang, pertukaran hadiah, manipulasi dokumen, atau penggunaan jabatan untuk kepentingan pribadi.

Contoh dalam Kasus: Dalam kasus suap terhadap proses perizinan proyek konstruksi, unsur subyektif terlihat dari niat seseorang untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan mempengaruhi keputusan pejabat terkait. Unsur objektifnya tercermin dalam pertukaran uang atau hadiah yang terjadi secara nyata.

  1. Kualifikasi Pelaku:

Merujuk pada posisi, jabatan, atau kekuasaan yang dimiliki oleh individu yang terlibat dalam tindakan korupsi. Tindak pidana korupsi sering kali melibatkan pegawai negeri atau pejabat pemerintah yang memanfaatkan posisi mereka untuk tujuan pribadi. Contoh dalam Kasus: Korupsi di sektor pengadaan barang atau jasa sering melibatkan pejabat pemerintah atau pegawai negeri yang memiliki kewenangan untuk menyetujui proyek-proyek tertentu. Mereka memanfaatkan posisi mereka untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui penggelapan atau mark-up dalam biaya proyek.

  1. Kerugian Kerugian:

Merujuk pada dampak ekonomi atau moral yang timbul akibat tindakan korupsi. Hal ini bisa berupa kerugian keuangan bagi negara atau lembaga publik, penurunan layanan publik, atau penurunan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga atau individu yang terlibat. Contoh dalam Kasus: Korupsi dalam penyalahgunaan dana bantuan sosial mengakibatkan kerugian langsung pada masyarakat yang seharusnya menjadi penerima manfaat dari dana tersebut. Penggelapan dana atau suap dalam proyek-proyek infrastruktur juga berpotensi menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi negara. Dalam praktiknya, pengadilan mempertimbangkan unsur-unsur ini sebagai landasan untuk menentukan apakah suatu tindakan memenuhi kriteria sebagai tindak pidana korupsi. Meneliti kasus-kasus konkret yang telah ditangani oleh lembaga penegak hukum seperti KPK dapat memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana unsur-unsur ini tercermin dalam tindak pidana korupsi di Indonesia.

 

Dengan demikian, terdapat beberapa bentuk tindak pidana korupsi, diantaranya adalah suap dan/atau gratifikasi, penyalahgunaan kewenangan, nepotisme. Di samping itu, atas tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana utama berupa korupsi, juga dapat menjadi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

 

Penulis: Iqian A. Lanov, S.H.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

Baca juga:

Pasal 2 Ayat (1) dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam KUHP Baru

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.